- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Balada Keluarga dengan Sebelas Anak


TS
InRealLife
Balada Keluarga dengan Sebelas Anak
https://www.kompas.id/baca/humaniora...dengan-11-anak

Anak 11
Kepala keluarga penghasilannya tidak pasti
Ibu lulusan SD, menikah umur 15
Tidak KB dan imunisasi karena pamali
Menganggap banyak anak banyak rezeki
b u i h

Quote:
Balada Keluarga dengan Sebelas Anak
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
11 April 2023 14:27 WIB · 6 menit baca
Ada banyak faktor risiko yang memengaruhi terjadinya ”stunting” selain kurangnya asupan makanan bergizi seimbang. Untuk itu, pencegahan ”stunting” perlu dilakukan lebih komprehensif.
Di depan teras rumah yang penuh dengan baju-baju bergelantungan, Bilqis duduk di pangkuan Nurlaelah (39), ibunya. Jemuran yang berjejer itu membuat udara di depan rumah Nurlaelah terasa pengap.
Sepintas, memang tidak ada yang aneh dengan kondisi Bilqis. Namun, di usianya yang baru menginjak 2 tahun 5 bulan itu, berat badan Bilqis hanya 8,1 kilogram dengan tinggi badan 76,2 sentimeter.
Untuk ukuran anak seusianya, pertumbuhan Bilqis terhitung lambat atau berada di zona kuning stunting(tengkes). Idealnya, berat badan dan tinggi badan anak perempuan seusia Bilqis antara 11,5 kilogram sampai 14 kilogram dan tinggi 80 sentimeter sampai 101,7 sentimeter.
”Kadang-kadang makan, kadang-kadang tidak. Soalnya ia (Bilqis) susah makan. Apalagi, ia alergi telur sehingga saya kasih makan mi, bubur bayi, tahu-tempe, sama kadang pisang,” kata Nurlaelah saat ditemui di kediamannya di Desa Cibarusahjaya, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/4/2023).
Asnawi (49) tengah memangku anaknya di teras rumahnya di Desa Cibarusahjaya, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/4/2023).
Saat mengandung Bilqis, Nurlaelah tidak pernah memeriksakan kandungannya ke bidan ataupun ke rumah sakit. Nurlaelah juga hampir tidak pernah mengonsumsi makanan berprotein hewani dan hanya dua kali mengonsumsi susu khusus ibu hamil lantaran alergi.
Baca juga : Masyarakat Urban Tidak Berarti Kebal ”Stunting”
Menurut Nurlaelah, Balqis lahir dalam kondisi normal. Namun, ia tidak pernah membawanya mengikuti penimbangan rutin di posyandu. Ketika ada posyandu baru, barulah Nurlaelah membawa Bilqis ke posyandu. Sebelumnya, hanya tersedia dua posyandu untuk melayani sekitar 600 keluarga di wilayah tersebut sehingga posyandu baru pun dibangun di RT 004/RW 008 Kampung Gandaria.
”Baru Bilqis ini yang dibawa ke posyandu, anak-anak yang lain tidak. Itu pun karena ada posyandu baru di wilayah sini, tepat di depan rumah Nurlaelah. Setelah dibawa ke posyandu, berat badan Bilqis terus naik,” kata Maya, kader kesehatan Kampung Gandaria, Desa Cibarusahjaya.
Dari catatan timbangan di posyandu, Bilqis tercatat memiliki berat badan 7,3 kilogram dan tinggi badan 7,2 sentimeter pada Agustus 2022.
Tidak KB
Bilqis adalah anak ke-10 dari total 11 anak pasangan Nurlaelah dan Asnawi (49). Dari 11 anak tersebut, tiga di antaranya telah meninggal. Salah satunya, yakni adik Bilqis, meninggal sekitar 40 hari lalu, saat usianya belum genap satu tahun.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Anak-anak Nurlaelah (39) tengah bermain di depan rumahnya di Desa Cibarusahjaya, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/4/2023).
Jumlah anak yang terus bertambah itu sempat menjadi perhatian warga sekitar. Tak pelak, kader kesehatan setempat pun turut mengingatkan Nurlaelah agar ia mengikuti program Keluarga Berencana (KB).
”Sebenarnya, saya ingin mengikuti program KB. Namun, sejak awal menikah, bapak saya tidak memperbolehkannya karena dianggap pamali. Kata bapak saya, jangan KB dan jangan disuntik,” ujar Nurlaelah.
Nasihat itulah yang selama ini terus dipegang teguh Nurlaelah. Bahkan, tidak ada satu pun anaknya yang diimunisasi lengkap meski kader kesehatan setempat terus mengajak Nurlaelah ke posyandu untuk imunisasi anak.
Uang saya yang pegang dan saya yang atur karena kalau dipegang istri pasti tidak beres. Segala sesuatu yang dipegang perempuan pasti tidak beres.
Pernikahan antara Nurlaelah dan Asnawi berlangsung saat perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, itu berusia 15 tahun. Ia yang hanya lulusan sekolah dasar itu dijodohkan oleh ayahnya dengan Asnawi yang telah berusia 25 tahun.
Kini, Nurlaelah dan Asnawi bersyukur karena pernikahan mereka dikaruniai banyak anak. ”Dalam pernikahan itu, kan, tujuannya berketurunan. Jadi, kami syukuri, artinya banyak anak banyak rezeki. Alhamdulillah, kebutuhan kami selama ini tercukupi,” ucap Asnawi.
Selama lebih dari dua dekade, Nurlaelah dan Asnawi tinggal di rumah berdinding kayu seluas 20 meter x 7 meter yang memiliki dua kamar dan satu ruang keluarga.

Di rumah itu, pasangan tersebut kini tinggal bersama tujuh anaknya karena satu anak mereka tengah menempuh pendidikan pesantren di luar kota. Untuk kebutuhan makan sekeluarga, setidaknya mereka membutuhkan biaya Rp 150.000 per hari.
”Kadang masak, kadang beli lauk. Kalau lagi enggak ada uang, paling anak-anak makan seadanya. Mereka makan nasi sama kerupuk atau mi,” tutur Nurlaelah.
Sebagai tulang punggung keluarga, sehari-hari Asnawi berdakwah keliling membagikan ilmu agama yang didapatnya dari pondok pesantren milik ayah Nurlaelah dulu. Pendapatannya pun tidak pasti karena pada prinsipnya dia tidak mengharapkan upah sepeser pun.
Pendapatan sehari-hari Asnawi yang tidak pasti membuat pemenuhan kebutuhan asupan gizi anak-anaknya pun tidak pasti. Padahal, Asnawi telah mengatur dan membagi pendapatannya dalam skala prioritas sedemikian rupa, baik untuk sekolah anaknya, makan sehari-hari, maupun kebutuhan lain.
”Uang saya yang pegang dan saya yang atur karena kalau dipegang istri pasti tidak beres. Segala sesuatu yang dipegang perempuan pasti tidak beres,” ucap Asnawi.
Risiko ”stunting”
Bilqis merupakan bagian dari 17 persen anak stunting di Kabupaten Bekasi saat ini. Salah satu intervensi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan anak stunting ialah intervensi spesifik dengan memberikan asupan makanan bergizi, terutama protein hewani, di masa 1.000 hari pertama kehidupan (maksimal hingga usia dua tahun). Sebab, di masa inilah otak anak masih berkembang.
Stunting atau tengkes masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi. Meski pada tahun 2022 angkanya turun 3,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi 17 persen, Pemerintah Kabupaten Bekasi masih harus mengejar penurunan tengkes sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Penurunan stunting juga terjadi di tingkat nasional. Selama hampir satu dekade, prevalensi tengkes di Indonesia menurun dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 21,6 persen pada tahun 2022. Walakin, angka tersebut masih terpaut 7,6 persen dari target yang ingin dicapai pada tahun 2024.
Salah satu upaya kunci untuk mengentaskan tengkes di Indonesia adalah dengan memperhatikan asupan gizi ibu dan anak pada 1.000 hari pertama kehidupan. Sebab, periode tersebut menentukan perkembangan fisik dan kecerdasan anak.
”Stunting memang dilihat dari berat badan dan tinggi badan. Tapi, itu berhubungan dengan pertumbuhan otak,” ujar Ketua Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (Pakias) Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) Dwiana Ocviyanti ketika dihubungi pada Sabtu (8/4/2023).
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Ketua Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (Pakias) Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) Dwiana Ocviyanti
Ada tiga faktor yang dapat meningkatkan risiko tengkes, yakni kehamilan remaja, keterbatasan ekonomi, dan kondisi kesehatan ibu yang buruk. Kehamilan di masa remaja atau pernikahan anak dapat meningkatkan risiko tengkes lantaran pemahaman mengenai pentingnya kadar hemoglobin atau protein dalam sel darah merah pada ibu hamil masih minim.
Mengacu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi remaja putri anemia sebesar 32 persen. Sementara hampir separuh dari total ibu hamil mengalami anemia, yakni 48,9 persen.
Di sisi lain, seorang ibu juga perlu memperhatikan masa pemulihannya setelah melahirkan. Untuk mendapatkan momongan selanjutnya, minimal dibutuhkan waktu dua tahun bagi seorang ibu untuk masa pemulihan dan meningkatkan kadar hemoglobinnya.
”Apalagi jika anaknya banyak. Kalau ibu itu melahirkan anak kurang dari dua tahun, risiko stunting-nya tinggi. Ini karena air susu ibu (ASI) terputus, perhatian ibu merawat anak terbagi, dan ibu juga kurang gizi karena belum pulih betul setelah melahirkan,” lanjut Dwiana.
Stunting bukan hanya soal pola asuh atau pemenuhan gizi seimbang pada ibu dan anak. Lebih dari itu, stunting bisa terjadi akibat minimnya perhatian seorang ayah terhadap kondisi istrinya baik saat mengandung maupun sebelum mengandung, termasuk merencanakan kehamilan.
Editor:
EVY RACHMAWATI, ADHITYA RAMADHAN
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
11 April 2023 14:27 WIB · 6 menit baca
Ada banyak faktor risiko yang memengaruhi terjadinya ”stunting” selain kurangnya asupan makanan bergizi seimbang. Untuk itu, pencegahan ”stunting” perlu dilakukan lebih komprehensif.
Di depan teras rumah yang penuh dengan baju-baju bergelantungan, Bilqis duduk di pangkuan Nurlaelah (39), ibunya. Jemuran yang berjejer itu membuat udara di depan rumah Nurlaelah terasa pengap.
Sepintas, memang tidak ada yang aneh dengan kondisi Bilqis. Namun, di usianya yang baru menginjak 2 tahun 5 bulan itu, berat badan Bilqis hanya 8,1 kilogram dengan tinggi badan 76,2 sentimeter.
Untuk ukuran anak seusianya, pertumbuhan Bilqis terhitung lambat atau berada di zona kuning stunting(tengkes). Idealnya, berat badan dan tinggi badan anak perempuan seusia Bilqis antara 11,5 kilogram sampai 14 kilogram dan tinggi 80 sentimeter sampai 101,7 sentimeter.
”Kadang-kadang makan, kadang-kadang tidak. Soalnya ia (Bilqis) susah makan. Apalagi, ia alergi telur sehingga saya kasih makan mi, bubur bayi, tahu-tempe, sama kadang pisang,” kata Nurlaelah saat ditemui di kediamannya di Desa Cibarusahjaya, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/4/2023).

Saat mengandung Bilqis, Nurlaelah tidak pernah memeriksakan kandungannya ke bidan ataupun ke rumah sakit. Nurlaelah juga hampir tidak pernah mengonsumsi makanan berprotein hewani dan hanya dua kali mengonsumsi susu khusus ibu hamil lantaran alergi.
Baca juga : Masyarakat Urban Tidak Berarti Kebal ”Stunting”
Menurut Nurlaelah, Balqis lahir dalam kondisi normal. Namun, ia tidak pernah membawanya mengikuti penimbangan rutin di posyandu. Ketika ada posyandu baru, barulah Nurlaelah membawa Bilqis ke posyandu. Sebelumnya, hanya tersedia dua posyandu untuk melayani sekitar 600 keluarga di wilayah tersebut sehingga posyandu baru pun dibangun di RT 004/RW 008 Kampung Gandaria.
”Baru Bilqis ini yang dibawa ke posyandu, anak-anak yang lain tidak. Itu pun karena ada posyandu baru di wilayah sini, tepat di depan rumah Nurlaelah. Setelah dibawa ke posyandu, berat badan Bilqis terus naik,” kata Maya, kader kesehatan Kampung Gandaria, Desa Cibarusahjaya.
Dari catatan timbangan di posyandu, Bilqis tercatat memiliki berat badan 7,3 kilogram dan tinggi badan 7,2 sentimeter pada Agustus 2022.
Tidak KB
Bilqis adalah anak ke-10 dari total 11 anak pasangan Nurlaelah dan Asnawi (49). Dari 11 anak tersebut, tiga di antaranya telah meninggal. Salah satunya, yakni adik Bilqis, meninggal sekitar 40 hari lalu, saat usianya belum genap satu tahun.

Anak-anak Nurlaelah (39) tengah bermain di depan rumahnya di Desa Cibarusahjaya, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/4/2023).
Jumlah anak yang terus bertambah itu sempat menjadi perhatian warga sekitar. Tak pelak, kader kesehatan setempat pun turut mengingatkan Nurlaelah agar ia mengikuti program Keluarga Berencana (KB).
”Sebenarnya, saya ingin mengikuti program KB. Namun, sejak awal menikah, bapak saya tidak memperbolehkannya karena dianggap pamali. Kata bapak saya, jangan KB dan jangan disuntik,” ujar Nurlaelah.
Nasihat itulah yang selama ini terus dipegang teguh Nurlaelah. Bahkan, tidak ada satu pun anaknya yang diimunisasi lengkap meski kader kesehatan setempat terus mengajak Nurlaelah ke posyandu untuk imunisasi anak.
Uang saya yang pegang dan saya yang atur karena kalau dipegang istri pasti tidak beres. Segala sesuatu yang dipegang perempuan pasti tidak beres.
Pernikahan antara Nurlaelah dan Asnawi berlangsung saat perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, itu berusia 15 tahun. Ia yang hanya lulusan sekolah dasar itu dijodohkan oleh ayahnya dengan Asnawi yang telah berusia 25 tahun.
Kini, Nurlaelah dan Asnawi bersyukur karena pernikahan mereka dikaruniai banyak anak. ”Dalam pernikahan itu, kan, tujuannya berketurunan. Jadi, kami syukuri, artinya banyak anak banyak rezeki. Alhamdulillah, kebutuhan kami selama ini tercukupi,” ucap Asnawi.
Selama lebih dari dua dekade, Nurlaelah dan Asnawi tinggal di rumah berdinding kayu seluas 20 meter x 7 meter yang memiliki dua kamar dan satu ruang keluarga.

Di rumah itu, pasangan tersebut kini tinggal bersama tujuh anaknya karena satu anak mereka tengah menempuh pendidikan pesantren di luar kota. Untuk kebutuhan makan sekeluarga, setidaknya mereka membutuhkan biaya Rp 150.000 per hari.
”Kadang masak, kadang beli lauk. Kalau lagi enggak ada uang, paling anak-anak makan seadanya. Mereka makan nasi sama kerupuk atau mi,” tutur Nurlaelah.
Sebagai tulang punggung keluarga, sehari-hari Asnawi berdakwah keliling membagikan ilmu agama yang didapatnya dari pondok pesantren milik ayah Nurlaelah dulu. Pendapatannya pun tidak pasti karena pada prinsipnya dia tidak mengharapkan upah sepeser pun.
Pendapatan sehari-hari Asnawi yang tidak pasti membuat pemenuhan kebutuhan asupan gizi anak-anaknya pun tidak pasti. Padahal, Asnawi telah mengatur dan membagi pendapatannya dalam skala prioritas sedemikian rupa, baik untuk sekolah anaknya, makan sehari-hari, maupun kebutuhan lain.
”Uang saya yang pegang dan saya yang atur karena kalau dipegang istri pasti tidak beres. Segala sesuatu yang dipegang perempuan pasti tidak beres,” ucap Asnawi.
Risiko ”stunting”
Bilqis merupakan bagian dari 17 persen anak stunting di Kabupaten Bekasi saat ini. Salah satu intervensi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan anak stunting ialah intervensi spesifik dengan memberikan asupan makanan bergizi, terutama protein hewani, di masa 1.000 hari pertama kehidupan (maksimal hingga usia dua tahun). Sebab, di masa inilah otak anak masih berkembang.
Stunting atau tengkes masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi. Meski pada tahun 2022 angkanya turun 3,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi 17 persen, Pemerintah Kabupaten Bekasi masih harus mengejar penurunan tengkes sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Penurunan stunting juga terjadi di tingkat nasional. Selama hampir satu dekade, prevalensi tengkes di Indonesia menurun dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 21,6 persen pada tahun 2022. Walakin, angka tersebut masih terpaut 7,6 persen dari target yang ingin dicapai pada tahun 2024.
Salah satu upaya kunci untuk mengentaskan tengkes di Indonesia adalah dengan memperhatikan asupan gizi ibu dan anak pada 1.000 hari pertama kehidupan. Sebab, periode tersebut menentukan perkembangan fisik dan kecerdasan anak.
”Stunting memang dilihat dari berat badan dan tinggi badan. Tapi, itu berhubungan dengan pertumbuhan otak,” ujar Ketua Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (Pakias) Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) Dwiana Ocviyanti ketika dihubungi pada Sabtu (8/4/2023).

Ketua Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (Pakias) Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) Dwiana Ocviyanti
Ada tiga faktor yang dapat meningkatkan risiko tengkes, yakni kehamilan remaja, keterbatasan ekonomi, dan kondisi kesehatan ibu yang buruk. Kehamilan di masa remaja atau pernikahan anak dapat meningkatkan risiko tengkes lantaran pemahaman mengenai pentingnya kadar hemoglobin atau protein dalam sel darah merah pada ibu hamil masih minim.
Mengacu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi remaja putri anemia sebesar 32 persen. Sementara hampir separuh dari total ibu hamil mengalami anemia, yakni 48,9 persen.
Di sisi lain, seorang ibu juga perlu memperhatikan masa pemulihannya setelah melahirkan. Untuk mendapatkan momongan selanjutnya, minimal dibutuhkan waktu dua tahun bagi seorang ibu untuk masa pemulihan dan meningkatkan kadar hemoglobinnya.
”Apalagi jika anaknya banyak. Kalau ibu itu melahirkan anak kurang dari dua tahun, risiko stunting-nya tinggi. Ini karena air susu ibu (ASI) terputus, perhatian ibu merawat anak terbagi, dan ibu juga kurang gizi karena belum pulih betul setelah melahirkan,” lanjut Dwiana.
Stunting bukan hanya soal pola asuh atau pemenuhan gizi seimbang pada ibu dan anak. Lebih dari itu, stunting bisa terjadi akibat minimnya perhatian seorang ayah terhadap kondisi istrinya baik saat mengandung maupun sebelum mengandung, termasuk merencanakan kehamilan.
Editor:
EVY RACHMAWATI, ADHITYA RAMADHAN
Anak 11
Kepala keluarga penghasilannya tidak pasti
Ibu lulusan SD, menikah umur 15
Tidak KB dan imunisasi karena pamali
Menganggap banyak anak banyak rezeki
b u i h





yasyah81 dan 17 lainnya memberi reputasi
16
3.1K
Kutip
89
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan