Kaskus

News

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Akhiri Dominasi IDI di Praktik Kedokteran, Ini yang Perlu Direformasi
Akhiri Dominasi IDI di Praktik Kedokteran, Ini yang Perlu Direformasi


30 Mar 2023 | 11:26 WIB

Akhiri Dominasi IDI di Praktik Kedokteran, Ini yang Perlu Direformasi
Ilustrasi dokter. (Antara)
JAKARTA, investor.id – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dinilai terlalu powerful dan mendominasi praktik kedokteran di Indonesia sebagai salah satu organisasi profesi kedokteran berdasarkan Undang-Undang Kesehatan yang lama.
Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan, Dokter Judilherry Justam buka suara. Bagi Judilherry, ada beberapa hal yang perlu direformasi untuk mengakhiri dominasi IDI di praktik kedokteran Tanah Air.
Menurut Judilherry Justam dalam keterangan pesan singkat kepada BTV pada Rabu (29/3/2023). Hal-hal yang perlu direformasi dari IDI ada 5 hal, yaitu:

1. IDI tidak boleh menjadi organisasi profesi tunggal.
2. Kolegium Kedokteran harus terpisah dari IDI. Kolegium Kedokteran harus diawasi oleh KKI (Konsil Kedokteran Indonesia).
3. Anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) harus dipilih oleh Panitia Seleksi Independen yang dibentuk Menkes atau Presiden seperti KPK, KPU, Komisi Judisial dan lain-lain.
4. Pengembangan Pendidikan Keprofesian berkelanjutan (P2KB) tidak boleh diselenggarakan, diakreditasi dan dinilai oleh IDI sendiri. Standarnya harus disetujui KKI terlebih dahulu.
5. Izin praktek dokter tidak perlu harus ada rekomendasi IDI. Tidak ada contoh di negara lain bahwa untuk mendapatkan izin praktek harus memperoleh rekomendasi IDI lebih dahulu. Kembalikan kewenangan izin praktik pada pemerintah. Semua hal ini harus dikoreksi dari Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Judilherry menyebutkan, IDI terlalu powerful sebagai lembaga profesi kedokteran di Indonesia. Hal ini dikarenakan IDI diberi kewenangan yang berlebihan menurut UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran sehingga melebihi kewenangan pemerintah. Untuk itu, dikatakan Judilherry tidak mungkin ada perbaikan dari dalam IDI.
Bahkan sebetulnya Judilherry mengaku saat menjadi Wakil Ketua Dewan Penasehat PB IDI periode 2012-2015. Dirinya pernah mencoba melakukan koreksi dari dalam, namun sayangnya usaha dia tidak berhasil.
“Misalkan dua kali dalam Muktamar IDI 2012 dan 2015, saya mengusulkan dalam Muktamar IDI agar IDI punya Dewan Pengawas yang dipilih dalam Muktamar sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas, selalu ditolak,” ungkap Judilherry dalam pesan whatsapp kepada BTV pada Rabu (29/3).

“Pleno Muktamar meskipun sudah disetujui Komisi Organisasi Muktamar. Saya menolak Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat menjadi Ketua KDI (Kolegium Dokter Indonesia) karena berbeda Ilmu, ini juga ditolak,” lanjutnya.
Sehingga ucap Judilherry, harus ada pressure atau tekanan dari luar untuk mereformasi IDI seperti UU Kesehatan Omnibuslaw. Melalui RUU Kesehatan ini lah, pemerintah harus menegaskan bahwa IDI harus kembali ke praktek global organisasi profesi dokter di seluruh dunia. Tidak seperti yang ditentukan dalam UU Praktik Kedokteran 2004.
“IDI menjadi anomali sendiri ditengah organisasi-organisasi dokter di seluruh dunia,” pungkas Judilherry.

https://investor.id/national/325906/...lu-direformasi
b42l4t4kAvatar border
b0c4h.n4k4lAvatar border
b0c4h.n4k4l dan b42l4t4k memberi reputasi
2
711
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan