Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kerlipbivisa852Avatar border
TS
kerlipbivisa852
PERUSUH
#short_story

Sebagai seseorang yang bekerja di dunia pendidikan, libur semester adalah sesuatu yang kutunggu. Meski akhirnya sering merasa bosan jika terlalu lama diam di rumah.

Seperti biasa, setiap akhir pekan Ibu akan meluangkan waktu untuk berjiarah ke makam Kakek dan Nenek. Berhubung aku tidak sibuk jadilah kami pergi bersama, atau lebih tepatnya Ibu memaksaku ikut bersamanya.

Saat di pemakaman kami bertemu Tante Lusi dan Om Lucas, rupanya mereka masih sering mengunjungi makam Kakek dan Nenek. Dulu, Ibu pernah cerita kalau Tante Lusi sempat tinggal bersama mereka (Kakek, Nenek dan Ibu.) hingga 7 tahun lamanya, sampai ia mendapat gelar S1. Bukan tanpa alasan mengapa wanita berlesung pipi tersebut tinggal di rumah Ibu. Ayah Tante Lusi yang merupakan orangtua tunggal mengalami kecelakaan dan koma, sebab itu Kakek dan Nenek yang merupakan sahabatnya memutuskan untuk merawat Tante Lusi sementara waktu.

Selesai berjiarah kami lanjut mengunjungi rumah Tante Lusi sesuai permintaan mereka. Tidak ada yang berubah di sini, kecuali kolam ikan di halaman belakang yang menjadi kolam renang.

Setelah bosan berkeliling aku kembali ke ruang tamu, menghempaskan bokong di sofa. Aku yakin Ibu dan Tante Lusi sedang bersenang-senang di dapur sampai tawa mereka terdengar nyaring, sementara Om Lucas masih di ruang kerja. Ya, lelaki berdarah Korea itu langsung menuju ruang kerjanya begitu kami sampai. Tidak heran keluarga ini begitu kaya.

Selagi menunggu makan siang tersaji, aku berbaring santai sembari bermain ponsel. Menelusuri sebuah aplikasi sosial media. Ya, wanita dua puluh lima tahun ini benar-benar seorang pemalas. Bukannya ikut memasak di dapur, malah sibuk menonton video tidak bermanfaat.

Tidak lama derap sepatu milik seseorang membuatku buru-buru mengubah posisi menjadi duduk. Lalu, sesaat kemudian pintu depan berdenyit, menampilkan sosok tinggi berkemeja putih.

"Jin," aku membatin.

"Bi? Kau di sini?" bukan hanya aku yang terkejut, tapi sepertinya dia juga.

Baik Tante Lusi atau Om Lucas tidak ada yang menyinggung kepulangan Jin saat kami di mobil. Entah mereka lupa, atau karena aku dan Ibu tidak bertanya.

"Kapan kau pulang?" ucapku dan Jin nyaris bersamaan. Jin mengulum senyum, berbeda halnya denganku yang dibuat bingung. Bagaimana tidak? Selama ini aku tidak pernah meninggalkan rumah.

"Kau masih saja cebol, ya?" ungkap Jin sembari mendudukkan diri di sofa satunya. Ia mengatakan itu dengan wajah teramat santai.

"Terserah. Kau belum menjawab pertanyaanku barusan. Sudah lama pulang?" pungkasku menatapnya.

"Hem," Jin mengangguk pelan, " Sepertinya sudah ada enam bulan."

Sontak pengakuan Jin membuat mataku terbelalak. Enam bulan katanya? Dan dia belum pernah sekalipun mengunjungi rumah kami. Yaampun, keterlaluan sekali.

"Kau mau mengomeliku?" sergah Jin ketika mulutku baru saja terbuka. "Asal kau tahu saja, aku tidak pulang ke kota ini. Ayah menugaskanku di kantor cabang. Dan sialnya di sana terjadi banyak masalah. Aku harus menyelesaikannya satu persatu sampai tidak punya waktu untuk menghubungi calon istriku."

Dahiku mengernyit begitu mendengar kata calon istri. Siapa? Siapa wanita malang yang dikencani perusuh itu? Mungkinkah rekan kuliahnya di luar negeri? Atau, ia balikan dengan kak Nana? Ah, mustahil. Bahkan suara tangis wanita cantik yang usianya tiga tahun di atasku itu masih sering terngiang-ngiang. Dengan penuh kebencian kak Nana mengutuk Jin.

"Kemarin sore aku baru menginjakkan kaki di sini," Jin mengakhiri kalimatnya.

Aku mengangguk dengan mulut terkatup. Dia benar-benar tidak memberiku kesempatan untuk sekadar protes. Ya, protes karena tidak mengunjungi Ayah dan Ibu. Biar bagaimana pun orangtuaku sangat menyayanginya. Sejak dulu, sejak ia masih menggunakan popok.

"Apa kau pernah menyukai seseorang?" tanya Jin tiba-tiba.

"Apa aku harus menjawabnya?" ucapku tersenyum remeh.

"Apa kau mau kuhapus dari kartu keluarga?" kekehnya tidak jelas.

"Apa kau tidak waras? Kita bahkan tidak satu keluarga." Timpalku tak acuh.

"Kau saja yang bodoh."

"Apa?" aku berusaha menatapnya, tapi Jin seakan menghindar. Ia mengalihkan pandangan, "Sudah, ambilkan minum sana. Dan berhentilah memanggilku dengan sebutan kau. Aku ini jauh lebih tua." Cerocosnya terdengar kesal.

"Orang memang tidak mudah berubah. Baik dulu ataupun sekarang kau suka sekali menyuruh-nyuruh," ucapku tidak kalah kesal, tapi masih saja berdiri untuk mengambilkannya air di dapur.

"Ya, orang tidak mudah berubah. Sama halnya perasaan mereka." Cicit Jin.

#end
_
***
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
323
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan