- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Kolaborator Nazi Jerman di Tanah Arab Bernama Syaikh Amin al-Husayni
TS
dragonroar
Kolaborator Nazi Jerman di Tanah Arab Bernama Syaikh Amin al-Husayni
Kolaborator Nazi Jerman di Tanah Arab Bernama Syaikh Amin al-Husayni

Semasa Perang Dunia II (PD II), banyak pihak di seluruh dunia yang bersedia berkolaborasi dengan Nazi Jerman demi tercapainya tujuan politik dari masing-masing pihak tersebut sekaligus memperluas pengaruh persekutuan blok poros. Salah satu dari pihak yang berkolaborasi dengan Nazi Jerman di wilayah Arab adalah Syaikh Amin al-Husayni seorang Mufti Yerusalem.
Biografi Syaikh Amin al-Husayni
Syaikh Muhammad Amin al-Husayni adalah mufti agung Yerusalem antara tahun 1921-1937 di bawah otoritas politik mandat Britania atas Palestina. Syaikh Muhammad Amin al-Husayni lahir pada tahun 1897 di Yerusalem yang masih dikuasai kekaisaran Turki Ottoman. Di Yerusalem, ia menempuh pendidikan di sekolah al-Qur’an, kemudian sekolah menengah pemerintahan Utsmaniyah.
Amin al-Husayni juga pernah belajar di sekolah menengah Katolik yang dijalankan oleh misionaris Perancis bernama Freses dan di Alliance Israelite Universelle yang dijalankan oleh seorang Yahudi. Pada tahun 1912, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar di Kairo dan Dar al-Da’wa wa-Al-Irshad di bawah bimbingan ulama bernama Rashid Rida. Sebelum meletusnya Perang Dunia I, ia mengenyam pendidikan di sekolah administrasi di Konstantinopel (Ningsih, 2022).
Amin al-Husayni berasal dari klan al-Husayni yang terdiri dari orang-orang kaya pemilik tanah di selatan Palestina. Tidak heran jika sebagian besar anggota klan itu menjadi walikota Yerusalem dan penentang Zionisme, termasuk ayah Amin yakni Tahir al-Husayni. Pasca dirinya lulus dari sekolah administrasi, Amin mulai aktif dalam gerakan kemerdekaan Palestina dari Inggris sambil menjadi jurnalis. Ia juga sempat menjadi serdadu Turki Ottoman pada Perang Dunia I.
Pada tahun 1921, Amin al-Husayni diangkat menjadi mufti agung Yerusalem oleh komisi tinggi Inggris bernama Sir Herbert Samuel dan setahun kemudian menjadi ketua dewan tertinggi Muslim bentukan Samuel. Namanya kian diperhitungkan ketika terjadi protes dan serangan terhadap otoritas Inggris dan Yahudi Palestina (Mukthi, 2010).
Hubungan Amin al-Husayni dengan Nazi Jerman
Hubungan antara Nazi Jerman (1933-1945) dan dunia Arab mencakup berbagai hal, mulai dari penghinaan, propaganda, dan kolaborasi. Hubungan politik dan militer yang kooperatif didirikan atas dasar permusuhan bersama terhadap musuh bersama seperti Inggris, Perancis, dan beberapa ideologi seperti komunisme dan zionisme. Landasan kunci lain dari adanya kolaborasi ini adalah anti-semitisme Nazi yang dikagumi oleh beberapa pemimpin Arab, salah satunya Syaikh Amin al-Husayni (Wikipedia).
Kolaborasi yang terjalin antara Nazi Jerman dengan dunia Arab juga dipengaruhi oleh isu-isu mengenai kolonialisme dan kemerdekaan di dunia Arab. Hal ini juga yang memengaruhi Amin al-Husayni yang dikenal sebagai nasionalis Palestina yang anti-Yahudi dan zionisme, terutama saat berdirinya negara Yahudi di wilayah mandat Inggris di Palestina yang kini dikenal dengan Israel. Untuk mencegah berdirinya negara Yahudi, Amin al-Husayni berkolaborasi dengan Nazi Jerman selama Perang Dunia II.
Secara diam-diam Amin al-Husayni bertemu dengan konsul jenderal Jerman bernama Karl Wolf, di dekat laut mati. Dalam pertemuan itu Amin menyatakan dukungannya terhadap boikot anti-Yahudi selain meminta restu dan bantuan untuk mendirikan partai sosialis nasionalis di tanah Arab. Proses pertemuan ini terus berlangsung sampai tanggal 21 Juli 1937 yang mana pada saat itu, Amin menemui konsul jenderal Jerman yang baru di Palestina bernama Hans Dohle. Pada pertemuan itu, Amin kembali menyatakan dukungannya terhadap Jerman melawan kaum Yahudi.
Pada tahun 1938, tawaran serta dukungan Amin diterima Nazi. Sejak saat itu, pada bulan Agustus Amin al-Husayni menerima bantuan keuangan dan militer dari pemerintahan Nazi Jerman dan Fasisme Italia (Srivanto, 2008). Hal ini jelas telah membuat pihak Inggris menjadi marah. Dewan Nasional Yahudi di Palestina, bernama Vaad Leumi berencana untuk membunuh Amin al-Husayni. Proses pembunuhan ini diawali dengan beberapa serangkaian perang hiingga pada akhirnya ketika pasukan Inggris menguasai kota Baghdad. Dengan berakhirnya perlawanan di Irak yang berlangsung selama 40 hari, Amin al-Husayni pun melarikan diri ke Jerman.
Sesampainya di Jerman, Amin al-Husayni bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Joachim von Ribbentrop. Secara resmi Amin al-Husayni bertemu dengan Adolf Hitler pada tanggal 28 November 1941.

Pertemuan Amin al-Husayni dengan Adolf Hitler
Pada pertemuan itu, Amin memulai pembicaraan dengan menyatakan Jerman dan Arab memiliki musuh yang sama, yakni Inggris, Yahudi, dan Komunis. Ia mengusulkan pemberontakan Arab di seluruh Timur Tengah untuk melawan orang Yahudi dan Inggris yang masih menguasai Palestina, Irak, dan Mesir. Serta Perancis yang menguasai Suriah dan Lebanon.
Selain itu, Amin juga meminta kepada Hitler untuk membuat deklarasi publik yang mengakui dan bersimpati terhadap perjuangan Arab dalam mencapai kemerdekaan. Deklarasi tersebut diharapkan juga mendukung penghapusan negara Yahudi di Palestina. Sebaliknya, dalam pertemuan itu, Hitler menjanjikan akan menjadikan Amin al-Husayni sebagai Fuhrer atas seluruh dunia Arab, segera setelah Nazi menyeberangi pegunungan Kaukasus dan melebarkan sayap di wilayah Timur Tengah. Di mata Hitler sendiri, ideologi Islam, khususnya yang terkait dengan jihad dianggap komplementer dengan Nazisme yang bisa digunakan untuk melawan kaum Yahudi (Wibowo, 2022).
Setelah bertemu dengan Hitler, Amin kemudian langsung bertemu dengan kepala SS, Heinrich Himmler. Dalam pertemuan tersebut, Himmler menugaskan Amin untuk merekrut orang-orang Arab ke dalam unit-unit militer yang bertugas di Balkan, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Amin al-Husayni kemudian merealisasikan keinginan Himmler itu pada tahun 1942, dengan dibentuknya Deutsch Arabische Infantire Batalion 845 yang beranggotakan para pemuda Arab Palestina untuk bergabung dengan pasukan Jerman (Wibowo, 2022).
Namun kedekatan atau usaha Amin al-Husayni untuk berkolaborasi dengan Nazi Jerman tidak berlangsung lama. Pasalnya, setelah Nazi Jerman kalah perang, Amin al-Husayni melarikan diri dan mencari perlindungan ke Swiss tetapi ditolak. Ia kemudian ditangkap oleh pasukan Perancis dan ditahan di Constanz. Meskipun agak ganjil jika dilihat dalam usahanya untuk membebaskan Palestina dari penjajahan dan berkolaborasi dengan Nazi Jerman, setidaknya Syaikh Amin al-Husayni masih dianggap sebagai figur pemimpin.
Referensi
Mukthi. (2010, September 7). Nazi Muslim. Retrieved from Historia.id.
Ningsih, W. L. (2022, Agustus 8). Biografi Syaikh Muhammad Amin al-Husaini dan Perannya Untuk Indonesia. Retrieved from Kompas.com.
Srivanto, F. (2008). Kolaborator Nazi (Sepak Terjang Para Simpatisan Nazi Selama Perang Dunia II. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Wibowo, H. (2022). Mengapa Palestina Gagal Merdeka. Jakarta: Neosphere Digdaya Mulia.
https://narasisejarah.id/kolaborator...in-al-husayni/

Semasa Perang Dunia II (PD II), banyak pihak di seluruh dunia yang bersedia berkolaborasi dengan Nazi Jerman demi tercapainya tujuan politik dari masing-masing pihak tersebut sekaligus memperluas pengaruh persekutuan blok poros. Salah satu dari pihak yang berkolaborasi dengan Nazi Jerman di wilayah Arab adalah Syaikh Amin al-Husayni seorang Mufti Yerusalem.
Biografi Syaikh Amin al-Husayni
Syaikh Muhammad Amin al-Husayni adalah mufti agung Yerusalem antara tahun 1921-1937 di bawah otoritas politik mandat Britania atas Palestina. Syaikh Muhammad Amin al-Husayni lahir pada tahun 1897 di Yerusalem yang masih dikuasai kekaisaran Turki Ottoman. Di Yerusalem, ia menempuh pendidikan di sekolah al-Qur’an, kemudian sekolah menengah pemerintahan Utsmaniyah.
Amin al-Husayni juga pernah belajar di sekolah menengah Katolik yang dijalankan oleh misionaris Perancis bernama Freses dan di Alliance Israelite Universelle yang dijalankan oleh seorang Yahudi. Pada tahun 1912, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar di Kairo dan Dar al-Da’wa wa-Al-Irshad di bawah bimbingan ulama bernama Rashid Rida. Sebelum meletusnya Perang Dunia I, ia mengenyam pendidikan di sekolah administrasi di Konstantinopel (Ningsih, 2022).
Amin al-Husayni berasal dari klan al-Husayni yang terdiri dari orang-orang kaya pemilik tanah di selatan Palestina. Tidak heran jika sebagian besar anggota klan itu menjadi walikota Yerusalem dan penentang Zionisme, termasuk ayah Amin yakni Tahir al-Husayni. Pasca dirinya lulus dari sekolah administrasi, Amin mulai aktif dalam gerakan kemerdekaan Palestina dari Inggris sambil menjadi jurnalis. Ia juga sempat menjadi serdadu Turki Ottoman pada Perang Dunia I.
Pada tahun 1921, Amin al-Husayni diangkat menjadi mufti agung Yerusalem oleh komisi tinggi Inggris bernama Sir Herbert Samuel dan setahun kemudian menjadi ketua dewan tertinggi Muslim bentukan Samuel. Namanya kian diperhitungkan ketika terjadi protes dan serangan terhadap otoritas Inggris dan Yahudi Palestina (Mukthi, 2010).
Hubungan Amin al-Husayni dengan Nazi Jerman
Hubungan antara Nazi Jerman (1933-1945) dan dunia Arab mencakup berbagai hal, mulai dari penghinaan, propaganda, dan kolaborasi. Hubungan politik dan militer yang kooperatif didirikan atas dasar permusuhan bersama terhadap musuh bersama seperti Inggris, Perancis, dan beberapa ideologi seperti komunisme dan zionisme. Landasan kunci lain dari adanya kolaborasi ini adalah anti-semitisme Nazi yang dikagumi oleh beberapa pemimpin Arab, salah satunya Syaikh Amin al-Husayni (Wikipedia).
Kolaborasi yang terjalin antara Nazi Jerman dengan dunia Arab juga dipengaruhi oleh isu-isu mengenai kolonialisme dan kemerdekaan di dunia Arab. Hal ini juga yang memengaruhi Amin al-Husayni yang dikenal sebagai nasionalis Palestina yang anti-Yahudi dan zionisme, terutama saat berdirinya negara Yahudi di wilayah mandat Inggris di Palestina yang kini dikenal dengan Israel. Untuk mencegah berdirinya negara Yahudi, Amin al-Husayni berkolaborasi dengan Nazi Jerman selama Perang Dunia II.
Secara diam-diam Amin al-Husayni bertemu dengan konsul jenderal Jerman bernama Karl Wolf, di dekat laut mati. Dalam pertemuan itu Amin menyatakan dukungannya terhadap boikot anti-Yahudi selain meminta restu dan bantuan untuk mendirikan partai sosialis nasionalis di tanah Arab. Proses pertemuan ini terus berlangsung sampai tanggal 21 Juli 1937 yang mana pada saat itu, Amin menemui konsul jenderal Jerman yang baru di Palestina bernama Hans Dohle. Pada pertemuan itu, Amin kembali menyatakan dukungannya terhadap Jerman melawan kaum Yahudi.
Pada tahun 1938, tawaran serta dukungan Amin diterima Nazi. Sejak saat itu, pada bulan Agustus Amin al-Husayni menerima bantuan keuangan dan militer dari pemerintahan Nazi Jerman dan Fasisme Italia (Srivanto, 2008). Hal ini jelas telah membuat pihak Inggris menjadi marah. Dewan Nasional Yahudi di Palestina, bernama Vaad Leumi berencana untuk membunuh Amin al-Husayni. Proses pembunuhan ini diawali dengan beberapa serangkaian perang hiingga pada akhirnya ketika pasukan Inggris menguasai kota Baghdad. Dengan berakhirnya perlawanan di Irak yang berlangsung selama 40 hari, Amin al-Husayni pun melarikan diri ke Jerman.
Sesampainya di Jerman, Amin al-Husayni bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Joachim von Ribbentrop. Secara resmi Amin al-Husayni bertemu dengan Adolf Hitler pada tanggal 28 November 1941.
Pertemuan Amin al-Husayni dengan Adolf Hitler
Pada pertemuan itu, Amin memulai pembicaraan dengan menyatakan Jerman dan Arab memiliki musuh yang sama, yakni Inggris, Yahudi, dan Komunis. Ia mengusulkan pemberontakan Arab di seluruh Timur Tengah untuk melawan orang Yahudi dan Inggris yang masih menguasai Palestina, Irak, dan Mesir. Serta Perancis yang menguasai Suriah dan Lebanon.
Selain itu, Amin juga meminta kepada Hitler untuk membuat deklarasi publik yang mengakui dan bersimpati terhadap perjuangan Arab dalam mencapai kemerdekaan. Deklarasi tersebut diharapkan juga mendukung penghapusan negara Yahudi di Palestina. Sebaliknya, dalam pertemuan itu, Hitler menjanjikan akan menjadikan Amin al-Husayni sebagai Fuhrer atas seluruh dunia Arab, segera setelah Nazi menyeberangi pegunungan Kaukasus dan melebarkan sayap di wilayah Timur Tengah. Di mata Hitler sendiri, ideologi Islam, khususnya yang terkait dengan jihad dianggap komplementer dengan Nazisme yang bisa digunakan untuk melawan kaum Yahudi (Wibowo, 2022).
Setelah bertemu dengan Hitler, Amin kemudian langsung bertemu dengan kepala SS, Heinrich Himmler. Dalam pertemuan tersebut, Himmler menugaskan Amin untuk merekrut orang-orang Arab ke dalam unit-unit militer yang bertugas di Balkan, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Amin al-Husayni kemudian merealisasikan keinginan Himmler itu pada tahun 1942, dengan dibentuknya Deutsch Arabische Infantire Batalion 845 yang beranggotakan para pemuda Arab Palestina untuk bergabung dengan pasukan Jerman (Wibowo, 2022).
Namun kedekatan atau usaha Amin al-Husayni untuk berkolaborasi dengan Nazi Jerman tidak berlangsung lama. Pasalnya, setelah Nazi Jerman kalah perang, Amin al-Husayni melarikan diri dan mencari perlindungan ke Swiss tetapi ditolak. Ia kemudian ditangkap oleh pasukan Perancis dan ditahan di Constanz. Meskipun agak ganjil jika dilihat dalam usahanya untuk membebaskan Palestina dari penjajahan dan berkolaborasi dengan Nazi Jerman, setidaknya Syaikh Amin al-Husayni masih dianggap sebagai figur pemimpin.
Referensi
Mukthi. (2010, September 7). Nazi Muslim. Retrieved from Historia.id.
Ningsih, W. L. (2022, Agustus 8). Biografi Syaikh Muhammad Amin al-Husaini dan Perannya Untuk Indonesia. Retrieved from Kompas.com.
Srivanto, F. (2008). Kolaborator Nazi (Sepak Terjang Para Simpatisan Nazi Selama Perang Dunia II. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Wibowo, H. (2022). Mengapa Palestina Gagal Merdeka. Jakarta: Neosphere Digdaya Mulia.
https://narasisejarah.id/kolaborator...in-al-husayni/
0
349
0
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan