- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Travellers
Kisah Jalan Malioboro Yogyakarta


TS
anakproperty
Kisah Jalan Malioboro Yogyakarta

Jalan Malioboro adalah salah satu jalan paling ikonik di Yogyakarta, Indonesia. Jalan ini memiliki sejarah yang panjang dan bermula pada masa penjajahan Belanda.
Pada awalnya, jalan ini dikenal sebagai "Marlborough Weg" atau jalan Marlborough, dinamai setelah John Churchill, Duke of Marlborough, yang merupakan seorang jenderal Inggris pada abad ke-18. Jalan ini dibangun oleh Belanda pada tahun 1758 sebagai jalan utama di Yogyakarta yang menghubungkan Istana Keraton Yogyakarta dengan Benteng Vredeburg.
Pada tahun 1867, jalan ini diubah namanya menjadi Jalan Malioboro oleh Sultan Hamengkubuwono VI, yang ingin memberikan nama yang lebih lokal dan mudah diucapkan oleh masyarakat. Nama "Malioboro" berasal dari kata "malih" yang berarti menghindari, dan "boro" yang berarti bising atau ramai, yang menggambarkan karakteristik jalan yang sibuk dan penuh dengan pedagang.
Seiring waktu, Jalan Malioboro menjadi pusat perdagangan dan pusat kegiatan budaya di Yogyakarta. Banyak pedagang dan pengrajin yang membangun toko dan rumah di sepanjang jalan ini. Selain itu, jalan ini juga menjadi tujuan wisata populer bagi wisatawan domestik dan internasional.
Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, Jalan Malioboro menjadi tempat perjuangan para pejuang untuk memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Jalan Malioboro tetap menjadi pusat perdagangan dan kegiatan budaya di Yogyakarta, dan menjadi salah satu ikon kota yang paling terkenal di Indonesia.
Jalan Malioboro adalah salah satu jalan paling terkenal di Yogyakarta, Indonesia, dan memiliki banyak kisah menarik di baliknya. Berikut adalah beberapa kisah tentang Jalan Malioboro:
Sejarah Penamaan Jalan Malioboro
Nama "Malioboro" berasal dari bahasa Jawa, yang artinya "menghindari bising". Pada awalnya, jalan ini dikenal sebagai "Marlborough Weg" atau jalan Marlborough, dinamai setelah John Churchill, Duke of Marlborough, seorang jenderal Inggris pada abad ke-18. Namun, pada tahun 1867, Sultan Hamengkubuwono VI mengubah nama jalan tersebut menjadi Jalan Malioboro, karena ingin memberikan nama yang lebih lokal dan mudah diucapkan oleh masyarakat.
Pusat Perdagangan
Jalan Malioboro telah menjadi pusat perdagangan sejak masa penjajahan Belanda. Banyak toko-toko dan pedagang berkumpul di jalan ini, menjadikannya pusat kegiatan ekonomi di Yogyakarta.
Jalan ini merupakan jalan utama yang menghubungkan Istana Keraton Yogyakarta dengan Benteng Vredeburg dan menjadi pusat kegiatan ekonomi di kota tersebut. Pada awalnya, Jalan Malioboro terdiri dari toko-toko milik orang Belanda yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan, pakaian, dan barang-barang rumah tangga.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, banyak pedagang lokal yang membuka toko dan kios di Jalan Malioboro, menjadikannya sebagai pusat perdagangan yang semakin ramai dan sibuk. Banyak pedagang kecil yang menjajakan barang dagangan di pinggir jalan, seperti penjual oleh-oleh khas Yogyakarta seperti bakpia, gudeg, dan kerajinan tangan. Baca Selengkapnya
0
541
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan