

TS
naimatunn5260
WANITA SIMPANAN SUAMIKU Bab 8
WANITA SIMPANAN SUAMIKU
Bab 8
"Apa yang akan didapatkan wanita bodoh itu dengan melaporkan Hanna?" ucap Aldo yang tanpa sadar mengingat kembali senyum yang begitu menakutkan di wajah Hanna semalam.
***
Awan mendung masih menggelayut di langit, begitu juga dengan angin yang mulai berhembus kencang, menerpa dedaunan dan menggoyangkan ranting pohon seperti tubuh seorang penari yang meliuk.
Entah mengapa cuaca seperti begitu cepat berubah. Padahal tadi pagi matahari masih begitu garang memperlihat keperkasaannya. Seolah meyakinkan diri jika tetesan air tak akan mungkin bisa jatuh ke tanah.
Hanna memandang halaman rumahnya dengan tatapan sayu dari teras, niatnya untuk pergi ke suatu tempat, terpaksa ditunda, karena cuaca yang tidak mendukung, ia yakin tak akan lama lagi hujan akan turun.
Ditengah pikirannya yang seakan ingin mempermainkannya, sebuah motor matic berhenti tepat di depan rumahnya. Melihat siapa gerangan yang datang bertamu, sebuah senyuman kini terlukis indah wajahnya.
"Dina, tumben main ke rumahku?" Hanna bangkit dan menyapa.
"Aku sengaja." Sahut Dina sambil membuka helmnya.
"Ayo cepat masuk. Sepertinya tak akan lama lagi hujan akan turun," ajak Hanna sambil membantu Dina mendorong sepeda motornya masuk.
Whusss!
Angin kencang kembali menerbangkan dedaunan yang jatuh di halaman rumah. Cukup kencang hingga membuat tangan dan bahu Hanna tampak sedikit menggigil.
"Anginnya kencang, kelihatannya hujan akan turun cukup deras." Ucap Dina sambil memandang kearah langit yang mulai gelap.
"Ayo cepat masuk!" Hanna mengulang kembali ajakannya
Mereka berdua masuk dengan cepat setelah memastikan sepeda motor milik Dina sudah aman di teras depan. Dina menolak meletakkan sepeda motornya di garasi dan beralasan bahwa dirinya tidak akan lama bertamu.
Mbok Iyem datang dengan dua gelas teh hangat dan dua potong blackforest di atas sebuah piring medium. Melihat wajah Dina yang sudah dikenalnya, Mbok Iyem menyapanya ramah.
"Mbak Dina, udah lama nggak kelihatan, sehat semua Mbak?"
"Alhamdulillah, mbok!"
"Monggo, diminum mbak teh nya, mumpung masih hangat," tawarnya sebelum pergi kembali ke dapur.
"Jadi, ada perlu apa kau datang ke rumahku?" Tanya Hanna begitu melihat mbok Iyem sudah menghilang di balik tembok.
"Lihat ini, status Facebook selingkuhan suamimu! Tadinya aku ingin mengirim tangkapan layarnya padamu, tapi kuputuskan untuk mampir saja ke sini, siapa tahu kau butuh teman bicara," ungkap Dina.
"Status apa yang ditulisnya, tak kusangka ternyata kau berteman dengannya, kau tahu, demua sosial mediaku diblokir olehnya."
"Iya, aku duluan yang mengajaknya berteman, tentu saja dengan akun palsu, ah ... sudahlah tak penting membahasnya, lebih baik kau baca dulu." Ucap Dina lalu menyerahkan ponsel miliknya.
[Melawan wanita gila tak perlu repot-repot, tinggal lapor saja ke polisi, beres kan. Sekarang jamannya pake otak kalau mau balas dendam]
Sebuah foto disematkan dalam status itu. Foto Siska yang berlatar halaman kantor polisi terdekat itu, tak ayal membuat Hanna terkekeh.
"Kau tidak terkejut?" Tanya Dina yang heran
"Tidak, aku malah menunggunya melapor." Perkataan Hanna membuat Dina menggeleng.
"Kau sudah memperkirakannya? Apa rencanamu, Hanna?"
"Tak ada." Jawab Hanna pelan.
Gerimis mulai turun, membuat Hanna mengalihkan pandangannya ke arah jendela kaca ruang tamunya. Tampak tetesan air yang jatuh mulai membasahi daun-daun dari tanaman bunga dan pohon Flamboyan di halaman rumahnya.
"Aldo memang keterlaluan. Ia mencampakkanmu demi wanita mur*han macam lenong itu," geram Dina.
"Mungkin karena servicenya lebih memuaskan dariku," jawab Hanna pelan.
"Service apanya? Jualan lob*ang bawah saja bangganya minta ampun. Dasar pelak0r murahan," maki Dina.
"Aku hanya tak mengerti mengapa Aldo sampai bisa menyakitiku seperti ini, apa kesalahanku? Jika memang dia bosan padaku bukankah lebih baik membicarakan denganku. Jadi aku bisa mengubah diri menjadi apa yang dia inginkan," keluh Hanna dengan pandangan mata nanar memandang ke arah foto pernikahannya yang tergantung di dinding ruang tamu ini.
"Kalian belum saling bicara?"
Hanna menggeleng," tidak, kemarin malam kami ribut, semalam ia hanya pulang sebentar sebentar lalu pergi lagi, entahlah, mungkin kembali ke kontrakan selingk*hannya.
"Tak perlu sedih, lebih baik kau fokus saja bisnismu. Aku yakin suamimu yang tidak waras itu akan menyesal karena telah meninggalkan dirimu." Ujar Dina memberi semangat.
"Iya."
Hanna memang memiliki bisnis sendiri, sebuah kedai kopi yang berkonsep kekinian sudah lebih dulu dirintisnya sebelum menikah dengan Aldo, di bawah tangan dinginnya, bisnis kedai kopi miliknya mulai berkembang hingga memiliki lima cabang di kota ini.
"Iya, dia akan menyesal, aku sudah memperingatkannya. Semoga besok tidak akan turun hujan. Karena banyak sekali yang harus kulakukan." Ucap Hanna berteka-teki.
"Kau tidak ingin memberi tahuku rencanamu?"
"Sebuah kejutan tidak akan berkesan jika sudah lebih dulu diketahui. Kau nikmati saja. Aku akan pastikan jika Mas Aldo dan j4lang selingkuhannya itu akan datang mengemis padaku." Ucap Hanna tersenyum.
"Aku hanya takut jika lelaki itu tidak akan kuat menerima kenyataan. Ada sebuah kenyataan yang belum ia ketahui, sebuah rahasia yang disimpan rapi oleh seseorang selama puluhan tahun," Ucap Hanna dengan sorot mata yang tampak sedih. Membuat Dina sesaat terpaku.
"Bukan rahasia kemandulan suamimu kan?"
Hanna menggeleng pelan.
"Kau kebanyakan baca cerita drama rumah tangga di grup K*M ya?" Hanna terkekeh.
"Lho biasanya kan itu rahasia yang disembunyikan istri dari suaminya yang berselingkuh, terus nanti selingkuhannya hamil dan begitu rahasia kemandulan suaminya terbongkar, maka selingkuhannya di buang," sahut Dina bersemangat.
"Tidak, Mas Aldo tidak mandul, kami berdua sudah memeriksakan diri dan hasilnya positif kami sehat. Tuhan yang memang belum berkehendak untuk kami memiliki anak." Ucap Hanna getir.
"Kau baik-baik saja kan? Tanya Dina yang baru menyadari plester yang tertempel di dahi Hanna dan beberapa sisa lebam di lengannya.
"Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka jatuh."
"Itu bukan luka karena jatuh tapi bekas penganiayaan. Kau akan diam saja, sementara selingkuhan suamimu sudah melaporkanmu lebih dulu?"
"Tenanglah, akan kubuat dia mencabut laporannya. J4lang murahan itu tidak akan bisa memenjarakanku." Ucap Hanna tersenyum penuh arti.
"Terserah kau saja, tapi jika kau butuh bantuan pengacara, Jangan sungkan menelponku." Ujar Dina khawatir.
Bersambung.
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App dan Joylada
Akun KBM App: Rira_Faradina
Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/cc54...e-292d28ea128b
Bab 8
"Apa yang akan didapatkan wanita bodoh itu dengan melaporkan Hanna?" ucap Aldo yang tanpa sadar mengingat kembali senyum yang begitu menakutkan di wajah Hanna semalam.
***
Awan mendung masih menggelayut di langit, begitu juga dengan angin yang mulai berhembus kencang, menerpa dedaunan dan menggoyangkan ranting pohon seperti tubuh seorang penari yang meliuk.
Entah mengapa cuaca seperti begitu cepat berubah. Padahal tadi pagi matahari masih begitu garang memperlihat keperkasaannya. Seolah meyakinkan diri jika tetesan air tak akan mungkin bisa jatuh ke tanah.
Hanna memandang halaman rumahnya dengan tatapan sayu dari teras, niatnya untuk pergi ke suatu tempat, terpaksa ditunda, karena cuaca yang tidak mendukung, ia yakin tak akan lama lagi hujan akan turun.
Ditengah pikirannya yang seakan ingin mempermainkannya, sebuah motor matic berhenti tepat di depan rumahnya. Melihat siapa gerangan yang datang bertamu, sebuah senyuman kini terlukis indah wajahnya.
"Dina, tumben main ke rumahku?" Hanna bangkit dan menyapa.
"Aku sengaja." Sahut Dina sambil membuka helmnya.
"Ayo cepat masuk. Sepertinya tak akan lama lagi hujan akan turun," ajak Hanna sambil membantu Dina mendorong sepeda motornya masuk.
Whusss!
Angin kencang kembali menerbangkan dedaunan yang jatuh di halaman rumah. Cukup kencang hingga membuat tangan dan bahu Hanna tampak sedikit menggigil.
"Anginnya kencang, kelihatannya hujan akan turun cukup deras." Ucap Dina sambil memandang kearah langit yang mulai gelap.
"Ayo cepat masuk!" Hanna mengulang kembali ajakannya
Mereka berdua masuk dengan cepat setelah memastikan sepeda motor milik Dina sudah aman di teras depan. Dina menolak meletakkan sepeda motornya di garasi dan beralasan bahwa dirinya tidak akan lama bertamu.
Mbok Iyem datang dengan dua gelas teh hangat dan dua potong blackforest di atas sebuah piring medium. Melihat wajah Dina yang sudah dikenalnya, Mbok Iyem menyapanya ramah.
"Mbak Dina, udah lama nggak kelihatan, sehat semua Mbak?"
"Alhamdulillah, mbok!"
"Monggo, diminum mbak teh nya, mumpung masih hangat," tawarnya sebelum pergi kembali ke dapur.
"Jadi, ada perlu apa kau datang ke rumahku?" Tanya Hanna begitu melihat mbok Iyem sudah menghilang di balik tembok.
"Lihat ini, status Facebook selingkuhan suamimu! Tadinya aku ingin mengirim tangkapan layarnya padamu, tapi kuputuskan untuk mampir saja ke sini, siapa tahu kau butuh teman bicara," ungkap Dina.
"Status apa yang ditulisnya, tak kusangka ternyata kau berteman dengannya, kau tahu, demua sosial mediaku diblokir olehnya."
"Iya, aku duluan yang mengajaknya berteman, tentu saja dengan akun palsu, ah ... sudahlah tak penting membahasnya, lebih baik kau baca dulu." Ucap Dina lalu menyerahkan ponsel miliknya.
[Melawan wanita gila tak perlu repot-repot, tinggal lapor saja ke polisi, beres kan. Sekarang jamannya pake otak kalau mau balas dendam]
Sebuah foto disematkan dalam status itu. Foto Siska yang berlatar halaman kantor polisi terdekat itu, tak ayal membuat Hanna terkekeh.
"Kau tidak terkejut?" Tanya Dina yang heran
"Tidak, aku malah menunggunya melapor." Perkataan Hanna membuat Dina menggeleng.
"Kau sudah memperkirakannya? Apa rencanamu, Hanna?"
"Tak ada." Jawab Hanna pelan.
Gerimis mulai turun, membuat Hanna mengalihkan pandangannya ke arah jendela kaca ruang tamunya. Tampak tetesan air yang jatuh mulai membasahi daun-daun dari tanaman bunga dan pohon Flamboyan di halaman rumahnya.
"Aldo memang keterlaluan. Ia mencampakkanmu demi wanita mur*han macam lenong itu," geram Dina.
"Mungkin karena servicenya lebih memuaskan dariku," jawab Hanna pelan.
"Service apanya? Jualan lob*ang bawah saja bangganya minta ampun. Dasar pelak0r murahan," maki Dina.
"Aku hanya tak mengerti mengapa Aldo sampai bisa menyakitiku seperti ini, apa kesalahanku? Jika memang dia bosan padaku bukankah lebih baik membicarakan denganku. Jadi aku bisa mengubah diri menjadi apa yang dia inginkan," keluh Hanna dengan pandangan mata nanar memandang ke arah foto pernikahannya yang tergantung di dinding ruang tamu ini.
"Kalian belum saling bicara?"
Hanna menggeleng," tidak, kemarin malam kami ribut, semalam ia hanya pulang sebentar sebentar lalu pergi lagi, entahlah, mungkin kembali ke kontrakan selingk*hannya.
"Tak perlu sedih, lebih baik kau fokus saja bisnismu. Aku yakin suamimu yang tidak waras itu akan menyesal karena telah meninggalkan dirimu." Ujar Dina memberi semangat.
"Iya."
Hanna memang memiliki bisnis sendiri, sebuah kedai kopi yang berkonsep kekinian sudah lebih dulu dirintisnya sebelum menikah dengan Aldo, di bawah tangan dinginnya, bisnis kedai kopi miliknya mulai berkembang hingga memiliki lima cabang di kota ini.
"Iya, dia akan menyesal, aku sudah memperingatkannya. Semoga besok tidak akan turun hujan. Karena banyak sekali yang harus kulakukan." Ucap Hanna berteka-teki.
"Kau tidak ingin memberi tahuku rencanamu?"
"Sebuah kejutan tidak akan berkesan jika sudah lebih dulu diketahui. Kau nikmati saja. Aku akan pastikan jika Mas Aldo dan j4lang selingkuhannya itu akan datang mengemis padaku." Ucap Hanna tersenyum.
"Aku hanya takut jika lelaki itu tidak akan kuat menerima kenyataan. Ada sebuah kenyataan yang belum ia ketahui, sebuah rahasia yang disimpan rapi oleh seseorang selama puluhan tahun," Ucap Hanna dengan sorot mata yang tampak sedih. Membuat Dina sesaat terpaku.
"Bukan rahasia kemandulan suamimu kan?"
Hanna menggeleng pelan.
"Kau kebanyakan baca cerita drama rumah tangga di grup K*M ya?" Hanna terkekeh.
"Lho biasanya kan itu rahasia yang disembunyikan istri dari suaminya yang berselingkuh, terus nanti selingkuhannya hamil dan begitu rahasia kemandulan suaminya terbongkar, maka selingkuhannya di buang," sahut Dina bersemangat.
"Tidak, Mas Aldo tidak mandul, kami berdua sudah memeriksakan diri dan hasilnya positif kami sehat. Tuhan yang memang belum berkehendak untuk kami memiliki anak." Ucap Hanna getir.
"Kau baik-baik saja kan? Tanya Dina yang baru menyadari plester yang tertempel di dahi Hanna dan beberapa sisa lebam di lengannya.
"Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka jatuh."
"Itu bukan luka karena jatuh tapi bekas penganiayaan. Kau akan diam saja, sementara selingkuhan suamimu sudah melaporkanmu lebih dulu?"
"Tenanglah, akan kubuat dia mencabut laporannya. J4lang murahan itu tidak akan bisa memenjarakanku." Ucap Hanna tersenyum penuh arti.
"Terserah kau saja, tapi jika kau butuh bantuan pengacara, Jangan sungkan menelponku." Ujar Dina khawatir.
Bersambung.
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App dan Joylada
Akun KBM App: Rira_Faradina
Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/cc54...e-292d28ea128b
0
709
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan