

TS
naimatunn5260
KEHAMILANKU BARU DIKETAHUI USAI SIDANG IKRAR TALAK Bab (3)
KEHAMILANKU BARU DIKETAHUI USAI SIDANG IKRAR TALAK
Bab (3)
Riky melangkahkan kakinya setengah berlari. Dia berusaha mengejar Kia dan Anisa.
"Berhenti, Kia!" Teriaknya memanggil perempuan yang tengah mengandung anaknya itu.
Kia mempercepat langkahnya. Dia mencoba menghindari lelaki yang berteriak memanggilnya.
"Apa tidak sebaiknya kamu menerima tawaran Riky? Biarkan dia mengantarkan kita pulang," ucap Anisa setengah berbisik.
Raut wajah Kia mendadak berubah. Dia terlihat tidak suka dengan saran kakaknya. "Aku tidak mau, Kak. Kalau kakak mau, silakan saja," ucapnya sembari mempercepat langkah.
"Kia!" Panggil Riky sekali lagi. Dia bergerak meraih tangan Kia. Membuat perempuan itu terhenti. Sesaat menampik tangan besar itu.
"Apa lagi maumu, Mas? Kamu mau mengantarku pulang ke rumah orang tuaku? Lalu menemui ibu? Memberitahu beliau kalau kita susah bercerai? Begitu?" ucap Kia dengan sepasang mata yang berkaca.
Kia mengangkat wajahnya berusaha menahan air mata yang mengambang di pelupuknya. Sebentar kemudian kembali menatap lelaki di hadapannya. "Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiranmu sekarang, Mas. Kamu tidak perlu repot-repot memberitahu perceraian ini pada ibu. Biar aku sendiri yang memberitahunya suatu saat nanti di waktu yang tepat. Kamu juga tidak perlu ikut campur urusanku, Mas."
"Karena ... Aku bukan lagi istrimu!" ucap Kia menekankan.
Diam. Tidak ada lagi yang berbicara.
"Ehm ... anggap saja ini bentuk kepedulianku pada anakku," ujar Riky hati-hati. Dia tahu kalau perempuan di hadapannya itu benar-benar marah. Makanya dia berbicara sangat hati-hati.
Kia mengacungkan telunjuk tepat di depan dada bidang Riky. "Pedulikan saja istri barumu!" Dia menatap Riky sebentar. Sesaat kemudian, Ia melengos dan berjalan pergi.
Riky tidak pernah membayangkan sikap Kia akan seperti ini. Selama ini yang Ia tahu, Kia adalah sosok perempuan lemah lembut, penyabar, penyayang dan sedikit manja. Oh, iya. Seringkali Kia mengalah dengan setiap keputusan yang Riky buat. Dia juga tidak pernah berkata kasar kepada siapapun. Apalagi kepada suaminya.
Tapi sekarang berbeda. Sikap Kia sangatlah berbeda. Perubahan itu terjadi semenjak Riky memutuskan untuk memulangkan perempuan itu kepada orang tuanya.
Hujan tidak akan turun tanpa mendung. Begitulah peribahasanya.
Sikap Kia kepada Riky berubah karena ulah lelaki itu sendiri. Keputusan yang Riky buat untuk memulangkan Kia kepada orang tuanya membuat perempuan itu sangat terpukul. Kesetiaan dan kesucian cinta kepada orang yang menikahinya harus dibayar dengan sebuah perpisahan. Hanya karena alasan belum dikarunia seorang anak.
Keputusan Riky memang konyol. Pertimbangannya sama sekali tidak matang dan tepat. Pertimbanganya hanya pada vonis satu dokter yang mengatakan kalau Kia tidak bisa hamil. Selebihnya, Riky terbujuk oleh orang-orang di sekitarnya.
"Apa kamu yakin Kia bisa hamil? Sudah tiga tahun kalian menikah. Tapi belum dikaruniai anak juga. Ibu dulu aja sebulan setelah menikah langsung hamil. Jangan-jangan dia ...."
Riky menyela. "Jangan katakan itu, Ibu. Kita menikah baru memasuki tahun ketiga. Itu belum ada apa-apanya dibanding orang-orang di luaran sana. Mungkin Allah belum menitipkan anak kepada kita berdua karena dirasa kita belum siap dan mumpuni, Bu," ujarnya bijak.
Seringnya Riky menjawab dengan kalimat bijak setiap ibunya membahas tentang kehamilan Kia.
"Apa kamu lupa kalau kamu ini anak tunggal? Kamu punya tanggungan memberikan penerus untuk keluarga ini. Apa kamu lupa itu, Riky?"
"Suatu saat pasti Kia akan hamil, Bu. Mungkin memang belum saatnya kami dititipi seorang anak."
"Tidak, Ky. Ibu tidak bisa menunggu lama-lama. Ibu sudah tua. Sementara kita tidak tahu kapan ajal akan menghampiri. Bisa saja sekarang, esok atau lusa. Kita tidak tahu, Riky. Jangan sampai kamu menyesal karena tidak memenuhi keinginan Ibu."
Sejak saat itu Riky selalu terngiang dengan ucapan ibunya. Benar apa yang dikatakan perempuan yang telah melahirkannya.
Esok lagi, Bu Murni akan membujuk anak semata wayangnya agar mau menikah lagi dengan perempuan yang kemungkinan besar akan mempunyai anak.
Hingga terbujuklah Riky hingga membuat keputusan bodoh dan konyol. Memulangkan Kia kepada orang tuanya beberapa hari usai memeriksakan kondisi kesehatan alat reproduksinya.
Tin! Tin! Tin!
Terdengar suara klakson mobil yang membuat lamunan Riky buyar. Ia baru menyadari kalau sejak tadi berdiri mematung menatap kepergian Kia dan kakaknya sampai punggung keduanya menghilang.
Bodohnya Riky. Barang membujuk Kia mengantarkan pulang saja tidak bisa.
***
Kia di jok belakang taksi online yang dipesan Anisa. Kepalanya menunduk lesu seraya memilin jari-jarinya di atas pangkuan. Wajah dan sorot matanya menyiratkan kalau perempuan itu sedang resah dan gelisah.
Anisa yang melihat adiknya seperti itu hanya diam membisu. Dia tahu betapa dalam kesedihan yang meliputi hati Kia.
Anisa mengusap punggung adiknya. "Ungkapkan kesedihanku pada kakak, Kia. Berbagilah apa yang kamu rasakan saat ini dengan kakak. Jangan pendam kesedihan itu sendirian."
Ragu-ragu Kia mengangkat wajah. Lalu menatap manik mata Kak Nisa--panggilan akrabnya. "Sekarang Kia menyandang status janda, Kak. Sementara di dalam perut ini ada seorang bayi." Ia mengusap lembut perutnya. "Apa yang akan orang-orang katakan saat melihat bayi ini lahir tanpa bapak?"
Air mata menetes sesaat setelah Kia mengedipkan mata. "Pasti orang-orang melabel Kia sebagai perempuan serong dan tidak benar. Suami mana yang tega menceraikan istrinya dalam kondisi hamil? Pasti mereka akan berpikir begitu. Pasti akan muncul spekulasi-spekulasi lainnya yang mungkin lebih buruk, Kak," ucapnya sembari memeluk Kak Anisa.
"Pikirkan baik-baik Kia. Sepertinya Riky menyesal sekarang saat mengetahui kalau kamu hamil. Ada kemungkinan dia meminta rujuk dan kembali kepadamu."
"Dia sudah menikah dengan perempuan lain, Kak. Bagaimana mungkin Kia bisa mengambil keputusan setega itu. Membiarkan perempuan lain tersakiti demi kebahagiaan Kia sendiri?"
Sejenak keduanya diam.
"Cobalah berpikir jernih. Minta petunjuk kepada Allah agar diberikan jalan terbaik. Pasti Allah akan menjawabnya."
Kia mengangguk pelan dengan derai air mata. Dia menangis tersedu. Tangisannya sungguh terdengar pilu.
Selama perjalan pulang menuju rumah orang tuanya, Kia terus berderai air mata. Dia luapkan segala keluh kesah dan kesedihannya kepada Anisa. Hanya dengan Anisa lah Kia bisa terbuka. Berbagi suka kala bahagia dan berbagi duka kala merasa sedih.
Bagi Kia, Anisa adalah kakak terbaik. Dia juga orang yang paling mengerti diri Kia setelah ibu.
Setelah beberapa menit menembus jalanan yang tidak terlalu ramai, akhirnya sopir menghentikan taksinya di depan rumah orang tua Kia. Keduanya bergegas turun usai membayar ongkos.
Taksi berlalu pergi. Sementara Anisa dan Kia berjalan menuju halaman rumah orang tua mereka. Anisa yang memasukkan dompetnya berjalan sambil menunduk. Sedangkan Kia menatap lurus.
Mendadak langkah Kia terhenti. Kedua netranya terbelalak menatap pemandangan dua orang yang duduk berdampingan di depan teras rumah. Bibirnya sedikit menganga. Dahinya mengernyit.
"Dia ...," gumam Kia lirih. "Kenapa dia ada di sini?"
Bersambung.
Cerita ini sudah tamat. Baca selengkapnya di KBM App.
Akun: Kiswaa
Judul: KEHAMILANKU BARU DIKETAHUI USAI SIDANG IKRAR TALAK
https://read.kbm.id/book/detail/8ecc...e-292d28ea128b
Bab (3)
Riky melangkahkan kakinya setengah berlari. Dia berusaha mengejar Kia dan Anisa.
"Berhenti, Kia!" Teriaknya memanggil perempuan yang tengah mengandung anaknya itu.
Kia mempercepat langkahnya. Dia mencoba menghindari lelaki yang berteriak memanggilnya.
"Apa tidak sebaiknya kamu menerima tawaran Riky? Biarkan dia mengantarkan kita pulang," ucap Anisa setengah berbisik.
Raut wajah Kia mendadak berubah. Dia terlihat tidak suka dengan saran kakaknya. "Aku tidak mau, Kak. Kalau kakak mau, silakan saja," ucapnya sembari mempercepat langkah.
"Kia!" Panggil Riky sekali lagi. Dia bergerak meraih tangan Kia. Membuat perempuan itu terhenti. Sesaat menampik tangan besar itu.
"Apa lagi maumu, Mas? Kamu mau mengantarku pulang ke rumah orang tuaku? Lalu menemui ibu? Memberitahu beliau kalau kita susah bercerai? Begitu?" ucap Kia dengan sepasang mata yang berkaca.
Kia mengangkat wajahnya berusaha menahan air mata yang mengambang di pelupuknya. Sebentar kemudian kembali menatap lelaki di hadapannya. "Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiranmu sekarang, Mas. Kamu tidak perlu repot-repot memberitahu perceraian ini pada ibu. Biar aku sendiri yang memberitahunya suatu saat nanti di waktu yang tepat. Kamu juga tidak perlu ikut campur urusanku, Mas."
"Karena ... Aku bukan lagi istrimu!" ucap Kia menekankan.
Diam. Tidak ada lagi yang berbicara.
"Ehm ... anggap saja ini bentuk kepedulianku pada anakku," ujar Riky hati-hati. Dia tahu kalau perempuan di hadapannya itu benar-benar marah. Makanya dia berbicara sangat hati-hati.
Kia mengacungkan telunjuk tepat di depan dada bidang Riky. "Pedulikan saja istri barumu!" Dia menatap Riky sebentar. Sesaat kemudian, Ia melengos dan berjalan pergi.
Riky tidak pernah membayangkan sikap Kia akan seperti ini. Selama ini yang Ia tahu, Kia adalah sosok perempuan lemah lembut, penyabar, penyayang dan sedikit manja. Oh, iya. Seringkali Kia mengalah dengan setiap keputusan yang Riky buat. Dia juga tidak pernah berkata kasar kepada siapapun. Apalagi kepada suaminya.
Tapi sekarang berbeda. Sikap Kia sangatlah berbeda. Perubahan itu terjadi semenjak Riky memutuskan untuk memulangkan perempuan itu kepada orang tuanya.
Hujan tidak akan turun tanpa mendung. Begitulah peribahasanya.
Sikap Kia kepada Riky berubah karena ulah lelaki itu sendiri. Keputusan yang Riky buat untuk memulangkan Kia kepada orang tuanya membuat perempuan itu sangat terpukul. Kesetiaan dan kesucian cinta kepada orang yang menikahinya harus dibayar dengan sebuah perpisahan. Hanya karena alasan belum dikarunia seorang anak.
Keputusan Riky memang konyol. Pertimbangannya sama sekali tidak matang dan tepat. Pertimbanganya hanya pada vonis satu dokter yang mengatakan kalau Kia tidak bisa hamil. Selebihnya, Riky terbujuk oleh orang-orang di sekitarnya.
"Apa kamu yakin Kia bisa hamil? Sudah tiga tahun kalian menikah. Tapi belum dikaruniai anak juga. Ibu dulu aja sebulan setelah menikah langsung hamil. Jangan-jangan dia ...."
Riky menyela. "Jangan katakan itu, Ibu. Kita menikah baru memasuki tahun ketiga. Itu belum ada apa-apanya dibanding orang-orang di luaran sana. Mungkin Allah belum menitipkan anak kepada kita berdua karena dirasa kita belum siap dan mumpuni, Bu," ujarnya bijak.
Seringnya Riky menjawab dengan kalimat bijak setiap ibunya membahas tentang kehamilan Kia.
"Apa kamu lupa kalau kamu ini anak tunggal? Kamu punya tanggungan memberikan penerus untuk keluarga ini. Apa kamu lupa itu, Riky?"
"Suatu saat pasti Kia akan hamil, Bu. Mungkin memang belum saatnya kami dititipi seorang anak."
"Tidak, Ky. Ibu tidak bisa menunggu lama-lama. Ibu sudah tua. Sementara kita tidak tahu kapan ajal akan menghampiri. Bisa saja sekarang, esok atau lusa. Kita tidak tahu, Riky. Jangan sampai kamu menyesal karena tidak memenuhi keinginan Ibu."
Sejak saat itu Riky selalu terngiang dengan ucapan ibunya. Benar apa yang dikatakan perempuan yang telah melahirkannya.
Esok lagi, Bu Murni akan membujuk anak semata wayangnya agar mau menikah lagi dengan perempuan yang kemungkinan besar akan mempunyai anak.
Hingga terbujuklah Riky hingga membuat keputusan bodoh dan konyol. Memulangkan Kia kepada orang tuanya beberapa hari usai memeriksakan kondisi kesehatan alat reproduksinya.
Tin! Tin! Tin!
Terdengar suara klakson mobil yang membuat lamunan Riky buyar. Ia baru menyadari kalau sejak tadi berdiri mematung menatap kepergian Kia dan kakaknya sampai punggung keduanya menghilang.
Bodohnya Riky. Barang membujuk Kia mengantarkan pulang saja tidak bisa.
***
Kia di jok belakang taksi online yang dipesan Anisa. Kepalanya menunduk lesu seraya memilin jari-jarinya di atas pangkuan. Wajah dan sorot matanya menyiratkan kalau perempuan itu sedang resah dan gelisah.
Anisa yang melihat adiknya seperti itu hanya diam membisu. Dia tahu betapa dalam kesedihan yang meliputi hati Kia.
Anisa mengusap punggung adiknya. "Ungkapkan kesedihanku pada kakak, Kia. Berbagilah apa yang kamu rasakan saat ini dengan kakak. Jangan pendam kesedihan itu sendirian."
Ragu-ragu Kia mengangkat wajah. Lalu menatap manik mata Kak Nisa--panggilan akrabnya. "Sekarang Kia menyandang status janda, Kak. Sementara di dalam perut ini ada seorang bayi." Ia mengusap lembut perutnya. "Apa yang akan orang-orang katakan saat melihat bayi ini lahir tanpa bapak?"
Air mata menetes sesaat setelah Kia mengedipkan mata. "Pasti orang-orang melabel Kia sebagai perempuan serong dan tidak benar. Suami mana yang tega menceraikan istrinya dalam kondisi hamil? Pasti mereka akan berpikir begitu. Pasti akan muncul spekulasi-spekulasi lainnya yang mungkin lebih buruk, Kak," ucapnya sembari memeluk Kak Anisa.
"Pikirkan baik-baik Kia. Sepertinya Riky menyesal sekarang saat mengetahui kalau kamu hamil. Ada kemungkinan dia meminta rujuk dan kembali kepadamu."
"Dia sudah menikah dengan perempuan lain, Kak. Bagaimana mungkin Kia bisa mengambil keputusan setega itu. Membiarkan perempuan lain tersakiti demi kebahagiaan Kia sendiri?"
Sejenak keduanya diam.
"Cobalah berpikir jernih. Minta petunjuk kepada Allah agar diberikan jalan terbaik. Pasti Allah akan menjawabnya."
Kia mengangguk pelan dengan derai air mata. Dia menangis tersedu. Tangisannya sungguh terdengar pilu.
Selama perjalan pulang menuju rumah orang tuanya, Kia terus berderai air mata. Dia luapkan segala keluh kesah dan kesedihannya kepada Anisa. Hanya dengan Anisa lah Kia bisa terbuka. Berbagi suka kala bahagia dan berbagi duka kala merasa sedih.
Bagi Kia, Anisa adalah kakak terbaik. Dia juga orang yang paling mengerti diri Kia setelah ibu.
Setelah beberapa menit menembus jalanan yang tidak terlalu ramai, akhirnya sopir menghentikan taksinya di depan rumah orang tua Kia. Keduanya bergegas turun usai membayar ongkos.
Taksi berlalu pergi. Sementara Anisa dan Kia berjalan menuju halaman rumah orang tua mereka. Anisa yang memasukkan dompetnya berjalan sambil menunduk. Sedangkan Kia menatap lurus.
Mendadak langkah Kia terhenti. Kedua netranya terbelalak menatap pemandangan dua orang yang duduk berdampingan di depan teras rumah. Bibirnya sedikit menganga. Dahinya mengernyit.
"Dia ...," gumam Kia lirih. "Kenapa dia ada di sini?"
Bersambung.
Cerita ini sudah tamat. Baca selengkapnya di KBM App.
Akun: Kiswaa
Judul: KEHAMILANKU BARU DIKETAHUI USAI SIDANG IKRAR TALAK
https://read.kbm.id/book/detail/8ecc...e-292d28ea128b
0
697
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan