

TS
naimatunn5260
Benih Pria Lain Di Rahimku
Benih Pria Lain Di Rahimku
Hari itu, adalah hari kepulanganku dari negara tempatku bekerja sebagai pahlawan devisa. Setelah melalui proses yang cukup panjang. Meminta izin pulang pada Boss ku pun sempat mengalami perdebatan yang cukup alot. Hal itu karena memang kontrak kerjaku yang belum selesai. Masih tersisa sepuluh bulan lagi kontrak kerjaku bersamanya. Tapi diri ini, sudah mantap untuk pulang ke kampung halaman. Aku mempunyai alasan kuat untuk hal itu. Dan aku ingin segera pulang. Bukan karena merindukan suamiku, melainkan karena alasan yang lain.
Aku, Arisa Yuliana usiaku sudah genap 24 tahun. Dua tahun yang lalu aku nekat memutuskan untuk pergi mendulang Rupiah di negeri Formosa, Taiwan. Meninggalkan suamiku di kampung. Meski dengan berat hati pada awalnya akhirnya suamiku mau mengizinkanku pergi. Alasanku, karena ingin melupakan kesedihan pasca kepergian putri semata wayangku. Kesedihan masih menjalari hati, di usia 9 bulan, Tuhan lebih sayang pada Anova, putriku hingga secepat itu Tuhan mengambilnya lagi.
Siapa sangka kepergianku justru menjadi petaka bagiku. Kepulanganku kali ini, harus menjadi aib yang tak terelakkan lagi. Entah bagaimana, Aku akan menghadapi kemurkaan suamiku nantinya.
***
Dan di sinilah aku, berada di bandara Taoyuan bersama kekasih yang menemaniku selama ini. Pun juga lelaki itu merupakan ayah biologis dari janin yang tengah kukandung. Meskipun aku masih memiliki suami. Begitupun dengannya yang juga masih memiliki istri di kampung halamannya. Tapi, cinta kami terlanjur tumbuh dengan liarnya tanpa dapat ku cegah.
"Janji, kamu juga pulang setelah ini." Lagi, aku meminta kepastiannya untuk pulang dan menikahiku.
Sebenarnya bisa saja kami menikah siri di sana. Hanya saja kandunganku sudah memasuki trimester kedua. Akan sangat merepotlan juga jika terpaksa melahirkannya di sini. Tentunya, untuk kembali pulang ke kampun akan lebih sulit. Dan juga usia kandunganku yang semakin membesar tidak dapat memungkinkanku untuk tetap bekerja. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap bayi yang kukandung. Mau tak mau aku memutuskan pulang ke kampung. Meski harus membawa aib.
"Aku janji. Pokoknya kamu tenang aja. Dua bulan lagi kontrakku habis. Aku pasti pulang untukmu, dan bayi kita." Janjinya meyakinkanku yang masih diselimuti keraguan.
Aku pun memeluknya erat. Seperti enggan berpisah darinya. Dua bulan waktu yang cukup lama bagiku. Entah apakah aku sanggup menahan rindu untuknya
Selama ini, setiap 2 minggu sekali aku menghabiskan waktu bersama Mas Dika. Menjalin kasih layaknya suami istri. Rasa nyaman yang ia beri terlanjur menjadi candu untukku. Hingga membuatku mengabaikan suamiku. Selama bersamanya, rasa cintaku pada Mas Nandi terkikis begitu saja. Mas Dika selalu membuatku mabuk kepayang hingga enggan berpisah darinya.
Dosa. Hubungan kami memang berkubang dalam lumpur dosa. Dosa mengkhianati pasangan kami satu sama lain. Pun dosa telah menodai janji suci pernikahan. Namun, kami abaikan hal itu. Kami terlanjur mencintai, walaupun ku tahu bukan cinta yang tulus dan murni. Perasaan itu, hanya pelampiasan nafsu dan gairah, yang menyamarkan diri sebagai cinta.
***
Sesampainya di bandara Soetta, aku menghubungi supir travel yang sudah dipesan Mas Dika untuk mengantarku pulang. Sengaja aku tak memberi kabar pada keluarga di rumah. Biarlah, biar kepulanganku ini menjadi kejutan bagi mereka.
Perjalanan akan memakan waktu kurang lebih 4 jam. Aku memejamkan mata yang lelah akibat perjalanan udara yang juga cukup lama. Kurang lebih hampir 6 jam lamanya. Sangat melelahkan.
Sekilas terbayang bagaimana reaksi Mas Nandi, suamiku. Bagaimana penjelasan yang akan terucap dari bibir ini. Apa keputusan yang harus ku perbuat nanti.
Kepalaku terasa semakin pening dan nyeri memikirkannya. Akhirnya kuputuskan untuk lelap dalam tidur. Tak usah kuhiraukan. Pikir belakangan, yang terjadi, terjadilah. Begitu pikirku.
***
"Mbak, bangun udah hampir deket ini sama alamat rumah Mbaknya." Suara sang supir berhasil membangunkanku. Aku mengucek mata perlahan. Kulihat sekeliling. Benar, daerah ini sudah dekat dengan rumahku. Meski jalanan tampak gelap karena senja telah beranjak petang. Aku masih mengenali daerah sekitaran rumahku itu.
Mobil masih melaju pelan, aku pun memberi instruksi pada Sang supir. Di depan sudah nampak gang masuk rumahku.
"Depan, belok kanan ya, Bang,' titahku sembari menunjuk ke arah gang di depan.
"Siap."ia menganggukkan kepala. Tak lama mobil pun berbelok, sekitar 100 meter dari jalan utama, aku memintanya menghentikan mobilnya.
"Stop disini ,Bang," ucapku.
Aku pun bersiap turun, Bang Supri , supir travel itu membantu menurunkan dua koper dan beberapa barang bawaanku. Membawanya hingga di depan rumah. Aku memberikan selembar uang merah padanya sebagai tip.
Pukul 7.30 malam saat aku tiba di rumah. Rumah tampak sepi dari luar, kulirik samping rumah tempat Uwakku tinggal. Sepi juga.
Akhirnya kuketuk pintu pelan. Merapikan sedikit rambutku. Menunggu suamiku membukakan pintu. Tak lama pintu pun terbuka. Aku mendapati wajah terkejut suamiku dengan kepulanganku yang tiba-tiba ini.
"Dek, kamu ...." ucapannya terhenti seraya mengamatiku dari ujung kepala hingga kaki.
"Kejutaan...!" sorakku sumringah. Ia terheran apalagi dulu saat pergi aku mengenakan hijab yang membungkus kepala. Kini, hanya pakaian ketat yang kupakai. Menambah keheranan Mas Nandi melihat penampilanku berubah seperti ini.
"Ayo masuk, Dek. Kok gak bilang mau pulang. Aku kan bisa jemput kamu," ujar lelaki yang masih mengenakan sarung, baju koko dan peci itu, sesaat setelah tersadar dari lamunannya. Dan segera memapahku masuk ke rumah.
"Kalo gitu bukan kejutan donk namanya, Mas." Aku duduk di sofa yang berbentuk letter L itu.
"Aku buatkan makanan dan minum ya, Dek. Kamu pasti lapar," ucapnya. Aku hanya mengangguk pelan. Seraya merebahkan diri di sofa.
Ia masih sibuk memindahkan barang-barangku ke dalam rumah. Setelah selesai, Mas Nandi lantas melangkahkan kaki ke dapur. Entahlah. Mungkin sedang menyiapkan makanan dan minuman untukku.
Aku terlonjak saat hampir terbuai mimpi. Ah, aku lupa mengabari Mas Dika kalau sudah sampai di rumah dengan selamat.
Aku pun mengeluarkan gawai dan mengetik sebuah pesan untuknya. Tak lama telepon berdering. Panggilan Whatsapp darinya. Aku bingung. Antara mau mengangkat atau mengabaikannya.
Akhirnya aku menyelonong masuk ke kamar dan menerima panggilan darinya. Aku pun larut dalam percakapan telepon meski dengan bisik-bisik manja.
"Gimana kabar dede Utun?" Tanya Mas Dika dari seberang sana.
Aku terkikik geli, "Utun baik-baik saja, Mas. Mas tenang aja," sahutku seraya mengusap-usap perut yang mulai membuncit.
Prraangg ....
Suara piring terjatuh, aku menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati Mas Nandi mematung menatapku di ambang pintu kamar. Nasi goreng dan segelas teh hangat berserakan di lantai. Aku gugup, mungkinkah perkataanku tadi di dengar olehnya.
Wajah Mas Nandi tampak merah padam seperti tengah menahan amarah. Dadanya naik turun meredam emosi. Benar. Sepertinya ia telah mendengar semuanya. Apa yang harus ku lakukan sekarang?
***
Note:
Judul: Benih Pria Lain Di Rahimku
Nama Pena: Merry Heafy
Tersedia di KBM App, Joylada, Hinovel, Bestory
Link :
https://read.kbm.id/book/detail/28f8...e-292d28ea128b
Hari itu, adalah hari kepulanganku dari negara tempatku bekerja sebagai pahlawan devisa. Setelah melalui proses yang cukup panjang. Meminta izin pulang pada Boss ku pun sempat mengalami perdebatan yang cukup alot. Hal itu karena memang kontrak kerjaku yang belum selesai. Masih tersisa sepuluh bulan lagi kontrak kerjaku bersamanya. Tapi diri ini, sudah mantap untuk pulang ke kampung halaman. Aku mempunyai alasan kuat untuk hal itu. Dan aku ingin segera pulang. Bukan karena merindukan suamiku, melainkan karena alasan yang lain.
Aku, Arisa Yuliana usiaku sudah genap 24 tahun. Dua tahun yang lalu aku nekat memutuskan untuk pergi mendulang Rupiah di negeri Formosa, Taiwan. Meninggalkan suamiku di kampung. Meski dengan berat hati pada awalnya akhirnya suamiku mau mengizinkanku pergi. Alasanku, karena ingin melupakan kesedihan pasca kepergian putri semata wayangku. Kesedihan masih menjalari hati, di usia 9 bulan, Tuhan lebih sayang pada Anova, putriku hingga secepat itu Tuhan mengambilnya lagi.
Siapa sangka kepergianku justru menjadi petaka bagiku. Kepulanganku kali ini, harus menjadi aib yang tak terelakkan lagi. Entah bagaimana, Aku akan menghadapi kemurkaan suamiku nantinya.
***
Dan di sinilah aku, berada di bandara Taoyuan bersama kekasih yang menemaniku selama ini. Pun juga lelaki itu merupakan ayah biologis dari janin yang tengah kukandung. Meskipun aku masih memiliki suami. Begitupun dengannya yang juga masih memiliki istri di kampung halamannya. Tapi, cinta kami terlanjur tumbuh dengan liarnya tanpa dapat ku cegah.
"Janji, kamu juga pulang setelah ini." Lagi, aku meminta kepastiannya untuk pulang dan menikahiku.
Sebenarnya bisa saja kami menikah siri di sana. Hanya saja kandunganku sudah memasuki trimester kedua. Akan sangat merepotlan juga jika terpaksa melahirkannya di sini. Tentunya, untuk kembali pulang ke kampun akan lebih sulit. Dan juga usia kandunganku yang semakin membesar tidak dapat memungkinkanku untuk tetap bekerja. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap bayi yang kukandung. Mau tak mau aku memutuskan pulang ke kampung. Meski harus membawa aib.
"Aku janji. Pokoknya kamu tenang aja. Dua bulan lagi kontrakku habis. Aku pasti pulang untukmu, dan bayi kita." Janjinya meyakinkanku yang masih diselimuti keraguan.
Aku pun memeluknya erat. Seperti enggan berpisah darinya. Dua bulan waktu yang cukup lama bagiku. Entah apakah aku sanggup menahan rindu untuknya
Selama ini, setiap 2 minggu sekali aku menghabiskan waktu bersama Mas Dika. Menjalin kasih layaknya suami istri. Rasa nyaman yang ia beri terlanjur menjadi candu untukku. Hingga membuatku mengabaikan suamiku. Selama bersamanya, rasa cintaku pada Mas Nandi terkikis begitu saja. Mas Dika selalu membuatku mabuk kepayang hingga enggan berpisah darinya.
Dosa. Hubungan kami memang berkubang dalam lumpur dosa. Dosa mengkhianati pasangan kami satu sama lain. Pun dosa telah menodai janji suci pernikahan. Namun, kami abaikan hal itu. Kami terlanjur mencintai, walaupun ku tahu bukan cinta yang tulus dan murni. Perasaan itu, hanya pelampiasan nafsu dan gairah, yang menyamarkan diri sebagai cinta.
***
Sesampainya di bandara Soetta, aku menghubungi supir travel yang sudah dipesan Mas Dika untuk mengantarku pulang. Sengaja aku tak memberi kabar pada keluarga di rumah. Biarlah, biar kepulanganku ini menjadi kejutan bagi mereka.
Perjalanan akan memakan waktu kurang lebih 4 jam. Aku memejamkan mata yang lelah akibat perjalanan udara yang juga cukup lama. Kurang lebih hampir 6 jam lamanya. Sangat melelahkan.
Sekilas terbayang bagaimana reaksi Mas Nandi, suamiku. Bagaimana penjelasan yang akan terucap dari bibir ini. Apa keputusan yang harus ku perbuat nanti.
Kepalaku terasa semakin pening dan nyeri memikirkannya. Akhirnya kuputuskan untuk lelap dalam tidur. Tak usah kuhiraukan. Pikir belakangan, yang terjadi, terjadilah. Begitu pikirku.
***
"Mbak, bangun udah hampir deket ini sama alamat rumah Mbaknya." Suara sang supir berhasil membangunkanku. Aku mengucek mata perlahan. Kulihat sekeliling. Benar, daerah ini sudah dekat dengan rumahku. Meski jalanan tampak gelap karena senja telah beranjak petang. Aku masih mengenali daerah sekitaran rumahku itu.
Mobil masih melaju pelan, aku pun memberi instruksi pada Sang supir. Di depan sudah nampak gang masuk rumahku.
"Depan, belok kanan ya, Bang,' titahku sembari menunjuk ke arah gang di depan.
"Siap."ia menganggukkan kepala. Tak lama mobil pun berbelok, sekitar 100 meter dari jalan utama, aku memintanya menghentikan mobilnya.
"Stop disini ,Bang," ucapku.
Aku pun bersiap turun, Bang Supri , supir travel itu membantu menurunkan dua koper dan beberapa barang bawaanku. Membawanya hingga di depan rumah. Aku memberikan selembar uang merah padanya sebagai tip.
Pukul 7.30 malam saat aku tiba di rumah. Rumah tampak sepi dari luar, kulirik samping rumah tempat Uwakku tinggal. Sepi juga.
Akhirnya kuketuk pintu pelan. Merapikan sedikit rambutku. Menunggu suamiku membukakan pintu. Tak lama pintu pun terbuka. Aku mendapati wajah terkejut suamiku dengan kepulanganku yang tiba-tiba ini.
"Dek, kamu ...." ucapannya terhenti seraya mengamatiku dari ujung kepala hingga kaki.
"Kejutaan...!" sorakku sumringah. Ia terheran apalagi dulu saat pergi aku mengenakan hijab yang membungkus kepala. Kini, hanya pakaian ketat yang kupakai. Menambah keheranan Mas Nandi melihat penampilanku berubah seperti ini.
"Ayo masuk, Dek. Kok gak bilang mau pulang. Aku kan bisa jemput kamu," ujar lelaki yang masih mengenakan sarung, baju koko dan peci itu, sesaat setelah tersadar dari lamunannya. Dan segera memapahku masuk ke rumah.
"Kalo gitu bukan kejutan donk namanya, Mas." Aku duduk di sofa yang berbentuk letter L itu.
"Aku buatkan makanan dan minum ya, Dek. Kamu pasti lapar," ucapnya. Aku hanya mengangguk pelan. Seraya merebahkan diri di sofa.
Ia masih sibuk memindahkan barang-barangku ke dalam rumah. Setelah selesai, Mas Nandi lantas melangkahkan kaki ke dapur. Entahlah. Mungkin sedang menyiapkan makanan dan minuman untukku.
Aku terlonjak saat hampir terbuai mimpi. Ah, aku lupa mengabari Mas Dika kalau sudah sampai di rumah dengan selamat.
Aku pun mengeluarkan gawai dan mengetik sebuah pesan untuknya. Tak lama telepon berdering. Panggilan Whatsapp darinya. Aku bingung. Antara mau mengangkat atau mengabaikannya.
Akhirnya aku menyelonong masuk ke kamar dan menerima panggilan darinya. Aku pun larut dalam percakapan telepon meski dengan bisik-bisik manja.
"Gimana kabar dede Utun?" Tanya Mas Dika dari seberang sana.
Aku terkikik geli, "Utun baik-baik saja, Mas. Mas tenang aja," sahutku seraya mengusap-usap perut yang mulai membuncit.
Prraangg ....
Suara piring terjatuh, aku menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati Mas Nandi mematung menatapku di ambang pintu kamar. Nasi goreng dan segelas teh hangat berserakan di lantai. Aku gugup, mungkinkah perkataanku tadi di dengar olehnya.
Wajah Mas Nandi tampak merah padam seperti tengah menahan amarah. Dadanya naik turun meredam emosi. Benar. Sepertinya ia telah mendengar semuanya. Apa yang harus ku lakukan sekarang?
***
Note:
Judul: Benih Pria Lain Di Rahimku
Nama Pena: Merry Heafy
Tersedia di KBM App, Joylada, Hinovel, Bestory
Link :
https://read.kbm.id/book/detail/28f8...e-292d28ea128b
0
999
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan