Kaskus

News

Novena.LiziAvatar border
TS
Novena.Lizi
UU anti-konversi agama India yang kejam hadapi tantangan
UU anti-konversi agama India yang kejam hadapi tantangan

Pebruari 8, 2023

UU anti-konversi agama India yang kejam hadapi tantangan
Umat Kristiani India membawa salib kayu selama prosesi Jumat Agung di Amritsar dalam file foto yang diambil tahun 2015 ini. (Foto: AFP/UCAN)

Pengadilan tinggi (PT) India kemungkinan akan memeriksa konstitusionalitas sembilan dari 11 Undang-Undang (UU) Anti-Konversi di provinsi-provinsi setelah validitasnya ditentang di tengah tuntutan untuk sebuah UU anti-konversi agama di tingkat federal yang mana UU itu diduga mengandung unsur penipuan untuk menargetkan orang Kristen dan Muslim.

Pada 3 Januari Mahkamah Agung (MA)  menyampaikan kepada pemerintah federal dan lima pemerintah provinsi – Chhattisgarh, Gujarat, Haryana, Jharkhand dan Karnataka – terkait petisi baru yang diajukan oleh sebuah kelompok yang disebut Warga Negara untuk Keadilan dan Perdamaian (CJP) yang menolak konstitusionalitas negara tentang UU Anti-Konversi.

Sebuah sidang yang dipimpin oleh Hakim Agung D Y Chandrachud mengarahkan mereka untuk mengajukan kontra affidavits mereka dalam waktu tiga minggu dan menetapkan pada 17 Maret untuk persidangan.

Sebelumnya, PT mengeluarkan pemberitahuan kepada Uttar Pradesh, Himachal Pradesh, Madhya Pradesh dan Uttarakhand tentang petisi serupa terkait UU anti-konversi mereka.

CJP mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka melawan sebuah mitos ‘Love Jihad’ (Jihad Cinta) yang telah menyebabkan kekerasan dan intimidasi oleh polisi dan aktor non-negara (terhadap komunitas minoritas terutama Muslim).

“‘UU Love Jihad’ melegitimasi keyakinan yang tidak konstitusional, anti-minoritas, dan misoginis, serta membantu memajukan agenda komunal yang penuh kebencian dari para ekstremis”, katanya.

“UU itu melanggar privasi, kebebasan, dan otonomi orang dewasa yang menyetujui,” kata CJP.

Banyak pemerintah provinsi bernarasi “Love Jihad” telah menyatakan perkimpoian beda agama antara laki-laki Muslim dan perempuan Hindu sebagai tindak pidana termasuk pernikahan antara laki-laki Kristen dan perempuan Hindu.

UU ini mewajibkan pasangan beda agama untuk meminta izin terlebih dahulu dari hakim distrik yang akan memutuskan apakah perpindahan agama adalah untuk tujuan pernikahan atau karena alasan lain.

UU ini juga menentang perpindahan agama dengan alasan bahwa orang-orang yang mudah tertipu masuk Kristen atau Islam melalui cara-cara curang seperti pemaksaan, bujukan dan pemaksaan.

Selain petisi dari CJP, MA sedang mendengarkan petisi lain yang menantang keabsahan UU anti-konversi provinsi dan banding mereka.

Sidang yang sama juga berurusan dengan petisi tersebut yang menyerukan penolakan semua petisi yang menantang keabsahan UU anti-konversi di PT provinsi ke PT bersama dengan petisi lain untuk tindakan hukum (hukum federal) untuk memuat apa yang digambarkan konversi agama palsu di seluruh negeri.

Jaksa Agung R. Venkataramani, pejabat tinggi hukum India, menentang seruan untuk membawa semua masalah ke MA karena UU tersebut khusus untuk negara bagian, dan akan lebih tepat untuk mengizinkan PT di provinsi yang bersangkutan – memeriksa masalah tersebut.

“Saya berpandangan kuat bahwa PT harus diizinkan untuk memeriksa undang-undang masing-masing,” bantahnya.

Namun, Pastor Cedric Prakash, salah satu pemohon tidak setuju dengan jaksa agung yang mengatakan, “Mahkamah Agung adalah forum yang tepat untuk menangani semua kasus yang serupa ini”.

“Semua undang-undang ini telah melanggar hak dasar warga negara dan dalam keadaan seperti itu, lebih baik pengadilan tinggi memutuskannya sekali untuk selamanya,” kata Pastor Prakash, SJ, seorang aktivis HAM kepada UCA News pada 6 Februari.

“Sekarang yang kita lihat adalah perlombaan di antara Partai Bharatiya Janata yang pro-Hindu memerintah pemerintah provinsi untuk memberlakukan UU semacam itu satu demi satu yang melanggar ketentuan konstitusional,” jelasnya.

Sebelumnya, UU anti-konversi dibatasi pada dugaan kegiatan ilegal konversi agama, tetapi sekarang UU baru dan amandemen yang lama bersikeras untuk mengungkapkan pilihan agama seseorang kepada otoritas pemerintah.

Bagaimana bisa diperbolehkan secara hukum di negara demokrasi seperti India di mana setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih agama dan menjalankannya, sesuai dengan kesadarannya? tanya imam itu.

MA dalam banyak kesempatan menegaskan hak warga negara untuk memeluk dan mempraktikkan agama pilihan dan oleh karena itu, UU anti-konversi provinsi bertentangan dengan konstitusi dan keputusan pengadilan.

“Oleh karena itu, semua petisi yang menantang mereka harus dibawa ke pengadilan tinggi,” tambah imam itu.

Selain itu, UU anti-konversi diberlakukan berdasarkan narasi palsu tentang konversi agama untuk menargetkan umat Kristen dan Muslim. Sejak kemerdekaan “kami belum melihat satu pun kasus konversi agama yang kredibel melalui paksaan, bujuk rayu atau paksaan seperti yang dituduhkan,” kata imam itu.

Imam itu juga menegaskan bahwa “tidak seorang pun dipaksa untuk menjadi Kristen atau Muslim atau mengadopsi agama apa pun, namun, jika seseorang ingin mengikuti agama tertentu, dia harus diizinkan melakukannya tanpa campur tangan pihak luar,” kata Pastor Prakash.

Imam itu juga mengungkapkan kebahagiaannya atas pemberitahuan pengadilan tinggi kepada para responden dan mengatakan “itu adalah tanda yang sangat positif.”

Jamiat Ulama-I-Hind, Peoples Union for Civil Liberties, dan National Federation of Indian Women adalah beberapa di antara para pembuat petisi.

https://indonesia.ucanews.com/2023/0...api-tantangan/
0
542
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan