Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu negara Asia dilaporkan akan menjadi "titik terang" di tengah penurunan ekonomi global. Hal ini disampaikan para eksekutif dan pembuat kebijakan di Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Davos, 26 Januari lalu.
Di tengah ramalan ekonomi Eropa yang berada di ambang potensi resesi dan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) melambat, masa depan cerah diyakini akan muncul di negara itu. Negeri yang ditunjuk adalah India.
"India melakukannya dengan sangat baik," kata Gubernur Bank of Japan (BoJ) Haruhiko Kuroda dalam panel penutup di acara tersebut, sambil menyoroti tantangan akut yang dihadapi negara tetangganya Sri Lanka, Bangladesh dan Pakistan, dikutip CNBC International, Jumat (27/1/2023). 


Hal ini juga diakui beberapa eksekutif perusahaan non-India di KTT WEF, termasuk CEO Nokia Pekka Lundmark. Kepala Ericsson, Börje Ekholm, pun mengatakan infrastruktur 5G berkembang pesat di India.
"Mereka berada di jalur yang kuat dengan 4G. Tetapi sekarang mereka membangun 5G dengan kecepatan yang lebih cepat," katanya.
"Mereka membangun dengan cepat ... India melakukan digitalisasi. Dan jika Anda membandingkannya dengan apa yang terjadi di Eropa, kami tertinggal," tambahnya. 


India memang memiliki ambisi untuk menjadi pusat pembuatan chip global karena meningkatnya kekhawatiran tentang ketergantungan Barat pada Taiwan. Menurut menteri perdagangan India, Apple ingin memindahkan 25% produksi iPhone-nya ke negara tersebut.
Negeri Bollywood sendiri juga sudah menjadi pemimpin dunia dalam pembayaran digital. Negara ini juga tengah mengembangkan energi terbarukan di berbagai bidang termasuk matahari, angin, dan produksi hidrogen hijau.
Dari data Dana Moneter Internasional (IMF) PDB India juga akan tumbuh sebesar 6,1% tahun ini. Itu bahkan melibas, China,  yang pertumbuhannya hanya sekitar 4%-nan.
Pusat Riset Ekonomi dan Bisnis juga berpikir India dapat melaju melewati Jerman dan Jepang untuk menjadi ekonomi terbesar ketiga di dunia selama dekade berikutnya. Ekonomi negara itu bisa mencapai US$10 triliun pada tahun 2035. 


sumber