anjaultras
TS
anjaultras
Jejak Desa Argomulyo untuk Kemerdekaan Indonesia, Tempat Lahir daripada Soeharto

Tugu Pak Tani di desa Argomulyo dan Letkol Soeharto

emoticon-Merdekaemoticon-Merdeka emoticon-Merdeka

Dasar Penulisan Thread

Quote:

emoticon-Garuda di Dadaku

Proses Pengambilan Data

Dilakukan secara metode kepustakaan dan wawancara dengan mempertimbangkan sumber yang relevan. Dokumentasi foto yang berada di desa Argomulyo merupakan hasil jepretan kamera saya sendiri.


Terima kasih saya ucapkan kepada para narasumber:

Bapak Gatot, merupakan putra dari salah satu pasukan Wehrkreise III Yogyakarta. Saat ini bertugas di Museum Soeharto.

Bapak Riyadi, sebagai pemerhati sejarah Indonesia.

Ibu Niken, Cucu dari Bapak Joyowigeno (korban Peristiwa Setu Legi di Argomulyo).

Warga desa Argomulyo yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dengan keramahannya menjawab beberapa pertanyaan dari saya.


emoticon-terimakasih

Tentang Penulis & Desa Argomulyo

Hampir setahun ini saya tinggal di Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk suatu pekerjaan. Bersebelahan dengan Desa Argomulyo yang akan saya bahas pada thread ini. Suatu desa yang memiliki suasana yang tenang jauh dari hiruk pikuk kota Yogyakarta.

Jika berkunjung ke kota Yogyakarta dari arah barat via jalur selatan, pasti pernah melewati daerah ini. Yah, Desa Argomulyo sepintas memang dilalui akses jalan nasional yang dikenal sebutan Jalan Wates.


Spoiler for Suasana desa Argomulyo:

Sepanjang mata melihat, ketika masuk ke jalan kecil dari percabangan Jalan Wates, banyak sawah dan ladang menggambarkan keasrian dengan apa yang dinamakan desa. Bahkan perumahan modern yang berjejer itu dulunya adalah sawah.

Namun perlu kalian tahu, padi yang tumbuh subur dan hijaunya sawah di sini pernah menjadi saksi bisu pertempuran berdarah pejuang dan rakyat desa Argomulyo melawan militer Belanda.

emoticon-nulisah


Berawal dari Agresi Militer II

Usaha Belanda untuk tidak mengakui kemerdekaan Indonesia ditunjukkan dengan Agresi Militer I (21 Juli – 05 Agustus 1947). Setelah terjadinya gencatan senjata terhadap Agresi Militer I (17 Agustus 1947) dan dilakukan pertemuan diplomasi dengan menghasilkan Perjanjian Renville (17 Januari 1948), ternyata bagi Belanda di bawah komando Letnan Jenderal Simon Spoor hanyalah cara mengulur waktu untuk mempersiapkan serangan militer lebih besar lagi.
Serangan itu bernama Agresi Militer II.


Spoiler for Persiapan pasukan Belanda:


Agresi Militer II atau yang dikenal Operasi Gagak memusatkan penyerangan di Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948 sekiranya pukul 05:30 pagi beberapa pesawat pengebom B-25 membombardir lapangan udara Maguwo (sekarang Bandara Adisucipto). Beberapa pesawat pemburu seperti Mustang juga ikut serta dengan senapan mesin beratnya. Satu batalyon penerjun payung baret hijau Belanda lalu dikerahkan melalui pesawat Dakota.


Spoiler for Serangan pertama Belanda di Agresi Militer II:

Serangan mendadak pada hari Minggu tersebut menewaskan sekiranya 40 TNI yang dipimpin oleh perwira piket Kadet Udara Kasmiran. Tak terduga memang bahkan masyarakat Yogyakarta yang mendengar suara desingan peluru mengira itu hanya latihan perang.

Setelah menguasai Maguwo, pasukan Belanda bergerak ke arah barat menuju jantung kota Yogyakarta. Dibeberapa tempat TNI melakukan perlawanan sebagai upaya menghambat dan memberikan waktu para pemimpin untuk berunding mengambil keputusan. Banyak kegagalan dalam proses penghadangan karena terjadi secara linier yang artinya perlawanan secara frontal berhadapan langsung, serta kalah dari sisi kualitas persenjataan.

Soedirman yang saat itu sedang sakit menghampiri Soekarno di Istana Kepresidenan Yogyakarta, percakapan hanya sebentar, kala itu Soedirman menginginkan misi perang gerilya. Soedirman juga mengeluarkan surat “Perintah Kilat No. 1” yang ditulis tangan olehnya. Surat kemudian diberikan kepada ajudannya untuk disiarkan ke RRI Yogyakarta pada jam 08:00 pagi.


Spoiler for Perintah Kilat No.1:

Sampai akhirnya Belanda sudah sampai ke Istana Kepresidenan Yogyakarta, Soekarno-Hatta serta pejabat tinggi lainnya menjadi tawanan. Keraton dikuasai Belanda, sementara Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak boleh keluar dari Keraton. Soedirman bisa keluar dari kota Yogyakarta untuk menjalankan perang gerilya.


Spoiler for Dokumentasi lainnya:


Video ini merupakan dokumentasi asli proses terjadinya Agresi Militer II di Yogyakarta. Dimulai dari pertempuran di lapangan terbang Maguwo dan penangkapan Soekarno di Istana Kepresidenan Yogyakarta.






Perlawanan Desa Argomulyo terhadap Belanda

Kota Yogyakarta benar-benar dikuasai oleh Belanda. Hal ini memaksa TNI dan beberapa laskar untuk bergerak mundur ke arah barat (Seyegan, Gamping, Godean, Sedayu), ada juga ke Sleman bagian utara. Pemilihan bertahan di desa guna menjalankan strategi gerilya seperti halnya komando dari panglima besar Soedirman. Di desa juga memungkinkan bantuan logistik yang cukup dari warga sekitar.

Sementara militer Belanda terus memperkuat kedudukannya di kota Yogyakarta dan melakukan penyisiran ke pedesaan, salah satunya adalah desa Argomulyo dengan titik pusatnya di pedukuhan Kemusuk.


Spoiler for Peta desa Argomulyo:

Pada tanggal 26 Desember 1948, dari arah Wates iring-iringan pasukan Belanda berhenti di salah satu rumah di desa Klangon (Sentolo, Kulonprogo). Belanda mendirikan markas atau pos di sini serta mengamankan jembatan Bantar. Jembatan yang berdiri di atas sungai Progo ini sangat krusial sebagai penghubung Kota Yogyakarta dengan Wates.

Dua hari kemudian tepatnya tanggal 28 Desember 1948 pagi hari, pasukan Belanda berjalan menelusuri Jalan Pedes-Kemusuk. Jalan ini merupakan akses utama desa Argomulyo yang hanya berjarak 3 km dari Klangon. Sepanjang jalan terdapat pohon yang sudah ditebang menghalangi perjalanan serdadu Belanda, juga terdapat beberapa jalan berlubang besar. Seorang serdadu Belanda berkulit gelap dan fasih berbahasa Jawa menanyakan tempat tinggal Letnan Kolonel Soeharto kepada salah satu warga.

Quote:


Quote:

Pasukan Belanda menaruh perhatian terhadap Desa Argomulyo, ini juga menjadi kekhawatiran akan balasan dari pejuang Indonesia untuk menyerang balik. Maka dibangunlah markas di dekat jembatan Glondong pada tanggal 21 Januari 1949. Benar saja, markas baru yang menjadi markas terbesar kedua di wilayah Yogyakarta bagian barat setelah markas di Klangon tersebut diserang oleh pejuang Indonesia pada malam hari 23 Januari 1949. 


Spoiler for Letkol Soeharto bersama gerilyawan Indonesia:


Melihat kondisi sudah mulai aman, Letkol Soeharto datang ke Argomulyo tepatnya di tempat kelahirannya Kemusuk pada tanggal 30 Januari 1949. Kedatangan Letkol Soeharto disambut gembira oleh warga sebagai semangat dan motivasi juang untuk melawan pasukan Belanda.


Spoiler for Persiapan Serangan Umum 1 Maret 1949:

Selang sebulan kemudian, tepatnya tanggal 1 Maret 1949 kota Yogyakarta geger. Para pejuang Indonesia yang datang dari segala penjuru Yogyakarta termasuk Letkol Soeharto secara mendadak menyerang pusat pertahanan pasukan Belanda di Hotel Tugu (utara Malioboro). Peristiwa pertempuran yang membuat pasukan Belanda kehilangan muka dan membuka mata dunia bahwa negara Indonesia masih ada kini dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sepanjang bulan Maret 1949 situasi di desa Argomulyo semakin mencekam, tatkala markas Belanda di dekat jembatan Glondong dihancurkan oleh TNI dan rakyat. Beberapa kali pesawat “Si Cocor Merah” membombardir daerah Argomulyo sebagai bentuk pembalasan. Banyak korban berjatuhan dari kalangan sipil atas serangan udara tersebut.

Tanggal 16 Maret 1949, Infanteri Belanda menyisir area Argomulyo dari sisi utara. Sampai akhirnya pada tanggal 18 Maret 1949 datang pasukan Belanda dengan jumlah lebih besar. Tank-tank, artileri, dan kendaraan baja lainnya sudah berjejer di jalan Wates untuk menyerbu Argomulyo. Sementara di pihak pejuang Indonesia sudah datang pasukan tambahan dari daerah lain.

Quote:


Pada akhirnya Belanda mendapat kecaman dari berbagai pihak luar negeri buntut dari rentetan akibat dari Agresi Militer II. Bahkan Amerika Serikat sebagai sekutunya akan menghentikan segala bantuan apabila pasukan Belanda tetap mengadakan operasi militer di Indonesia.

Dampak tersebut mengakibatkan terjadinya Perjanjian Roem-Royen (April – Juni 1949) untuk mengadakan gencatan senjata. Lalu Desember 1949 disetujuinya perjanjian pada Konferensi Meja Bundar (KMB) yang intinya pengakuan Belanda terhadap adanya Republik Indonesia Serikat sebagai negara yang berdaulat dan merdeka.

emoticon-Merdekaemoticon-Merdeka emoticon-Merdeka



Tempat Bersejarah Lainnya Selama Pertempuran Desa Argomulyo

Spoiler for Jembatan Bantar:


Spoiler for Simpang Jalan di Pedes:


Spoiler for Jembatan Glondong:


Spoiler for Monumen Kolah Na'as, Joyowigeno:


Spoiler for Masjid Kebondalem:


Spoiler for Museum Soeharto:


Spoiler for Watu Blorok:


Spoiler for Stasiun Rewulu:


Spoiler for Makam Juang Somenggalan:

Demikian thread dari saya, semoga bermanfaat untuk para pembaca. Apabila ada pertanyaan dan segala yang berhubungan dengan thread ini, silahkan berkomentar.
Terima kasih.



Diubah oleh anjaultras 25-01-2023 13:39
koi7littlesmithormarr
ormarr dan 38 lainnya memberi reputasi
39
5.1K
48
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan