Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

onekus01Avatar border
TS
OWNER
onekus01
Haii Neo
Haii Neo
Hadir di acara wisudaku sendiri rasanya sangat membosankan, ditambah aku harus mengenakan riasan yang sama sekali tidak nyaman untukku karena aku tidak terbiasa.

Bayangkan saja, bulu mataku jadi terasa berat empat kali lipat, bibirku serasa kebas karena lipstik tebal sialan ini, jangan lupakan dengan sepatu berhak tinggi yang kini kukenakan menjepit erat kesepuluh jari kakiku.

Lengkap sudah penderitaanku saat pihak kampus mengungkung kami dalam hall yang dikungkung puluhan AC ini. Penderitaan selama 2 jam itu terpaksa aku tahan hingga memasuki waktu break.

Sekarang, aku berada di kamar mandi, hendak membersihkan riasan menor ini.
“Hai Ann! Kamu dipanggil Neo tuh,” Nadia—teman dekatku menghampiri diriku. Kurasa ada yang berbeda dengan tatapan mata Nadia—entahlah aku tak tahu apa itu.
“Neo siapa?” tanyaku, jelas aku tak mengenal lelaki bernama Neo selama kuliah di sini. Karena aku memang berkepribadian tertutup.

“oh kamu belum kenal ya? Dia senior yang pegang UKM musikal di kampus ini. Katanya kamu yang memenangi festival piano tahun ini. Dan dia tertarik buat ngobrol perihal musik itu,” kata nadia menjelaskan. “Sudah, kamu temui saja dulu! Dia ada di ruang musik, biasanya suka main piano,” lanjut Nadia. Aku pun mengangguk dan segera bergegas menuju ruangan musik yang terletak di lantai tiga. Anehnya, aku jarang sekali menanggapi ajakan senior untuk sekadar mengajak berkenalan atau apa pun itu. Tetapi kali ini, terasa ringan saja langkahku.

Sesampainya di sana, aku memang mendengar dentingan piano, lagu berjudul “Gloomy Sunday” milik Lazzlo Javor yang sempat popular di era tahun 1935-an mengalun syahdu. Aku cukup terpana dengan permainan si pianis, tiba-tiba pintu kebesaran terbuka lebar, menampakkan sosok pemuda yang mengenakan jas formal warna abu-abu. Rambutnya tersisir rapi dan ia begitu tampan, jemarinya tetap menekan tuts piano walau ia menengok ke arahku, benar-benar bakat yang luar biasa. Jangan-jangan, dia yang bernama Neo itu.
“Hai Anna!” sapanya dengan mengulas senyum di bibir, aku mengangguk menanggapinya. Ia pun mempersilakan aku untuk duduk di bangku sampingnya yang kosong.

“Maaf, kata teman saya tadi kamu ingin ketemu dengan saya. Ada apa ya?” kataku terus terang. Kemudian bola mata cokelatnya menumbuk kedua mataku, ada kelembutan dalam tatapannya dan sedikit tatapan suram di sana. Tapi aku tidak bisa membaca apa-apa dari sorot mata almond itu.

“Kamu cantik,” katanya membuat pipiku bersemu, entah mengapa aku jadi terpaku dengan kelembutan pria ini. Lalu jemarinya menggenggam jemariku, ada rasa dingin yang menjalar di sana. Sikapnya membuatku lupa akan pertanyaanku tadi yang mengambang tidak dijawab.

“Aku mengagumimu sudah sejak lama,” katanya, aku diam tak berani menatapnya lagi. Merasa bingung sekaligus enggan menanggapi ucapan bualannya yang mirip dengan pria perayu lainnya. Sengaja kulihat piano hitam di depanku untuk membunuh ke-awkward-an ini, pria bernama Neo itu kembali memainkannya, membuat mataku terpejam menikmati alunan musiknya.

Lalu aku melihat kembali ke pantulan refleksi, di sana memang merefleksikan bayangan kami, bedanya kepala Neo tidak ada di sana.

Tubuhku menegang, bulu kudukku terangkat naik dan merinding seketika, permainan piano makin cepat. Lalu terdengar bisikan dari samping telingaku. “Hai Annabella, senang bertemu denganmu,” bisiknya lirih. Aku membatu di tempatku duduk, tak bisa berkutik apalagi bergerak, hingga semuanya menggelap secara tiba-tiba.
0
106
0
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan