

TS
cindychen06
Baca Novel Cinta dan Dusta Full Episode
Rekomendasi novel romance terbaik yang membuat kalian baper, judulnya Cinta dan Dusta karya Cindy Chen. Lengkapi koleksi bacaan romantis dengan novel online terlaris ini.

Alur ceritanya membuat geregetan dan plot twistnya tidak terduga.
Simak sinopsisnya di bawah ini:
Di malam pernikahannya, suami Marissa meninggalkannya dan terbang ke luar negeri. Namun di luar negeri, suaminya melakukan panggilan video dan meminta istrinya untuk 'memuaskan diri sendiri' di dalam panggilan video itu.
Setelah sang suami pulang, perilakunya tak berubah, masih aneh seperti sebelumnya. Kadang dia dingin, kadang lembut.
Marissa dilanda kebingungan dengan suaminya itu. Hingga suatu hari, dia pun mendapati sebuah kenyataan yang menakutkan dan rahasia yang selama ini disembunyikan oleh suaminya.
Baca Full Episode
Chapter 1 – Nafsu Suamiku
“Pakai lagi gaun pengantin kamu, terus… kamu mau kan puasin diri kamu sendiri sekarang?” pinta pria yang sedang mengobrol dengan Marissa melalui layar laptop. Marissa melebarkan matanya mendengarkan permintaan pria itu, jantungnya berdegup kencang karenanya. Wajahnya dengan cepat terasa panas dan mulai merona merah.
“Kamu mau kan sayang?” tanya pria itu lagi dengan lembut.
“I-iya,” jawab Marissa tergagap. Bagaimanapun ia dan Ansel Pratama, pria yang ia pikir sedang berbicara dengannya itu, sudah berstatus suami istri, dan ini seharusnya adalah malam pertama mereka. Namun, Marissa merasa ada sesuatu yang aneh dari diri Ansel malam ini.
Marissa baru saja kecewa, karena setelah mimpinya untuk menikah dengan Ansel terkabul, tiba-tiba saja pria itu harus pergi ke luar negeri karena ada pekerjaan yang mendesak. Padahal, segalanya sudah berjalan dengan sempurna. Pagi tadi, Marissa masih ingat ketika menatap dirinya di cermin, mengagumi siluet tubuhnya yang berbalut gaun putih panjang. Wajah dan rambutnya telah dirias sedemikian rupa sehingga Marissa terlihat sangat cantik seperti seorang putri. Rambut hitam panjangnya digerai di bagian bawah, bergelombang hingga nyaris menyentuh pinggang, sebuah tiara kecil tersemat di bagian atas kepalanya dan sebuah sleyer putih tipis menutupi wajahnya.
Namun, kekecewaan kecil datang saat mereka sama-sama sudah berikrar janji setia. Mereka tidak bisa melalui malam pertama mereka bersama-sama.
“Maaf sayang, aku ada urusan yang benar-benar mendesak. Aku janji pasti pulang secepet mungkin. Aku juga kangen kamu,” kata Ansel.
“Nggak apa-apa, mas. Aku ngerti koq. Aku akan nungguin mas sampai pulang,” jawab Marissa sambil tersenyum, mencoba menutupi kekecewaannya.Meskipun Marissa kecewa, dia mencoba yang terbaik untuk memahami suaminya, karena dia tahu bahwa suaminya juga sangat mencintainya. Kalau bukan karena pekerjaan yang sangat penting, tidak mungkin suaminya meninggalkannya dan pergi ke luar negeri.
"Apa yang kamu pikirkan?" Pria di sisi lain layar menyela ingatan Marissa.
Marissa tersadar dari lamunannya dan menatap penuh penyesalan pada suami yang ia rindukan yang saat ini berada di layar komputer. Di saat yang sama, Marissa memperhatikan ada yang berbeda dari wajah suaminya.
“Mas, itu bekas luka di alis kamu kenapa? Kamu jatuh ya?” tanya Marissa khawatir. Marissa ingat, sebelumnya tidak ada bekas luka di wajah suaminya itu.
“Oh ini, nggak usah khawatir. Aku nggak apa-apa koq. Tapi... aku mau minta sesuatu sama kamu,” ujar pria itu sambil tersenyum miring.
Di saat itulah, Marissa mendengar permintaan yang mengejutkan. Pria itu memintanya untuk memuaskan dirinya sendiri sambil melakukan videocall. Marissa berpikir, sebagai istri ia harus meladeni gairah suaminya sendiri, meskipun ia tidak terbiasa. Ansel benar-benar terlihat berbeda dari biasanya.
“I-iya, mas. Sebentar ya,” jawab Marissa lagi.
Dengan jantung berdebar kencang, Marissa berjalan ke lemari untuk mengambil gaun pengantinnya yang sudah terbungkus rapi. Ia hendak menutup kamera saat berganti pakaian tetapi pria itu mencegahnya.
“Nggak usah ditutup kameranya, biar aku bisa lihat kamu ganti pakaian, sayang,” ujarnya.
Dengan wajah merona merah, akhirnya Marissa menuruti perkataan pria itu. Marissa melucuti pakaiannya sendiri dan dari layar laptop ia bisa mendengar nafas berat mulai terdengar dari pria itu.
“Kamu cantik banget, sayang. Ayo cepetan buka semuanya,” ujarnya lagi.
“I-iya, iya mas,” jawab Marissa lagi.
Marissa kemudian melucuti semuanya hingga hanya tubuh polosnya. Dengan cepat ia memakai kembali gaun pengantinnya lalu duduk kembali di depan laptop.
“Ayo sekarang, sentuh diri kamu sendiri, sayang. Aku mau lihat,” pinta pria itu lagi.
Marissa menelan ludah mendengar permintaan itu, tetapi melihat ekspresi pria itu yang sudah dipenuhi gairah, Marissa tidak mampu menolak. Ini memang malam pertama mereka, seharusnya. Perlahan, Marissa menyentuh bagian tali gaun di bahunya, lalu membuatnya melorot ke lengan, membuat bagian dadanya terbuka sebagian.
“Kamu cantik, sayang... Lanjutin please...” pintanya dengan nafas berat dan suaranya terdengar serak.
Tanpa bicara, Marissa kemudian mulai menyentuh bagian dadanya sendiri. Tidak disangka, Marissa mulai menikmati sentuhannya sendiri, sambil melihat wajah pria itu. Marissa mulai berfantasi kalau yang menyentuhnya adalah suaminya dan bukan jemarinya sendiri. Karena fantasinya itu, gairah Marissa mulai meninggi dan ia pun menggigit bibir bawahnya sendiri.
“Seksi banget, sayang... Lanjutin. Aku suka,” ujar pria itu lagi.
Marissa merasa suaminya semakin aneh. Biasanya Ansel adalah pria yang berperilaku halus, selalu serius dalam segala hal. Memuaskan diri melalui video call bukanlah hal yang bisa dilakukan oleh Ansel, setidaknya dalam pikiran Marissa. Tetapi pikir Marissa, karena perkenalan mereka yang singkat, mungkin Marissa belum tahu semua sisi dari pribadi suaminya itu.
“Tapi mas, aku malu...” ujar Marissa ketika ia sadar kalau gairahnya sendiri pun mulai memuncak.
“Nggak usah malu-malu, sayang. Udah nanggung banget nih,” jawab pria itu.
Marissa akhirnya mengangguk, bagaimana pun yang meminta ini adalah suaminya sendiri. Marissa tidak pernah menyangka kalau suaminya punya sisi liar seperti ini. Selama yang ia kenal, suaminya selalu lembut dan lebih serius. Namun, ia tidak keberatan sebab ia sangat mencintai Ansel.
Karena itulah, Marissa memejamkan matanya, melanjutkan fantasinya sendiri sambil menyentuh bagian dadanya. Marissa meremas keduanya dan tanpa disangka bunyi desahan meloloskan diri dari kedua bibirnya yang merah. Marissa pun mendengar kalau di ujung sana, pria itu pun mulai mendesah.
Marissa kini merasakan bagian bawah tubuhnya merindukan sentuhan. Perlahan-lahan tangannya menuju ke bawah, hampir memelorotkan semua gaunnya yang kini sudah turun hingga ke bagian perutnya.
“Gaunnya jangan dibuka semua, sayang. Angkat roknya saja,” perintah pria itu.
Marissa mengangguk. Rok gaun pengantin itu memiliki belahan di bagian kaki kanannya, jadi Marissa mengangkat roknya dari belahan rok tersebut, menyingkapkan kedua kakinya yang jenjang. Kini, Marissa tidak bisa lagi menahan dirinya, ia tidak bisa berhenti.
“Sayang... kamu cantik banget,” ujar pria itu lagi. Suaranya yang rendah dan sedikit serak membuat fantasi Marissa semakin melayang.
Sebelah tangan Marissa mulai menyelusup ke balik celana dalamnya sendiri. Sentuhan yang ia rindukan diwujudkannya sendiri. Marissa mendesah dan melenguh ketika jemari lentiknya bermain di bawah sana, membuatnya melayang. Andai saja semua ini dilakukan oleh Ansel, tentu Marissa akan sangat bahagia. Namun, malam ini, Marissa harus cukup puas dengan sentuhannya sendiri.
“Owh... Seksi banget... Terusin sayang, jangan ditahan-tahan,” ujar pria itu.
Dari suaranya, Marissa dapat menebak kalau pria itu pun sedang melakukan sesuatu dengan dirinya sendiri.
“Mas... A-aku...”
Marissa hendak mengatakan sesuatu, tetapi ia dengan cepat melupakannya sebab sensasi yang ditimbulkan dari sentuhannya dan fantasinya itu membuat dirinya seolah kehilangan kemampuan berpikirnya. Marissa meneruskannya, suara desahan dan lenguhannya yang bergantian terdengar merdu di telinga pria itu. Hingga akhirnya Marissa mencapai puncaknya dan ia pun berbaring lemas di atas ranjang, di hadapan laptop yang masih terbuka itu.
Seketika, rasa malu Marissa muncul lagi, melihat gambar dirinya di laptop dengan rambut tergerai sedikit acak-acakan, gaun pengantin yang terbuka sebagian besar, dan wajahnya yang merona merah. Marissa dengan cepat menutupi bagian tubuhnya yang terbuka sebisanya.
“Koq ditutup, sayang? Kamu cantik dan seksi, aku suka,” ujar pria itu sambil tersenyum miring.
“Mas, aku malu...” jawab Marissa sambil menundukkan wajahnya.
Pria itu tertawa pelan mendengar kata-kata Marissa. Namun, alih-alih melanjutkan obrolan seperti yang Marissa harapkan, tiba-tiba pria itu mengakhiri panggilan telepon.
“Sayang, aku harus ngerjain sesuatu nih. Makasih ya buat tadi, kamu cantik,” ujarnya.
“Oh... iya, mas. Jangan terlalu malem kerjanya. Jaga kesehatan,” jawab Marissa.
“Iya... Selamat tidur ya,” jawab pria itu lagi. Lalu ia mematikan sambungan video call.
Segera setelah sambungan video call diputus, pria itu tersenyum sinis tetapi sisa gairahnya membuat senyumnya terkesan nakal.
“Wanita bodoh,” ucapnya sambil memasukkan handphone yang dipakainya ke saku.
Bab 2 – Dia yang Sebenarnya
Setelah memasukkan handphone ke saku, pria itu tertawa, menertawakan kebodohan kakak iparnya yang cantik. Handphone itu bukan miliknya, melainkan milik kakaknya. Dengan mudah, wanita cantik itu dapat ditipu mentah-mentah. Ia bukan Ansel Pratama, tetapi adik kembarnya, Axel Pratama. Kakaknya yang bodoh dan pengecut itu ternyata telah menikahi wanita yang sama bodohnya. Sekarang, kakaknya itu telah datang ke Singapura secara tiba-tiba, mengganggu semua urusan Axel. Jadi, ia memutuskan untuk mempermainkan kakak iparnya. Tidak disangka, kakak iparnya sangat cantik, membuatnya puas meskipun hanya dari layar handphone saja.
Axel menghapus riwayat panggilan video call dari kakak iparnya itu sebelum memasukkan handphone itu kembali ke tas kakaknya. Tidak akan ada yang tahu apa yang telah ia lakukan. Kakak iparnya yang pemalu dan bodoh itu tidak akan berani mengungkit apa yang terjadi karena terlalu malu, Axel dapat menebaknya. Axel pun dapat menebak kalau Ansel belum memberitahu Marissa kalau ia punya adik kembar. Pernikahan mereka terlalu terburu-buru karena Ansel sedang sakit keras.
Ansel bahkan tidak berani memberitahu calon istrinya sendiri soal penyakitnya. Bahkan saat pingsan di hari pernikahan, ia malah berbohong. Menurut Axel, itu adalah kebodohan. Ansel telah menjebak Marissa untuk menikah, padahal ia sedang menderita leukeumia stadium menengah, dan semua keluarga membantunya melakukan itu. Axel berpikir kalau Marissa mungkin wanita matre yang mau menikahi pria kaya raya dengan sangat terburu-buru.
Kini, Axel harus menemani kakaknya berobat secara mendadak di Singapura karena kakaknya membutuhkan bantuannya. Ia berada di rumah sakit sekarang, menunggu pemeriksaan kakaknya. Jika saja ayah dan ibu mereka masih hidup, tentu Axel tidak perlu repot-repot. Namun, rasa kasihan membuatnya terpaksa mendampingi kakak kembarnya itu. Tiba-tiba, pintu ruangan periksa terbuka. Axel yang baru saja kembali dari kamar mandi setelah menjebak kakak iparnya sendiri itu sedikit terkejut.
“Xel... Sori udah nunggu lama,” ujar Ansel begitu keluar dari ruangan dokter.
“Udah selesai periksanya? Gue nggak nunggu lama koq, gue abis bantu elo nyelesein kerjaan yang sangat besar,” jawab Axel sambil tersenyum tipis. Bayangan kakak iparnya yang seksi itu kembali lagi ke otaknya yang kotor.
“Kerjaan apa?” tanya Ansel polos.
“Ah, nggak. Gue cuma bercanda,” jawab Axel sambil tertawa.
“Xel, bisa ngobrol sebentar?” tanya Ansel serius.
“Ya gue buru-buru jemput lo ke bandara, anterin elo ke rumah sakit, masa iya gak bisa ngobrol sama elo, An,” jawab Axel.
Ansel dan Axel duduk bersebelahan di lorong rumah sakit sekarang. Ansel menghela nafas sebelum berbicara.
“Xel, kata dokter gue bisa sembuh kalau dapat operasi sumsum tulang belakang dan gue harus dapet sumsum yang cocok. Karena kita kembar, sumsum elo pasti cocok sama gue. Elo mau kan bantuin gue?” tanya Ansel pada Axel.
“Ya mau gimana lagi? Gue nggak mungkin nolak,” jawab Axel.
“Makasih yah Axel. Gue sekarang harus hidup demi istri gue. Sekarang gue nemuin alasan kuat buat hidup, Xel. Nanti gue kenalin elo sama dia, ya,” ujar Ansel.
“Kalo elo sayang banget sama dia, kenapa lo nggak jujur aja soal kondisi elo? Kayak gini elo kaya nipu dia, bohongin dia,” jawab Axel.
“Xel, jangan kasih tahu dia soal ini, ya? Gue nggak mau kalau dia tahu. Gue takut, nanti dia ninggalin gue,” ujar Ansel.
“Kalo dia bener-bener cinta sama elo, nggak akan dia ninggalin elo. Harusnya elo jujur dari awal sebelum nikah, An,” jawab Axel, sedikit kesal sekarang. Ansel terlalu bodoh dan mungkin ia sekarang sudah terjerat wanita matre, pikir Axel. Sekarang, Axel malah ingin memberi pelajaran pada Ansel dan juga wanita yang menjadi kakak iparnya itu.
“Tapi, Xel. Jangan kasih tahu dia. Gue mohon sama elo. Jangan, please...” pinta Ansel lagi.
Axel hanya bisa menghela nafas dan mengangguk.
Sementara itu, Marissa juga sudah mematikan laptopnya dan menutupnya dengan rapi. Nafasnya masih tersengal dan wajahnya merona merah setelah apa yang baru saja ia lakukan. Rasanya ganjil, Marissa merasa malu, tetapi ia juga merasa puas. Ia kemudian segera berganti pakaian dan kembali menggantung gaun pengantinnya di lemari. Saat menyentuh manik-manik yang menghiasi gaun itu dengan indah, Marissa kembali teringat bagaimana pertemuannya dengan Ansel dulu.
Perkenalan mereka sangat singkat, tetapi Marissa dengan cepat menerima lamaran Ansel. Jika pengantin lain mungkin merasakan keraguan saat hendak melepas masa lajangnya, tidak dengan Marissa. Ansel adalah laki-laki pertama yang telah mencuri hatinya sejak mereka masih kecil. Bertemu kembali ketika mereka dewasa membuat Marissa yakin kalau Ansel adalah jodohnya.
Marissa masih ingat dengan jelas masa kecilnya dulu, ia hidup sangat sederhana karena ibunya hanya bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga di keluarga yang sangat kaya raya. Namun, itu tidak membuat Marissa menyerah dengan hidupnya. Sejak kecil, ia membantu ibunya dengan berjualan kue jajanan pasar buatan ibunya.
Di suatu hari yang naas, begitu Marissa keluar dari rumah mewah majikannya, membawa keranjang berat berisi kue-kue itu, tiba-tiba ada seorang pengendara sepeda yang melaju terlalu cepat dan menyenggol Marissa hingga terjatuh. Semua dagangannya jatuh berantakan dan kotor, sama sekali tidak bisa dijual. Marissa kebingungan, ia hanya bisa berlutut dan menangis sebab jika ibunya tahu ia akan habis dimarahi dan dipukuli. Ibunya sangat galak kepadanya.
Marissa masih ingat jelas ketika tiba-tiba saja seorang anak laki-laki yang lebih tua darinya datang mendekat dan berjongkok di hadapannya, mengulurkan sebuah sapu tangan putih.
“Kenapa nangis? Nih, lap air mata kamu,” ujarnya sambil tersenyum.
Marissa mendongak dan menatap wajah anak laki-laki itu dan seketika itu juga hatinya merasa hangat, seolah ada cahaya matahari setelah badai. Perlahan tangan kecil Marissa menerima sapu tangan itu.
“Dagangan kamu rusak ya?” tanyanya lagi.
Marissa mengangguk-angguk pelan. Laki-laki kecil itu tersenyum sambil menatap Marissa.
“Berapa semuanya?” tanyanya.
“Eh?”
Butuh beberapa saat untuk Marissa mencerna kata-kata anak lelaki itu.
“Berapa semuanya? Biar aku yang beli,” ujar anak lelaki itu lagi, memperjelas pertanyaannya. Marissa memperhatikan kalau anak itu berpakaian bagus dan ada sebuah mobil mewah di belakang dengan supir yang sedang menunggunya. Dia pasti anak orang kaya.
“Ta-tapi… kuenya nggak bisa dimakan,” jawab Marissa, sambil terisak.
“Nggak apa-apa, aku tetep beli,” ujarnya lagi.
Marissa mengusap air matanya ketika ia benar-benar menerima sejumlah uang yang bahkan dilebihkan dari semua harga kue dagangannya. Anak lelaki itu pergi bahkan sebelum memberitahu Marissa siapa namanya. Ia hanya meninggalkan sapu tangan putihnya yang bersulamkan sebuah inisial nama AP yang selalu disimpan oleh Marissa bahkan hingga dewasa.
Marissa selalu berharap ia dapat bertemu kembali dengan anak lelaki itu dan harapannya terwujud ketika ia sudah dewasa. Marissa sangat beruntung karena keluarga majikannya mau menyekolahkannya hingga SMA, setelah itu Marissa yang berprestasi mampu mendapatkan beasiswa untuk kuliah hingga lulus S1 dengan predikat cum laude.
Berbekal ijazahnya, Marissa mendapatkan pekerjaan yang cukup baik di sebuah perusahaan besar milik Pratama Group. Di sanalah ia bertemu dengan Ansel Pratama, putra pemilik perusahaan yang memiliki sapu tangan yang persis sama dengan yang disimpan oleh Marissa. Ansel tidak ingat sama sekali dengan kejadian di masa kecil, tetapi dengan cepat mereka saling jatuh cinta dan beberapa bulan kemudian hari pernikahan ini pun terjadi.
Kini Marissa hanya berharap Ansel dapat cepat kembali ke sisinya. Ia berbaring di atas tempat tidur yang kosong lalu menatap ke samping, ke tempat di mana seharusnya Ansel berbaring.
BERSAMBUNG
INFORMASI NOVEL
Judul: Cinta dan Dusta
Penulis: Cindy Chen
Instagram: @cindychen06
Platform: NovelMe
Genre: Adult Romance
Link Baca Lengkap: klik di sini
Menarik bukan? Yuk kita baca selengkapnya sekarang: Baca lengkap Novel Cinta dan Dusta

Cover Novel Cinta dan Dusta
Alur ceritanya membuat geregetan dan plot twistnya tidak terduga.
Simak sinopsisnya di bawah ini:
Di malam pernikahannya, suami Marissa meninggalkannya dan terbang ke luar negeri. Namun di luar negeri, suaminya melakukan panggilan video dan meminta istrinya untuk 'memuaskan diri sendiri' di dalam panggilan video itu.
Setelah sang suami pulang, perilakunya tak berubah, masih aneh seperti sebelumnya. Kadang dia dingin, kadang lembut.
Marissa dilanda kebingungan dengan suaminya itu. Hingga suatu hari, dia pun mendapati sebuah kenyataan yang menakutkan dan rahasia yang selama ini disembunyikan oleh suaminya.
Baca Full Episode
Chapter 1 – Nafsu Suamiku
“Pakai lagi gaun pengantin kamu, terus… kamu mau kan puasin diri kamu sendiri sekarang?” pinta pria yang sedang mengobrol dengan Marissa melalui layar laptop. Marissa melebarkan matanya mendengarkan permintaan pria itu, jantungnya berdegup kencang karenanya. Wajahnya dengan cepat terasa panas dan mulai merona merah.
“Kamu mau kan sayang?” tanya pria itu lagi dengan lembut.
“I-iya,” jawab Marissa tergagap. Bagaimanapun ia dan Ansel Pratama, pria yang ia pikir sedang berbicara dengannya itu, sudah berstatus suami istri, dan ini seharusnya adalah malam pertama mereka. Namun, Marissa merasa ada sesuatu yang aneh dari diri Ansel malam ini.
Marissa baru saja kecewa, karena setelah mimpinya untuk menikah dengan Ansel terkabul, tiba-tiba saja pria itu harus pergi ke luar negeri karena ada pekerjaan yang mendesak. Padahal, segalanya sudah berjalan dengan sempurna. Pagi tadi, Marissa masih ingat ketika menatap dirinya di cermin, mengagumi siluet tubuhnya yang berbalut gaun putih panjang. Wajah dan rambutnya telah dirias sedemikian rupa sehingga Marissa terlihat sangat cantik seperti seorang putri. Rambut hitam panjangnya digerai di bagian bawah, bergelombang hingga nyaris menyentuh pinggang, sebuah tiara kecil tersemat di bagian atas kepalanya dan sebuah sleyer putih tipis menutupi wajahnya.
Namun, kekecewaan kecil datang saat mereka sama-sama sudah berikrar janji setia. Mereka tidak bisa melalui malam pertama mereka bersama-sama.
“Maaf sayang, aku ada urusan yang benar-benar mendesak. Aku janji pasti pulang secepet mungkin. Aku juga kangen kamu,” kata Ansel.
“Nggak apa-apa, mas. Aku ngerti koq. Aku akan nungguin mas sampai pulang,” jawab Marissa sambil tersenyum, mencoba menutupi kekecewaannya.Meskipun Marissa kecewa, dia mencoba yang terbaik untuk memahami suaminya, karena dia tahu bahwa suaminya juga sangat mencintainya. Kalau bukan karena pekerjaan yang sangat penting, tidak mungkin suaminya meninggalkannya dan pergi ke luar negeri.
"Apa yang kamu pikirkan?" Pria di sisi lain layar menyela ingatan Marissa.
Marissa tersadar dari lamunannya dan menatap penuh penyesalan pada suami yang ia rindukan yang saat ini berada di layar komputer. Di saat yang sama, Marissa memperhatikan ada yang berbeda dari wajah suaminya.
“Mas, itu bekas luka di alis kamu kenapa? Kamu jatuh ya?” tanya Marissa khawatir. Marissa ingat, sebelumnya tidak ada bekas luka di wajah suaminya itu.
“Oh ini, nggak usah khawatir. Aku nggak apa-apa koq. Tapi... aku mau minta sesuatu sama kamu,” ujar pria itu sambil tersenyum miring.
Di saat itulah, Marissa mendengar permintaan yang mengejutkan. Pria itu memintanya untuk memuaskan dirinya sendiri sambil melakukan videocall. Marissa berpikir, sebagai istri ia harus meladeni gairah suaminya sendiri, meskipun ia tidak terbiasa. Ansel benar-benar terlihat berbeda dari biasanya.
“I-iya, mas. Sebentar ya,” jawab Marissa lagi.
Dengan jantung berdebar kencang, Marissa berjalan ke lemari untuk mengambil gaun pengantinnya yang sudah terbungkus rapi. Ia hendak menutup kamera saat berganti pakaian tetapi pria itu mencegahnya.
“Nggak usah ditutup kameranya, biar aku bisa lihat kamu ganti pakaian, sayang,” ujarnya.
Dengan wajah merona merah, akhirnya Marissa menuruti perkataan pria itu. Marissa melucuti pakaiannya sendiri dan dari layar laptop ia bisa mendengar nafas berat mulai terdengar dari pria itu.
“Kamu cantik banget, sayang. Ayo cepetan buka semuanya,” ujarnya lagi.
“I-iya, iya mas,” jawab Marissa lagi.
Marissa kemudian melucuti semuanya hingga hanya tubuh polosnya. Dengan cepat ia memakai kembali gaun pengantinnya lalu duduk kembali di depan laptop.
“Ayo sekarang, sentuh diri kamu sendiri, sayang. Aku mau lihat,” pinta pria itu lagi.
Marissa menelan ludah mendengar permintaan itu, tetapi melihat ekspresi pria itu yang sudah dipenuhi gairah, Marissa tidak mampu menolak. Ini memang malam pertama mereka, seharusnya. Perlahan, Marissa menyentuh bagian tali gaun di bahunya, lalu membuatnya melorot ke lengan, membuat bagian dadanya terbuka sebagian.
“Kamu cantik, sayang... Lanjutin please...” pintanya dengan nafas berat dan suaranya terdengar serak.
Tanpa bicara, Marissa kemudian mulai menyentuh bagian dadanya sendiri. Tidak disangka, Marissa mulai menikmati sentuhannya sendiri, sambil melihat wajah pria itu. Marissa mulai berfantasi kalau yang menyentuhnya adalah suaminya dan bukan jemarinya sendiri. Karena fantasinya itu, gairah Marissa mulai meninggi dan ia pun menggigit bibir bawahnya sendiri.
“Seksi banget, sayang... Lanjutin. Aku suka,” ujar pria itu lagi.
Marissa merasa suaminya semakin aneh. Biasanya Ansel adalah pria yang berperilaku halus, selalu serius dalam segala hal. Memuaskan diri melalui video call bukanlah hal yang bisa dilakukan oleh Ansel, setidaknya dalam pikiran Marissa. Tetapi pikir Marissa, karena perkenalan mereka yang singkat, mungkin Marissa belum tahu semua sisi dari pribadi suaminya itu.
“Tapi mas, aku malu...” ujar Marissa ketika ia sadar kalau gairahnya sendiri pun mulai memuncak.
“Nggak usah malu-malu, sayang. Udah nanggung banget nih,” jawab pria itu.
Marissa akhirnya mengangguk, bagaimana pun yang meminta ini adalah suaminya sendiri. Marissa tidak pernah menyangka kalau suaminya punya sisi liar seperti ini. Selama yang ia kenal, suaminya selalu lembut dan lebih serius. Namun, ia tidak keberatan sebab ia sangat mencintai Ansel.
Karena itulah, Marissa memejamkan matanya, melanjutkan fantasinya sendiri sambil menyentuh bagian dadanya. Marissa meremas keduanya dan tanpa disangka bunyi desahan meloloskan diri dari kedua bibirnya yang merah. Marissa pun mendengar kalau di ujung sana, pria itu pun mulai mendesah.
Marissa kini merasakan bagian bawah tubuhnya merindukan sentuhan. Perlahan-lahan tangannya menuju ke bawah, hampir memelorotkan semua gaunnya yang kini sudah turun hingga ke bagian perutnya.
“Gaunnya jangan dibuka semua, sayang. Angkat roknya saja,” perintah pria itu.
Marissa mengangguk. Rok gaun pengantin itu memiliki belahan di bagian kaki kanannya, jadi Marissa mengangkat roknya dari belahan rok tersebut, menyingkapkan kedua kakinya yang jenjang. Kini, Marissa tidak bisa lagi menahan dirinya, ia tidak bisa berhenti.
“Sayang... kamu cantik banget,” ujar pria itu lagi. Suaranya yang rendah dan sedikit serak membuat fantasi Marissa semakin melayang.
Sebelah tangan Marissa mulai menyelusup ke balik celana dalamnya sendiri. Sentuhan yang ia rindukan diwujudkannya sendiri. Marissa mendesah dan melenguh ketika jemari lentiknya bermain di bawah sana, membuatnya melayang. Andai saja semua ini dilakukan oleh Ansel, tentu Marissa akan sangat bahagia. Namun, malam ini, Marissa harus cukup puas dengan sentuhannya sendiri.
“Owh... Seksi banget... Terusin sayang, jangan ditahan-tahan,” ujar pria itu.
Dari suaranya, Marissa dapat menebak kalau pria itu pun sedang melakukan sesuatu dengan dirinya sendiri.
“Mas... A-aku...”
Marissa hendak mengatakan sesuatu, tetapi ia dengan cepat melupakannya sebab sensasi yang ditimbulkan dari sentuhannya dan fantasinya itu membuat dirinya seolah kehilangan kemampuan berpikirnya. Marissa meneruskannya, suara desahan dan lenguhannya yang bergantian terdengar merdu di telinga pria itu. Hingga akhirnya Marissa mencapai puncaknya dan ia pun berbaring lemas di atas ranjang, di hadapan laptop yang masih terbuka itu.
Seketika, rasa malu Marissa muncul lagi, melihat gambar dirinya di laptop dengan rambut tergerai sedikit acak-acakan, gaun pengantin yang terbuka sebagian besar, dan wajahnya yang merona merah. Marissa dengan cepat menutupi bagian tubuhnya yang terbuka sebisanya.
“Koq ditutup, sayang? Kamu cantik dan seksi, aku suka,” ujar pria itu sambil tersenyum miring.
“Mas, aku malu...” jawab Marissa sambil menundukkan wajahnya.
Pria itu tertawa pelan mendengar kata-kata Marissa. Namun, alih-alih melanjutkan obrolan seperti yang Marissa harapkan, tiba-tiba pria itu mengakhiri panggilan telepon.
“Sayang, aku harus ngerjain sesuatu nih. Makasih ya buat tadi, kamu cantik,” ujarnya.
“Oh... iya, mas. Jangan terlalu malem kerjanya. Jaga kesehatan,” jawab Marissa.
“Iya... Selamat tidur ya,” jawab pria itu lagi. Lalu ia mematikan sambungan video call.
Segera setelah sambungan video call diputus, pria itu tersenyum sinis tetapi sisa gairahnya membuat senyumnya terkesan nakal.
“Wanita bodoh,” ucapnya sambil memasukkan handphone yang dipakainya ke saku.
Bab 2 – Dia yang Sebenarnya
Setelah memasukkan handphone ke saku, pria itu tertawa, menertawakan kebodohan kakak iparnya yang cantik. Handphone itu bukan miliknya, melainkan milik kakaknya. Dengan mudah, wanita cantik itu dapat ditipu mentah-mentah. Ia bukan Ansel Pratama, tetapi adik kembarnya, Axel Pratama. Kakaknya yang bodoh dan pengecut itu ternyata telah menikahi wanita yang sama bodohnya. Sekarang, kakaknya itu telah datang ke Singapura secara tiba-tiba, mengganggu semua urusan Axel. Jadi, ia memutuskan untuk mempermainkan kakak iparnya. Tidak disangka, kakak iparnya sangat cantik, membuatnya puas meskipun hanya dari layar handphone saja.
Axel menghapus riwayat panggilan video call dari kakak iparnya itu sebelum memasukkan handphone itu kembali ke tas kakaknya. Tidak akan ada yang tahu apa yang telah ia lakukan. Kakak iparnya yang pemalu dan bodoh itu tidak akan berani mengungkit apa yang terjadi karena terlalu malu, Axel dapat menebaknya. Axel pun dapat menebak kalau Ansel belum memberitahu Marissa kalau ia punya adik kembar. Pernikahan mereka terlalu terburu-buru karena Ansel sedang sakit keras.
Ansel bahkan tidak berani memberitahu calon istrinya sendiri soal penyakitnya. Bahkan saat pingsan di hari pernikahan, ia malah berbohong. Menurut Axel, itu adalah kebodohan. Ansel telah menjebak Marissa untuk menikah, padahal ia sedang menderita leukeumia stadium menengah, dan semua keluarga membantunya melakukan itu. Axel berpikir kalau Marissa mungkin wanita matre yang mau menikahi pria kaya raya dengan sangat terburu-buru.
Kini, Axel harus menemani kakaknya berobat secara mendadak di Singapura karena kakaknya membutuhkan bantuannya. Ia berada di rumah sakit sekarang, menunggu pemeriksaan kakaknya. Jika saja ayah dan ibu mereka masih hidup, tentu Axel tidak perlu repot-repot. Namun, rasa kasihan membuatnya terpaksa mendampingi kakak kembarnya itu. Tiba-tiba, pintu ruangan periksa terbuka. Axel yang baru saja kembali dari kamar mandi setelah menjebak kakak iparnya sendiri itu sedikit terkejut.
“Xel... Sori udah nunggu lama,” ujar Ansel begitu keluar dari ruangan dokter.
“Udah selesai periksanya? Gue nggak nunggu lama koq, gue abis bantu elo nyelesein kerjaan yang sangat besar,” jawab Axel sambil tersenyum tipis. Bayangan kakak iparnya yang seksi itu kembali lagi ke otaknya yang kotor.
“Kerjaan apa?” tanya Ansel polos.
“Ah, nggak. Gue cuma bercanda,” jawab Axel sambil tertawa.
“Xel, bisa ngobrol sebentar?” tanya Ansel serius.
“Ya gue buru-buru jemput lo ke bandara, anterin elo ke rumah sakit, masa iya gak bisa ngobrol sama elo, An,” jawab Axel.
Ansel dan Axel duduk bersebelahan di lorong rumah sakit sekarang. Ansel menghela nafas sebelum berbicara.
“Xel, kata dokter gue bisa sembuh kalau dapat operasi sumsum tulang belakang dan gue harus dapet sumsum yang cocok. Karena kita kembar, sumsum elo pasti cocok sama gue. Elo mau kan bantuin gue?” tanya Ansel pada Axel.
“Ya mau gimana lagi? Gue nggak mungkin nolak,” jawab Axel.
“Makasih yah Axel. Gue sekarang harus hidup demi istri gue. Sekarang gue nemuin alasan kuat buat hidup, Xel. Nanti gue kenalin elo sama dia, ya,” ujar Ansel.
“Kalo elo sayang banget sama dia, kenapa lo nggak jujur aja soal kondisi elo? Kayak gini elo kaya nipu dia, bohongin dia,” jawab Axel.
“Xel, jangan kasih tahu dia soal ini, ya? Gue nggak mau kalau dia tahu. Gue takut, nanti dia ninggalin gue,” ujar Ansel.
“Kalo dia bener-bener cinta sama elo, nggak akan dia ninggalin elo. Harusnya elo jujur dari awal sebelum nikah, An,” jawab Axel, sedikit kesal sekarang. Ansel terlalu bodoh dan mungkin ia sekarang sudah terjerat wanita matre, pikir Axel. Sekarang, Axel malah ingin memberi pelajaran pada Ansel dan juga wanita yang menjadi kakak iparnya itu.
“Tapi, Xel. Jangan kasih tahu dia. Gue mohon sama elo. Jangan, please...” pinta Ansel lagi.
Axel hanya bisa menghela nafas dan mengangguk.
Sementara itu, Marissa juga sudah mematikan laptopnya dan menutupnya dengan rapi. Nafasnya masih tersengal dan wajahnya merona merah setelah apa yang baru saja ia lakukan. Rasanya ganjil, Marissa merasa malu, tetapi ia juga merasa puas. Ia kemudian segera berganti pakaian dan kembali menggantung gaun pengantinnya di lemari. Saat menyentuh manik-manik yang menghiasi gaun itu dengan indah, Marissa kembali teringat bagaimana pertemuannya dengan Ansel dulu.
Perkenalan mereka sangat singkat, tetapi Marissa dengan cepat menerima lamaran Ansel. Jika pengantin lain mungkin merasakan keraguan saat hendak melepas masa lajangnya, tidak dengan Marissa. Ansel adalah laki-laki pertama yang telah mencuri hatinya sejak mereka masih kecil. Bertemu kembali ketika mereka dewasa membuat Marissa yakin kalau Ansel adalah jodohnya.
Marissa masih ingat dengan jelas masa kecilnya dulu, ia hidup sangat sederhana karena ibunya hanya bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga di keluarga yang sangat kaya raya. Namun, itu tidak membuat Marissa menyerah dengan hidupnya. Sejak kecil, ia membantu ibunya dengan berjualan kue jajanan pasar buatan ibunya.
Di suatu hari yang naas, begitu Marissa keluar dari rumah mewah majikannya, membawa keranjang berat berisi kue-kue itu, tiba-tiba ada seorang pengendara sepeda yang melaju terlalu cepat dan menyenggol Marissa hingga terjatuh. Semua dagangannya jatuh berantakan dan kotor, sama sekali tidak bisa dijual. Marissa kebingungan, ia hanya bisa berlutut dan menangis sebab jika ibunya tahu ia akan habis dimarahi dan dipukuli. Ibunya sangat galak kepadanya.
Marissa masih ingat jelas ketika tiba-tiba saja seorang anak laki-laki yang lebih tua darinya datang mendekat dan berjongkok di hadapannya, mengulurkan sebuah sapu tangan putih.
“Kenapa nangis? Nih, lap air mata kamu,” ujarnya sambil tersenyum.
Marissa mendongak dan menatap wajah anak laki-laki itu dan seketika itu juga hatinya merasa hangat, seolah ada cahaya matahari setelah badai. Perlahan tangan kecil Marissa menerima sapu tangan itu.
“Dagangan kamu rusak ya?” tanyanya lagi.
Marissa mengangguk-angguk pelan. Laki-laki kecil itu tersenyum sambil menatap Marissa.
“Berapa semuanya?” tanyanya.
“Eh?”
Butuh beberapa saat untuk Marissa mencerna kata-kata anak lelaki itu.
“Berapa semuanya? Biar aku yang beli,” ujar anak lelaki itu lagi, memperjelas pertanyaannya. Marissa memperhatikan kalau anak itu berpakaian bagus dan ada sebuah mobil mewah di belakang dengan supir yang sedang menunggunya. Dia pasti anak orang kaya.
“Ta-tapi… kuenya nggak bisa dimakan,” jawab Marissa, sambil terisak.
“Nggak apa-apa, aku tetep beli,” ujarnya lagi.
Marissa mengusap air matanya ketika ia benar-benar menerima sejumlah uang yang bahkan dilebihkan dari semua harga kue dagangannya. Anak lelaki itu pergi bahkan sebelum memberitahu Marissa siapa namanya. Ia hanya meninggalkan sapu tangan putihnya yang bersulamkan sebuah inisial nama AP yang selalu disimpan oleh Marissa bahkan hingga dewasa.
Marissa selalu berharap ia dapat bertemu kembali dengan anak lelaki itu dan harapannya terwujud ketika ia sudah dewasa. Marissa sangat beruntung karena keluarga majikannya mau menyekolahkannya hingga SMA, setelah itu Marissa yang berprestasi mampu mendapatkan beasiswa untuk kuliah hingga lulus S1 dengan predikat cum laude.
Berbekal ijazahnya, Marissa mendapatkan pekerjaan yang cukup baik di sebuah perusahaan besar milik Pratama Group. Di sanalah ia bertemu dengan Ansel Pratama, putra pemilik perusahaan yang memiliki sapu tangan yang persis sama dengan yang disimpan oleh Marissa. Ansel tidak ingat sama sekali dengan kejadian di masa kecil, tetapi dengan cepat mereka saling jatuh cinta dan beberapa bulan kemudian hari pernikahan ini pun terjadi.
Kini Marissa hanya berharap Ansel dapat cepat kembali ke sisinya. Ia berbaring di atas tempat tidur yang kosong lalu menatap ke samping, ke tempat di mana seharusnya Ansel berbaring.
BERSAMBUNG
INFORMASI NOVEL
Judul: Cinta dan Dusta
Penulis: Cindy Chen
Instagram: @cindychen06
Platform: NovelMe
Genre: Adult Romance
Link Baca Lengkap: klik di sini
Menarik bukan? Yuk kita baca selengkapnya sekarang: Baca lengkap Novel Cinta dan Dusta
0
642
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan