Makin kesini tantangan untuk meningkatkan minat baca tulis anak makin terasa berat. Alasannya karena banyak anak sekarang tumbuh dengan smartphone dan lebih suka bermain dengan ponselnya dibanding bermain dengan teman di luar rumah. Mereka juga lebih suka menonton televisi dibanding membaca buku. Apalagi jika lingkungan sekitar untuk akses membaca pun tidak ada. Jadi tidak heran jika tingkat literasi di Indonesia jauh di belakang dari negara lain.

Salah satu yang dilakukan oleh Yulianto, pemuda yang sudah jatuh bangun dalam melalukan perjuangan di dunia literasi. Mulai tahun 2015, dia sudah mulai bergerak untuk menyebarkan virus-virus membaca ke tiap anak-anak, masyarakat, dan orang yang haus akan bacaan. Namun, uniknya yang dia pilih sebagai media adalah boneka. Bonekanya pun punya banyak nama, ada yang bernama Mumun dan juga ada yang bernama Nana.

Alasan Yulianto menggunakan boneka tidak lain agar anak-anak yang masuk ke rumah baca tidak jenuh usai membaca. Oleh karena itu anak-anak akan lebih senang jika mengunjungi rumah baca. Perjalanan panjang Yulianto pun menemui titik terangnya pada tahun 2018. Gerakan literasi Yulianto dengan boneka dilirik oleh Nirwan Ahmad, pendiri Pustaka Bergerak Indonesia. Disitulah muncul boneka Nana yang membawa dia bertemu dengan Najwa Shihab.

Koleksi yang digunakan untuk perjuangan literasi pun dari koleksi pribadinya. Berbagai kendala pun dia temukan dalam menyebarkan virus literasi ke masing-masing daerah. Mulai dari kendaraan yang sering keluar masuk bengkel, jalan setapak, dan pemakaian uang mandiri untuk membeli rak buku dan kepeluan rumah baca. Sampai pada akhirnya, Yulianto saat ini sudah memiliki lima simpul pustaka di Grobogan, Jawa Tengah. Semangat Yulianto dalam menyebarkan virus literasi pun tetap berbokbar. Bahkan hingga sampai saat ini.