Kaskus

News

the.commandosAvatar border
TS
the.commandos
Tertular Almarhum Suami, Anak pun Ikut ”Pergi”
Tertular Almarhum Suami, Anak pun Ikut ”Pergi”

Layaknya perempuan kebanyakan, Fitri (bukan nama sebenarnya) memiliki angan-angan untuk membina rumah tangga yang sempurna. Terlebih, tidak lama setelah menikah, dia langsung dikaruniai buah hati. Namun, impian tersebut runtuh setelah dokter menyatakan bahwa dirinya positif HIV/AIDS.

Kisah sedih itu berawal pada 2010 silam, saat kondisi kesehatan Fitri tiba-tiba menurun. Dia pun pergi memeriksakan diri ke puskesmas yang tidak jauh dari rumahnya di Kabupaten Malang. Oleh dokter puskesmas, Fitri diminta tes dahak dan rontgen. Meski hasilnya negatif, dokter memberi Fitri pengobatan tuberkulosis (TBC) lini dua. Pengobatan itu mengharuskan Fitri disuntik sebanyak 1 kali setiap hari selama 52 hari. Pada hari ke-20, tubuh Fitri berontak. Dia kembali drop.

Dokter akhirnya memutuskan bahwa Fitri harus opname. Selama opname, dokter memberikan berbagai macam obat. Salah satunya obat lambung. Karena kondisinya kian memburuk, Fitri akhirnya dirujuk ke RSUD Kanjuruhan.

”Saya akhirnya dirawat selama beberapa hari. Saat sedang berbicara dengan kakak, ada suster yang masuk. Suster itu meminta kakak saya untuk keluar ruangan karena ada yang akan disampaikan kepada saya,” ujar perempuan yang kini berusia 38 tahun itu.

Setelah sang kakak keluar dari ruang perawatan, suster itu mengabarkan bahwa Fitri positif HIV/AIDS. ”Waktu itu saya hanya bisa diam. Kaget dan shock, sampai tidak bisa nangis. Hanya bisa bertanya-tanya, kenapa saya yang cuma ibu rumah tangga menjadi korban?” imbuh Fitri dengan suara bergetar.

Sebelum dinyatakan positif HIV/AIDS, kehidupan Fitri benar-benar normal. Dia lebih banyak beraktivitas di lingkungan rumah. Begitu juga saat masih bersekolah. Dia dididik secara disiplin oleh almarhum ayahnya. Tak pernah mau main sembarangan.

Dugaan sumber HIV/AIDS itu lantas tertuju pada almarhum suaminya. Kebetulan, suaminya baru saja meninggal belum lama setelah Fitri dirawat.

Fitri mengungkapkan, sang suami bekerja di Kalimantan sejak muda. Pulang ke Kabupaten Malang hanya satu tahun sekali. Keduanya berkenalan pada 2008 lewat salah seorang kawan. Karena merasa cocok, satu tahun berselang, mereka memutuskan untuk menikah.


Sayangnya, Fitri tidak banyak tahu kehidupan suaminya di Kalimantan. Yang dia tahu, kehidupan di lingkungan kerja suaminya memang cenderung bebas. Selama tinggal di Kabupaten Malang setelah menikah, suaminya juga tidak menunjukkan gelagat atau kondisi aneh.

Fitri dan suami dikaruniai anak laki-laki pada 2009. Tidak lama setelah putra mereka lahir, suaminya bertolak kembali ke Kalimantan. Beberapa bulan kemudian, Fitri mendengar kabar bahwa suaminya meninggal.

”Kabar itu datang dari keluarga suami. Mereka membawa suami saya pulang karena sakit. Katanya dia kena gagal jantung, tapi saat saya tanya lebih lanjut mereka seperti menutupi,” terang perempuan dengan pendidikan terakhir SMP itu.

jantung, tapi saat saya tanya lebih lanjut mereka seperti menutupi,” terang perempuan dengan pendidikan terakhir SMP itu.

Setelah suaminya meninggal, anak Fitri yang kala itu berusia 7 bulan menyusul. Oleh dokter, bayi laki-laki lucu itu dikatakan menderita muntaber. ”Tidak ada yang aneh. Tiga hari sebelum meninggal dia rewel. Lalu sehari sebelum meninggal badannya membiru,” tuturnya.

Setelah ada kepastian bahwa Fitri positif HIV, baru muncul dugaan bahwa anaknya juga positif karena tertular lewat ASI. Kepada dokter RSUD Kanjuruhan, Fitri sempat meminta penyakitnya dirahasiakan, termasuk kepada keluarga. Namun dokter menolak karena khawatir tidak ada yang memantau pengobatan. Terlebih lagi, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) harus menjalani pengobatan seumur hidup.

Tiga hari kemudian, 5 saudara Fitri mengetahui kabar yang sebenarnya. Demikian pula dengan sang ibu. Fitri sempat mengurung diri di kamar selama seminggu. Bahkan dia kerap berteriak-teriak memanggil anaknya yang meninggal dunia. Kondisi anak kedua dari 6 bersaudara itu tersebut benar-benar terpuruk.

Namun, dukungan keluarga perlahan mengembalikan semangatnya. ”Katanya ibu, aku wis ngerti. Wis gapopo, sing penting semangat. Tidak ada sakit yang tidak ada obatnya,” ucapnya menirukan perkataan sang ibu.

Dukungan juga datang dari kawan-kawan di komunitas sosial. Sebab, setelah divonis HIV/ AIDS, Fitri sempat absen beraktivitas di komunitas. Namun mereka justru mendukung kondisi Fitri sepenuhnya. Belum lagi komunitas sesama penyintas. Butuh waktu satu tahun sampai Fitri bisa berdamai dengan kondisinya.

Kini, sudah lebih dari satu dekade Fitri berteman dengan HIV/ AIDS. Meski merasa jenuh, dia tetap rajin menjalani pengobatan. Fitri mengisi hari-harinya dengan hal positif, seperti membantu memberi pemahaman ke orang awam walaupun dalam skala terbatas. Dia juga bekerja membuat aneka makanan.

Ada kalanya, Fitri merasa jenuh mengonsumsi Antiretroviral (ARV). Seperti beberapa bulan lalu, dia sempat tidak mengonsumsi ARV tiga bulan hingga menjalani opname. Namun, semangat dari keluarga menguatkan dirinya.

Ditanya apakah berniat membuka hatinya untuk pria kembali, Fitri dengan tegas menggeleng. Saat ini dia nyaman hidup dengan keluarganya. Dia tak ingin sakit hati lagi seperti pada waktu hidup dengan almarhum suaminya. ”Sudah trauma. Tidak hanya meninggalkan HIV/AIDS, saya juga pernah tidak dinafkahi lima bulan,” beber Fitri.

Lima tahun lalu saya memang pernah tunangan, tapi karena tidak cocok akhirnya berhenti. Kini, dia ingin fokus menjalani pengobatan dan bahagia. (mel/fat)

https://radarmalang.jawapos.com/soso...n-ikut-pergi/?

Jangan ambil resiko utk kenikmatan sesaat gan
Diubah oleh the.commandos 03-12-2022 05:57
b.omatAvatar border
marooniaAvatar border
jireshAvatar border
jiresh dan 5 lainnya memberi reputasi
6
2.2K
55
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan