Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

drhansAvatar border
TS
drhans
Morning Breakfast
Jokes of the day

Morning Breakfast

"Selamat pagi, Dok. Ini Papa saya baru pulang dari perawatan rumah sakit. Dia terkena Stroke, Dok."

Sejak masuk ke ruang periksa, aku sudah memperhatikan gaya melangkah si Oom yang diseret-seret dan dipapah memasuki ruang periksa. Dari sekilas pandang, aku sudah mengetahui si Oom itu paska terserang Stroke.

Aku mengangguk pelan kepada si pengantar, lalu bertanya," Sudah berapa lama terserang Stroke? Dirawat di mana? Berapa lama?"

"Dua minggu yang lalu, Dok. Awalnya, pagi-pagi, Papa ditemukan jatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke Rumah Sakit A, lalu kata dokter IGD dikatakan Stroke dan diharuskan rawat inap. Jadi, Papa dirawat selama sepuluh hari dan kami bawa pulang karena tidak ada kemajuan, juga Papa memaksa minta pulang. "

" Waktu pertama dibawa ke rumah sakit, bagaimana kondisi si Oom? Masih sadar? Masih bisa bicara normal? Masih bisa berjalan sendiri? "

" Papa masih sehat waktu dibawa ke rumah sakit, Dok. Dia hanya mengeluh pusing dan sedikit lemas. Kepalanya di bagian depan, dekat jidat, rada benjol dan sobek berdarah. Itu yang membuat kami cemas dan membawa dia berobat? "

" Dari ditemukan jatuh di kamar mandi sampai dibawa berobat, berapa lama? Adakah lebih dari 5 - 6 jam? Terus, selama si Oom di rumah apakah dia semakin mengeluh pusing dan lemas, juga adakah muntah? "

" Ehh, iya, Dok. Sebelum dibawa ke rumah sakit, Papa sempat muntah dua kali. Muntahnya banyak, Dok. Terus, muntahnya jorok, Dok. Muncrat ke mana-mana. Papa juga, sepertinya mulai melantur bicara waktu kami bawa ke rumah sakit. Kami bawa dia ke rumah sakit, siang hari, Dok. Nunggu ko Aceng, anak Papa paling besar, pulang dulu dan bawa mobil. "

" Selama di rumah, sebelum dibawa ke rumah sakit, si Oom ada dikasih obat atau diberi jamu, obat tradisional atau dilakukan sesuatu kepadanya, seperti tusuk ke sepuluh ujung jari? "

" Iya, Dok. Kami sempat memijat-mijat kepala Papa, karena dia terus mengeluh pusing dan sakit kepala. Terus, kami ada laburi sekujur tubuh Papa dengan minyak telon, soalnya ujung-ujung jari tangan dan kaki Papa, dingin, Dok. Terus, waktu ci Asiu datang, dia menusuk sepuluh jari tangan Papa dan menekan tengah-tengah lekuk bibir atas dan di tangan, katanya biar titik Jin Tiong dan He Ku Papa bebas. Bisa menolong kesembuhan Papa. Mama sempat beli Ankung. "

" Oohh. Lalu, sesampainya di rumah sakit, si Oom langsung dibawa ke IGD? "

" Iya, Dok. Di IGD, Papa diperiksa macam-macam. Waktu kita tanya dokter jaganya, periksa apa saja. Si dokter cuma jawab singkat bahwa periksa yang penting buat perawatan si Papa. Kita habis sekitar lima belas jutaan, Dok, cuma buat di IGD. Mana dokter dan susternya kurang ramah dan pelit penjelasan. Papa baru dibawa ke kamar inap menjelang malam. Itu pun setelah kami melunasi dulu deposit rawat inap sebesar tiga puluh juta. Papa dirawat di kamar VIP, habis kata susternya, kamar kelas dua dan satu sudah penuh. Padahal, kami lihat sih, rumah sakitnya sepi, loh, Dok. "

" Ooh. Lalu, selama di IGD, si Oom sudah mendapat perawatan apa saja? "

Aku bertanya, sekedar memastikan, karena sudah dapat membayangkan bagaimana perawatan di rumah sakit A itu dan bagaimana tidak efisien dan cepat tanggap paramedis di sana.

" Kami kurang jelas, Dok. Papa sih sudah dipasangi infus, diberi selang Oksigen dan disuntik beberapa kali oleh suster. Suntik apa, kami gak tahu. Terus, ada salah seorang dokter bilang Papa terkena Stroke. Stroke penyumbatan dan menunggu konsultasi dari dokter saraf. "

" Oke. Lalu, apa saja yang dilakukan dokter spesialis sarafnya selama perawatan? Dan bagaimana kondisi si Oom selama perawatan? "

" Nah ini, Dok. Terus terang, kami kurang puas dengan pelayanan rumah sakit dan keterangan/tindakan dokter-dokter di sana. Dokter yang menangani Papa, dokter X, seorang dokter spesialis penyakit dalam, bukan dokter Y, yang spesialis saraf. Ya, salah kami juga sih, Dok. Waktu pertama di bagian administrasi, kami ditanya mau pakai siapa sebagai dokter penanggung jawabnya. Kami khan, gak kenal dokter-dokter di sana, jadi kami tanya, dokter siapa yang ngetop di sana dan biasanya, pasien rawat inap dipegang oleh siapa, lalu oleh petugas admin, Papa diusulkan dipegang sama dokter X itu, karena banyak pasien rumah sakit dirawat sama dia. Waktu, ci Asiu tanya, apakah dokter ini dokter saraf? Dijawab, bukan, tetapi gak masalah kata si petugas. Dokter X banyak menangani pasien Stroke, kok. Lagian, nanti dokter sarafnya tinggal dikonsul. Nah, akhirnya, kami ikutin saran mereka dan pakai dokter X, Dok. "

" Trus bagaimana? "

" Trus, ini yang bikin kami kesal, Dok. Dokter X sih, kata suster bangsal, datang mengontrol pasien setiap hari, tetapi kami hampir tak pernah bertemu dia. Jadi mau tanya-tanya langsung kondisi Papa, susah. Dokternya visite ke pasien sesuka hati, tidak ada jam kunjungan tetap, kami khan susah mesti nungguin dia buat bertemu. Malahan, kami lebih sering bertemu dengan dokter Y, dokter saraf, yang dikonsultasikan oleh dokter X. Perkembangan penyakit Papa kami dapat dari dokter Y ini. Sayangnya, dokter Y penakut. Masak, apa-apa, mesti tanya dulu kepada dokter Y dan seperti gak berani ambil tindakan. Semuanya mesti nunggu acc dokter X. "

" Oohh ... "

" Iya, Dok. Repotnya, dokter X senang sekali mengkonsulkan Papa ke dokter-dokter spesialis lain, seperti dokter urolog, dokter lever, dokter mata, dokter kulit, dokter jantung, dokter rehab, dokter saraf dan dokter-dokter spesialis lain yang saya lupa apa spesialisasinya. Seingat saya, dari ujung rambut sampai jempol kaki, semua sudah dikonsultasikan sama dokter X. Lalu, kerjaannya dia apa? Yang jelas, setiap dipanggil petugas administrasi rumah sakit, saya deg-deg-an, Dok. Biaya konsultasi ini-itu, biaya pemeriksaan ini-itu, biaya pemakaian obat/alat ini-itu bikin detak jantung saya lebih cepat dari lari kuda pacuan. Bocor kayak kran air kagak bisa ditutup. "

Aku terdiam sejenak, selain berusaha mencerna perkataan si pengantar yang sambung-menyambung tanpa putus, juga berusaha meredakan pusing yang mulai timbul akibat mendengar keluhan si pengantar yang begitu menggebu-gebu.

Belum juga dapat rehat sejenak, si pengantar sudah menyambung perkataannya lagi.

"Yah, kalau keluar uang banyak, tetapi Papa memperoleh kesembuhan sih, gapapa, Dok. Ehh! Ini, sudah buat kita pontang-panting mencari dana berobat, kondisi Papa, dari hari ke hari, terlihat semakin buruk. Terutama, anggota geraknya dan cara berbicaranya."

" Kenapa, memangnya si Oom? "

" Lah itu, masak hari pertama sampai hari kelima dirawat, Papa semakin lemas dan tidak bisa mengangkat lengan dan tungkainya. Tangannya yang sebelumnya bisa pegang sendok/ gelas, sekarang buat bergeser sedikit aja susahnya minta ampun. Juga, kedua kakinya, terutama kaki kanannya. Dari bisa berjalan, berubah menjadi sampai untuk duduk saja, gak bisa. Bicara juga, sekarang, hampir tak terdengar suaranya dan tak jelas omong apa. "

" Memangnya, dokter yang merawat tak menjelaskan perkembangan penyakitnya? Mengapa dalam 5 hari pertama, kondisi pasien, biasanya, dapat bertambah buruk dan baru sesudah itu, baru mulai terlihat peningkatan kekuatan otot? "

" Boro-boro, Dok. Setiap hari, kami galau melihat kondisi Papa. Kami menebak-nebak sendiri, apakah kondisi Papa dapat membaik dari hari ke hari. Yang jelas, kami kecewa dengan perkembangan kesehatan Papa selama dirawat. "

" Bukan itu saja, Dok. Saat ada saudara kami yang mengusulkan agar Papa dibawa berobat atau minimal dikonsultasikan ke dokter T, yang spesialis DSA itu, dokter X, melalui perantaraan suster, malahan marah-marah dan mengancam tidak mau merawat Papa lagi, bila kami tetap bersikeras konsul ke dokter T. Padahal, khan seperti Dokter tahu, terapi DSA dokter T itu sangat ngetop dan menjanjikan hasilnya khan, Dok? "

Aku yang sebenarnya juga kurang setuju dengan metode DSA, diam saja tak memberikan komentar dan berusaha mendengar lebih lanjut ocehan si pengantar.

Benar saja, si pengantar sudah mengoceh lagi.

" Yang lebih mengesalkan, Dok, kami tidak boleh memberikan sembarang obat, padahal obat-obat Tiongkok seperti An Kung, khan sudah terkenal ampuh untuk menyembuhkan Stroke. Masak, kagak boleh! Yang boleh, cuma obat dari dokter yang harganya bisa jutaan sekali pakai. Iya, kalau sembuh!! Kagak! "

Aku yang mulai kagak sabaran karena si pengantar terus mengumbar kekesalannya kepada pelayanan di rumah sakit, akhirnya memotong pembicaraannya dengan bertanya," Maaf, lalu si Oom dibawa berobat ke sini, untuk apa? "

Si pengantar seperti tersadar bahwa aku mulai kurang ramah, lalu cepat-cepat membelokkan pembicaraan. Katanya, "Eehh, iya maaf, Dok. Dari tadi saya nyerocos berkepanjangan. Maaf. Maksud saya membawa Papa ke sini agar Dokter dapat memeriksa Papa lagi dan menyembuhkan dia (secepatnya)."

Kata secepatnya, diucapkan dengan volume suara dikecilkan, tetapi aku masih dapat mendengar dan membuatku naik pitam.

Memangnya, aku siapa? Para dokter spesialis saja, belum sanggup. Lah, kok, datang ke sini meminta penyembuhan dan ingin sesegera mungkin. Apa di wajahku ada tertulis bahwa aku pasti dapat menyembuhkan pasien yang datang berobat?

Baru saja aku ingin mendamprat si pengantar, terdengar suara dari pintu dalam rumah.

"Toing! Mobil sudah dipanaskan belum? Si Monic sudah mau berangkat ke sekolah."

Aku buru-buru bergegas ke luar, tanpa mempedulikan si pengantar dan rombongannya. Salah siapa, masuk-masuk ke ruang praktek tanpa permisi dan bertanya dulu? Aku khan cuma supir dokter Han.

Sudah dulu ya, aku mau mengeluarkan mobil dari garasi. Nanti kalau kelamaan, si Non Monic bisa marah dan aku disemprot lagi oleh Pak Dokter.

Yuk, ahh!

Salam semua. Be happy. Gbu.
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
352
2
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan