- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Perbincangan Seksualitas, Antara Kebutuhan Dan Intimasi


TS
albyabby91
Perbincangan Seksualitas, Antara Kebutuhan Dan Intimasi
Perbincangan Seksualitas, Antara Kebutuhan Dan Intimasi
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dewasa ini nampaknya juga memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap cara pandang manusia dalam hal pemenuhan hasrat seksualnya. Dahulu, manusia memandang perihal seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak layak diperlihatkan ke publik, apalagi dibincangkan secara intens. Kebanyakan generasi terdahulu menempatkan seks hanya sebagai kegiatan seremonial yang sifatnya intim, cenderung tertutup, dan hanya sebagai konsumsi orang dewasa yang telah berumah tangga. Keadaan ini berlangsung sangat lama dan seakan telah menjadi budaya yang melekat sangat kuat dikalangan masyarakat. Begitu juga dengan posisi perempuan yang hanya sebagai objek untuk menyalurkan birahi dan tidak pernah memiliki hak untuk dimintai sudut pandangnya dalam membicarakan perihal seks.
Belakangan, isu-isu seksual menjadi begitu sangat intens menghiasi diskusi-diskusi di ruang publik. Kecenderungan hubungan seksual monoton yang dianggap terlalu mengagungkan laki-laki kemudian disoal oleh mereka yang menginginkan perubahan cara pandang yang progresif. Kalangan feminis dan kelompok pro kesetaraan jenis kelamin (gender equality) kemudian mulai melakukan gebrakan dengan mulai mengangkat topik ini kehadapan khalayak. Pembicaraan ini tidak hanya seputar bagaimana seharusnya posisi pria dan wanita dalam hal hubungan seksual (baca : senggama), tetapi mulai melebar kepada pembaruan konsensus atau kesepakatan dalam pemenuhan hak biologis ini.
Sebagian orang, terutama para kaum religius dan agamis menganggap fenomena ini adalah musibah. Alih-alih memfasilitasi diskusi dan membantu menemukan solusi yang terbaik, mereka malah buru-buru mendikte gerakan ini hanyalah urusan "lendir" semata dan tidak substansial untuk dipersoalkan. Akibatnya, skeptisisme bermunculan dan malah semakin menjauhkan generasi muda dari religiusitas karena dianggap tidak relevan lagi dengan zaman dan tidak mampu menjawab permasalahan yang terjadi.
Di sisi lain, para psikolog dan seksolog semakin menunjukkan signifikansinya. Sebagai contoh, seksolog semacam Zoya Amirin misalnya, dalam sebuah pembahasan yang ditayangkan oleh chanel Youtube Rocky Gerung (RGTV) menyatakan dengan sangat jelas bahwa seks bukan hanya persoalan senggama semata. Lebih dari itu seks adalah kebutuhan dasar (basic needs) yang pemenuhannya adalah sebuah keniscayaan. Dia juga menguraikan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara "making love" dan "having seks" meski keduanya memiliki makna yang sama yaitu bersetubuh atau coitus.
Zoya selanjutnya memberikan definisi bahwa "making love" adalah sebuah aktivitas seksual yang tidak hanya membutuhkan konsensus tetapi juga didalamnya melibatkan emosi dan perasaan. Dan mereka yang melakukannya tentu saja adalah dua orang yang melibatkan cinta dan kasih sayang. Sebaliknya, "having seks" adalah keadaan dimana dua orang atau lebih yang melakukan hubungan seksual yang tidak melibatkan emosi dan perasaan di dalamnya. Hubungan ini hanya semata-mata untuk memenuhi hasrat dan kepuasan biologis batiniah saja. Dalam hal ini, cinta tidak dipersyaratkan. Hanya dibutuhkan lebih kepada performa dan teknik berhubungan seks untuk saling memuaskan.
Jadi gimana menurut gansis, kalian ada dikategori mana nih. Making love kah atau malah hanya having seks.
Sumber pendukung :
Konten Sensitif

Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dewasa ini nampaknya juga memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap cara pandang manusia dalam hal pemenuhan hasrat seksualnya. Dahulu, manusia memandang perihal seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak layak diperlihatkan ke publik, apalagi dibincangkan secara intens. Kebanyakan generasi terdahulu menempatkan seks hanya sebagai kegiatan seremonial yang sifatnya intim, cenderung tertutup, dan hanya sebagai konsumsi orang dewasa yang telah berumah tangga. Keadaan ini berlangsung sangat lama dan seakan telah menjadi budaya yang melekat sangat kuat dikalangan masyarakat. Begitu juga dengan posisi perempuan yang hanya sebagai objek untuk menyalurkan birahi dan tidak pernah memiliki hak untuk dimintai sudut pandangnya dalam membicarakan perihal seks.
Belakangan, isu-isu seksual menjadi begitu sangat intens menghiasi diskusi-diskusi di ruang publik. Kecenderungan hubungan seksual monoton yang dianggap terlalu mengagungkan laki-laki kemudian disoal oleh mereka yang menginginkan perubahan cara pandang yang progresif. Kalangan feminis dan kelompok pro kesetaraan jenis kelamin (gender equality) kemudian mulai melakukan gebrakan dengan mulai mengangkat topik ini kehadapan khalayak. Pembicaraan ini tidak hanya seputar bagaimana seharusnya posisi pria dan wanita dalam hal hubungan seksual (baca : senggama), tetapi mulai melebar kepada pembaruan konsensus atau kesepakatan dalam pemenuhan hak biologis ini.
Sebagian orang, terutama para kaum religius dan agamis menganggap fenomena ini adalah musibah. Alih-alih memfasilitasi diskusi dan membantu menemukan solusi yang terbaik, mereka malah buru-buru mendikte gerakan ini hanyalah urusan "lendir" semata dan tidak substansial untuk dipersoalkan. Akibatnya, skeptisisme bermunculan dan malah semakin menjauhkan generasi muda dari religiusitas karena dianggap tidak relevan lagi dengan zaman dan tidak mampu menjawab permasalahan yang terjadi.
Di sisi lain, para psikolog dan seksolog semakin menunjukkan signifikansinya. Sebagai contoh, seksolog semacam Zoya Amirin misalnya, dalam sebuah pembahasan yang ditayangkan oleh chanel Youtube Rocky Gerung (RGTV) menyatakan dengan sangat jelas bahwa seks bukan hanya persoalan senggama semata. Lebih dari itu seks adalah kebutuhan dasar (basic needs) yang pemenuhannya adalah sebuah keniscayaan. Dia juga menguraikan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara "making love" dan "having seks" meski keduanya memiliki makna yang sama yaitu bersetubuh atau coitus.
Zoya selanjutnya memberikan definisi bahwa "making love" adalah sebuah aktivitas seksual yang tidak hanya membutuhkan konsensus tetapi juga didalamnya melibatkan emosi dan perasaan. Dan mereka yang melakukannya tentu saja adalah dua orang yang melibatkan cinta dan kasih sayang. Sebaliknya, "having seks" adalah keadaan dimana dua orang atau lebih yang melakukan hubungan seksual yang tidak melibatkan emosi dan perasaan di dalamnya. Hubungan ini hanya semata-mata untuk memenuhi hasrat dan kepuasan biologis batiniah saja. Dalam hal ini, cinta tidak dipersyaratkan. Hanya dibutuhkan lebih kepada performa dan teknik berhubungan seks untuk saling memuaskan.
Jadi gimana menurut gansis, kalian ada dikategori mana nih. Making love kah atau malah hanya having seks.
Sumber pendukung :







pakisal212 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
854
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan