US Army dan Sikorsky punya kabar baik lagi terkait proyek helikopter otonom (pilotless), pasalnya pada tes terbaru durasi terbang Black Hawk semakin lama dibandingkan tes sebelumnya pada awal Februari 2022. Mengutip artikel The War Zone(20/02/2022), seorang juru bicara dari Sikorsky mengatakan jika tes penerbangan yang dilakukan di gurun Arizona pada bulan ini berlangsung selama satu jam. Hebatnya, penerbangan tersebut tidak melibatkan pilot manusia (kontrol langsung) di dalam kokpit helikopter. Hal tersebut berbeda dengan tes penerbangan pada awal Februari 2022 yang masih melibatkan pilot manusia di dalam kokpit helikopter.

Black Hawk sendiri kemudian dikendalikan melalui tablet berukuran kecil oleh sang pilot, pada fase awal uji coba; kemampuan terbang tanpa pilot ini masih mewajibkan pilot duduk di kokpit helikopter untuk memantau langsung kinerja penerbangannya. Tapi kini sang pilot tak harus duduk di dalam kokpit, dia bisa mengendalikan helikopter dari jarak jauh.

Melalui program Optionally Piloted Vehicle (OPV) Black Hawk, Sikorsky dan US Army bermaksud membuat Black Hawk bisa digunakan untuk mengirim logostik, pasukan dan evakuasi pasukan di dalam pertempuran. Melalui program OPV, sebuah helikopter Black Hawk dikonfigurasi secara khusus guna melakukan serangkaian uji coba dalam program OPV.



“Sikorsky dan DARPA menerbangkan helikopter Black Hawk tanpa awak untuk menunjukkan bagaimana armada helikopter yang dipiloti Angkatan Darat AS saat ini dan di masa depan juga dapat memasok pasukan ke depan di ruang pertempuran yang diperebutkan secara mandiri,”kata juru bicara Sikorsky kepada The War Zone melalui email.

"Rangkaian uji coba penerbangan otonom hingga saat ini menunjukkan bahwa Black Hawk mampu melakukan misi untuk membawa kargo secara eksternal dengan sling di bawah badannya; mengevakuasi korban yang terluka; dan membawa pasokan darah di dalam kabin serta simulasi terbang lebih dari 130 km tanpa kehilangan atau degradasi produk."

Di sisi lain, program OPV Black Hawk telah ikut berpartisipasi dalam Project Convergence 2021, melakukan pasokan tempur sebagai bagian dari simulasi serangan udara. Selama latihan itu, pesawat diawaki oleh pilot keselamatan yang tidak menangani kontrol penerbangan, tetapi berada di pesawat untuk mengambil alih jika terjadi keadaan darurat.

Sementara itu untuk berpartisipasi dalam latihan Project Covergence 2022, kali ini Bkack Hawk akan terbang tanpa pilot keselamatan di dalam kokpitnya. Program Project Convergence 2022 yang bertajuk Technology Gateway dilaksanakan di Yuma Proving Ground (YPG) Arizona mulai 19 September sampai 18 Oktober 2022. Project Convergence tahun ini juga dilaksankan di Camp Pendleton dan Fort Irwin di California

Di sisi lain, meski Angkatan Darat dan Korps Marinir AS melihat helikopter otonom cocok untuk misi pengangkutan kargo, tetapi masih ada keraguan pada gagasan menerbangkan penumpang manusia tanpa pilot di kokpit. Para pemimpin kedua matra militer itu mengakui Black Hawk bisa dimaksimalkan untuk mengevakuasi tentara yang terluka dari zona pertempuran dengan sistem otonom, tetapi mereka belum mau melakukan uji coba untuk mengangkut pasukan dengan helikopter tanpa pilot.



Kilas balik pada Februari 2022, helikopter Black Hawk sukses terbang tanpa pilot selama 30 menit. Penerbangan itu dilakukan di Army's Fort Campbell, Kentucky. Penerbangan waktu itu melibatkan helikopter yang sama, yang dimiliki Sikorsky dan memiliki kode pencatatan sipil AS N600PV, penerbangan berlangsung pada 7 Februari 2022.

Penerbangan pertama yang dipublikasikan waktu itu merupakan pekembangan yang baik dari program Aircrew Labor In-Cockpit Automation System (ALIAS)yang dimulai oleh DARPA pada tahun 2014. ALIAS  sendiri memakai teknologi Matrix buatan Sikorsky, yang merupakan gabungan perangkat lunak dan keras yang terhubung dengan perangkat elektronik dan kontrol mekanis pesawat yang ada. Di mana perangkat tersebut sudah mulai dibuat sejak 2013. ALIAS sebelumnya juga menjalani tes bersama helikopter Sikorsky S-76B dan pesawat Cessna 208 Caravan

Sistem ALIAS digambarkan sebagai kit yang dapat disesuaikan dan dapat dilepas. Sistem ini dirancang untuk mampu mendukung seluruh misi dari lepas landas hingga mendarat dan dapat mengambil alih kendali pesawat jika terjadi keadaan darurat atau situasi lain yang mengharuskan penerbang untuk mengalihkan perhatian dari mengendalikan pesawat.

Anggota kru dapat menggunakan tablet genggam untuk mengontrol sistem dan mengubah jalur penerbangan atau parameter lain di tengah penerbangan. Mereka juga dapat mengambil alih dan melanjutkan kontrol langsung pesawat/helikopter bila diperlukan.



Sebagai Tambahan, rencana US Army untuk membuat helikopter kebanggaan mereka terbang otonom juga menyoroti perkembangan industri militer dan teknologi yang terus berkembang dengan cepat. Angkatan Darat AS sendiri telah lama mencari cara untuk mengeluarkan pasukan dari tugas-tugas medan perang yang membosankan seperti mengemudikan konvoi kendaraan bahan bakar atau menerbangkan misi pasokan logistik ke tentara di garis depan dalam pertempuran.

Ketergantungan pada jalan raya untuk distribusi bahan bakar di Irak dan Afghanistan membuat tentara rentan terhadap alat peledak improvisasi (IED) dan penyergapan (ambush). Setelah mempelajari pelajaran itu dengan cara yang sulit, Angkatan Darat AS mulai mencari sistem darat otonom seperti Optionally Manned Fighting Vehicle, Robotic Combat Vehicle hingga sistem udara tak berawak seperti OPV Black Hawk; yang akan membawa kemampuan tak berawak begitu lazim di masa depan.

Sementara itu, kemampuan terbang tanpa pilot bagi Black Hawk akan membuat helikopter bisa terbang dengan muatan penuh dengan makanan, amunisi, dan persediaan lainnya ke unit yang dikerahkan di garis depan dalam berbagai kondisi cuaca. Terutama selama cuaca badai yang buruk. US Army menyebut jika keputusan menerbangkan dan mendaratkan heikopter tanpa awak selama cuaca buruk akan lebih mudah dibuat ketika tidak ada kru (pilot) di dalamnya.





Referensi Tulisan: The War Zone
Sumber Foto: Sikorsky & Lockheed Martin