aneskafiarAvatar border
TS
aneskafiar
Siluman Kelelawar di Pulau Bakau (Bagian 2)
Hari yang direncanakan telah tiba. Kami bertiga patungan untuk menyewa speed boad milik Kakek Maman. Kakek Maman merupakan salah satu tetua di desa kami. Ia sudah cukup lama bekerja sebagai nelayan dan pemburu kelelawar. Kakek Maman adalah ayahnya ibu Toni. jadi Kakek Maman adalah kakek Toni, dan ibu Tonny adalah anaknya Kakek Toni yang paling tua. Sejak muda hingga di usianya yang senja sekarang kami tidak pernah mendengar cerita dari kakek Tonny perihal hal-hal mistis yang berada di pulau Bakau. Seandainya cerita gaib yang diberitakan itu memang benar adanya, kenapa kakek Tonny masih hidup hingga sekarang. Mengapa ia tidak diserang Makhluk siluman yang berwujud kelelawar raksasa itu? Aneh memang! Sebenarnya kakek Maman membebaskan kami dari ongkos sewa speed boadnya, karena ia tahu bahwa cucunya, Tonny ikut serta bersama kami. Namun kami tahu Bahwa Kakek sangat doyan rokok tembakau linting, sehingga kami paksakan untuk tetap membayar ongkos sewa. “Tak usah dikasih duit, kalian belikan saja tembakau gulung, kesukaan kakek, “ujar kakek ketika kami hendak menyerahkan uang sewa.
Spoiler for Speed Boad:

Speed Boad (Pic: Volker Lekies/Pixabay)

Kami membawa bekal ala kadarnya. Nasi kotak dan air mineral kami beli di warung yang berada di pesisir pantai, tempat perahu-perahu nelayan ditambatkan. Tonny menghidupkan mesin speed lantas kami meninggalkan garis pantai dan menuju pulau bakau. Sebagai anak nelayan, bukan hal baru bagi Tonny untuk kemudikan sebuah speed boad. Ia sudah sangat mahir menjadi seorang motorist speed boad. Speed kami berlahan-lahan memasuki pepohonan bakau. Kami sudah berada di pulau bakau. Kami mencari air yang dangkal pada lumpur, lalu menambatkan badan perahu pada pohon bakau. Suara burung kelelawar terdengar riuh dimana-mana. Feri mengeluarkan senapan angin. Dipompanya berapa kali lalu mengarahkan pada seeokor kelelawar yang berada persis pada pohon bakau dekat speed. Dooorr! Kelelawar itu jatuh mengapung di permukaan air. Aku bergegas menghampirinya, lalu memasukannya ke dalam karung yang telah dipersiapkan. Baru selangkah aku menginjakkan kaki di lumpur, tiba-tiba dooorrr! Seekor kelelawar jatuh disampingku. Tonny hanya tertawa ke arahku, seolah-olah ia bangga dengan hasil bidikannya yang tak pernah meleset. Tak terasa matahari tepat berada di atas kepala kami. Perut mulai terasa lapar. Ayo, Kita makan dulu, Ramli,”kata Tonny memecah kebisuan. Lantaran tidak ada tanah yang kering di sini, kami memilih makan di atas speed boad. Aku mengeluarkan bekal kami. Nasi putih, ikan bawel goreng, tumis kacang panjang dan sambal terasi. Kami makan dengan lahapnya, nikmat sekali makan di alam bebas.

Hasil buruan kami sudah lumayan banyak. Bekas karung beras 50 kg, sudah hampir penuh dengan hasil buruan, kelelawar. “Baiklah, sekarang kita ubah haluan ke air yang agak dalam untuk aku menebar jala, “perintah Tonny. Feri melepas tali yang mengikat badan speed ke salah satu pohon bakau, lantas kami berpindah arah ke selatan, tempat yang lautnya agak dalam. Airnya jernih, kami dalam melihat dengan jelas ikan-ikan yang sedang lalu lalang di dalam air. Tonny menebar jala, ke arah timur speed. Kami mendapat hasil yang lumayan banyak. Hampir tidak ada mata jala yang kosong. Semua mata jala dipenuhi ikan berbagai jenis dan ukuran. Belum selesai kami melepas ikan-ikan itu dari jala, tiba-tiba terdengar suara aneh, ssshhhhh..ssshhhhh….ssshhhh… seekor burung kelelawar raksasa seukuran tubuh manusia, terbang di atas speed boad kami. Badan perahu menjadi oleng kiri-kanan. Sekonyong-konyong muncul gelombang dari arah belakang dan depan perahu speed. Tonny menghidupkan mesin. Aku berusaha menimba air yang masuk ke dalam badan perahu. Sementara Ferry memompa senapan angin lalu mencari-cari posisi yang tepat untuk membidik kelelawar aneh tersebut.
Kelelawar itu menebas sayapnya. Gelombang yang dihasilkan semakin besar dan ganas. Air makin banyak masuk ke dalam badan perahu. Sayapnya sebesar parasut yang biasa digunakan prajurit TNI untuk terjun payung. Sekali ditebas, angin dan gelombang semakin kencang. Kami, makin panik, air bertambah banyak memasuki speed boat, sementara matahari kian condong ke ufuk barat, hari mulai gelap. Pepohonan bakau menutupi matahari sehingga hari semakin gelap. Doorrr! Feri melepas tembakan. Burung itu tak merasakan adanya tembakan, bahkan ulahnya semakin membabi buta. Ia mendekat ke arah kami, dikepakkan sayapnya sekali lagi, perahu speed dipenuhi air laut. Tonny berupaya mendaratkan speed pada air lumpur yang dangkal, kami bertiga berdiri mengelilingi badan speed. Kaki kami tak kuat untuk melangkah karena masuk dalam lumpur. Hari makin gelap. Kami tak bisa melihat pepohonan lagi. Aku berdiri gemetaran, aku berdoa dan pasrahkan nyawaku, pada yang Maha Kuasa.


Bersambung…


axxis2sixxAvatar border
bapakulil674Avatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.8K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan