Kaskus

Story

robbolaAvatar border
TS
robbola
20+
#Cerpen
#20+

Hari ini aku dikejutkan dengan kehadiran suamiku yang tiba-tiba saja muncul, menutup kedua mataku dengan tangannya, dari belakang.

Aku yang tengah duduk diatas sofa, seraya menonton salah satu acara TV, shock. Pasalnya, ia tak menghubungiku terlebih dahulu setelah seminggu lamanya ia meninggalkan ku bekerja, diluar kota.

Sebetulnya aku merasa, bahwa ia telah kembali. Melalui wangi parfum khas nya yang menyeruak ke hidungku, aku tahu. Namun ku tepis. Kalau pun ia pulang, sudah pasti ia akan mengirimkan sebuah pesan padaku, untuk menyambutnya pulang, dengan memasakkan beberapa menu kesukaannya.

"Ih, Mas. Kaget lho, aku!" gumamku. Ku cubit pinggangnya pelan. Membuatnya terkekeh, lalu duduk disampingku.

"Kok gak ngabarin? Tau Mas akan pulang, aku gak akan santai kayak begini. Sudah pasti aku akan masakin sesuatu untukmu,"

Kuusap lembut rahang tegasnya. Pria tampan itu kemudian tersenyum manis padaku. Ahhh, aku benar-benar jatuh cinta terhadapnya.

Kini aku beranjak, hendak mengambilkannya segelas air. Namun langkahku terhenti. Aku bahkan terjatuh, kala ia menarik tanganku, hingga tepat pada pangkuannya.

Wajah kami kini dekat, tanpa jarak. Mata elang itu menatapku dengan penuh binar. Sulit di artikan, namun lagi-lagi senyumannya membuatku yakin, jika apa yang ia rasakan sama dengan apa yang aku rasa.

"Mas rindu kamu, Sayang. Jangan kemana-mana. Walau sedetik, waktu Mas saat bersamamu sangatlah berharga. Tetaplah disini!" ucapnya, lirih.

"Tapi aku ingin membawakanmu minum. Aku tahu, Mas pasti kehausan,"

"Tidak. Sudah satu botol air yang Mas habiskan dijalan. Sudahlah, kamu disini. Ada hal yang perlu Mas bicarakan, dan ini pasti akan membuatmu senang. Mas yakin"

"Mas keberatan? Turunkan aku, Mas"

Bukannya melepaskanku dari pangkuannya, ia terkekeh, dan justru menarikku agar semakin dekat dengannya. Hingga kami benar-benar dekat, dengan dada yang beradu.

Wajahnya tepat berada didepan wajahku. Hembusan napasnya bahkan hangat terasa, saking dekatnya jarak kami berdua.

"Aku juga punya kabar bahagia untuk Mas."

"Oiya ..., apa itu?"

"Sebelumnya, beri tahu dulu aku. Apa yang akan Mas sampaikan!" seru ku. Ia menyunggingkan senyuman, menghela napas, dan berkata lirih.

"Mas baru saja membeli rumah yang kamu inginkan, Sayang. Dekat Ibu, itu kan yang kamu mau? Bahkan rumah yang Mas beli jauh lebih besar dari pada tempat tinggal kita sekarang ini. Jadi, kamu tidak perlu lagi bersedih karena rindu pada Ibu, kalau kamu rindu, kita bisa temui dia setiap hari, atau bahkan menyuruh Ibu dan Bapak untuk tinggal bersama kita dirumah yang baru." tuturnya, yang jelas membuat air mataku menetes, haru.

Suamiku, betapa baiknya ia. Selama dua tahun usia pernikahan kami, ia selalu begini. Membuatku semakin jatuh cinta terhadapnya.

Yang membuatku kagum, ia tak hanya menyayangiku, tetapi juga keluargaku.
Ia sangat menghormati kedua orangtua ku.

Jika ada suami yang kekeuh bahwa surga istri berada pada suaminya, suamiku justru tak pernah membuatku untuk lupa bahwa pada siapa surga ku berada sebelumnya.

Dan hari ini aku benar-benar tak menyangka. Aku bahagia. Padahal, rumah yang kami tempati sekarang sudah cukup besar untuk kami huni berdua, tapi ia berkata jika rumah kami yang baru jauh lebih besar dari rumah kami sekarang ini.

Selama dua tahun pernikahan kami, kami belum juga dikaruniai seorang anak.
Tetapi aku tak merasa risau, toh suami pernah bilang, jikalau belum waktunya kita berdua punya anak, itu artinya tuhan memberikan kesempatan untuk kami merajut kasih dengan ikatan yang halal, tanpa gangguan. Dalam istilah gaulnya, pacaran.

Ya, itu benar ku rasakan. Jika kami berdua tengah dimabuk asmara, aku dan suami tak segan untuk bercinta dimanapun kami berada.
Pernah, aku yang kala itu tengah memasak terus saja dirayu nya. Hingga khilaf, kami melakukan itu di dapur.

Tentu sangat bebas, bukan? terlebih aku juga tidak menggunakan jasa ART. Selain hemat, bebas, juga aman. Soal pekerjaan rumah termasuk melayani suami, aku sendiri yang menangani. Biarlah itu sebagai wujud bakti ku kepada suamiku.

"Terima kasih, Mas. Aku sangat senang, aku sangat mencintaimu. Terima kasih, sayang," ungkap ku, lirih. Air mata haru terus menetes dari kedua sudut mataku. Ia menyeka nya lembut.

"Jangan menangis, Mas tak suka. Sekalipun air mata haru, Mas jauh lebih senang jika kamu tersenyum." gumamnya, yang jelas membuat senyumku merekah. Lantas ku kecup pipi nya. Pria tampan itu semakin erat saja melingkarkan lengannya di pinggangku.

"Lalu apa yang akan kamu katakan pada Mas?" lontarnya. Aku beranjak, berharap ia juga bangun dari duduknya, dan mengikuti ku.

Benar saja. Ia beranjak, setelah melihat senyuman nakal ku. Lalu kemudian mengikuti ku memasuki kamar yang sudah dua tahun ini kami tempati bersama.

"Apa sih?" tanya nya, seraya terkekeh. Aku gemas melihatnya.

Brugh ...

Kudorong tubuhnya keatas ranjang. Ia menggigit sudut bibirnya, melihatku yang dengan elegant nya mengibaskan rambut, dan mendekap diatasnya.

Dan ...

***

Puas dengan apa yang baru saja kami lakukan. Dengan napas yang masih memburu, pria perkasa itu kemudian mengecup bibirku, setelah dua jam lamanya kami bercinta. Ditutup dengan kata terima kasih, dan kini memelukku erat yang sama sekali tak tertutup sehelai kain pun dibadan.

"Jadi ini, kamu kangen bermain sama Mas? Itu yang yang ingin kamu katakan, hum?" tebaknya. Ia mengadu kan hidung mancungnya dengan hidungku yang tak kalah mancungnya. Aku terkekeh. Kuusap dada bidang nya, lembut, hingga turun ke perutnya yang sixpack itu.

"Bukan, Mas. Sebelumnya aku ingin meminta maaf padamu,"

"Kenapa meminta maaf?"

"Jika ada orang lain yang berhasil membagi cintaku padanya, lalu apa yang akan kamu lakukan, Mas?" Tanya ku. Mata nya membulat sempurna.

"Kamu selingkuh?" duga nya. Aku hanya menunduk.

"Jawab! Aku tak akan segan menghaj*rnya. Siapa dia?"

Gigi nya bergemeletuk. Sebelumnya aku tak pernah melihat suamiku semarah ini. Sikapnya yang manis membuatku tak tahu jikalau ia tengah dilanda emosi, ia akan sekeras ini.

"Jawab aku!"

"Maafkan aku, Mas."

Aku beranjak, duduk bersandar pada kepala ranjang dan menunduk. Pun suamiku, napas nya menderu. Guratan amarah terlihat disana, ia duduk menghadapku. Lalu menggoyangkan kedua pundakku disertai desakannya.

"Katakan siapa!, ayo katakan, siapa dia?"

Aku bergeming, memeluk tubuhku yang tak terbalut pakaian satupun.

"Katakan padaku, siapa? Arrgghh ... "

Sepertinya suamiku sudah benar-benar merasa kecewa. Aku tak tega melihatnya yang kini menelengkupkan kedua tangannya di wajah. Mungkinkah ia menangis?

Ku raih tangannya. Benar saja, mata nya memerah dengan pipi yang lembab, basah karena air mata.

Ah, Sayang. Maafkan aku.

Ku arah kan tangan kekarnya itu ke perutku. Ia menatapku heran, wajahnya nampak sekali kebingungan.

"Dia yang akan membagi cintaku padamu, Mas."

"Apa maksudmu?" lontarnya. Ia masih nampak kebingungan. Akupun tersenyum.

"Aku hamil, Sayang. Bentar lagi Mas jadi papa." tuturku. Membuatnya menganga tak percaya.

"Kamu serius, Sayang?"

"Maaf sudah membuatmu emosi. Aku sengaja, hihi," gumamku, diikuti tawa yang renyah. Ia kemudian merengkuhku, membawaku kedalam pelukannya seraya menangis.

"Maafkan aku, aku membentakmu tadi. Maaf. Maaf Sayang, maafkan aku."

"Tak apa, Mas. Jangan nangis, aku gak suka!" ucapku, menirukannya yang selalu berkata begitu jika melihatku menangis.

Bukannya berhenti menangis, ia justru semakin menangis dengan derasnya. Perutku ia usap lembut, lagi-lagi diiringi tangis. Entah ia merasa terharu, atau bersalah. Aku tak tahu.

Kini, perutku ia kecupi.

"Maafkan Papa, Nak. Papa udah bentak Mama tadi, dan berprasangka buruk pada Mama, maaf."

Aku terkekeh mendengarnya.

"Sehat selalu, anakku. Papa menanti mu. Maafkan Papa, Sayang." ujarnya, kini senyumku merekah.

"Sebagai tanda maaf, juga tanda terima kasih Mas karena kamu sudah memberikan hadiah yang tidak dapat ternilai harganya, kamu mau apa?" aku bergeming mendengar pertanyaannya.

"Apapun itu, pasti Mas turuti. Kamu mau apa, Sayang?"

"Mas? Aku tidak ingin menuntut apapun darimu. Hanya kejujuran juga kesetiaan darimu. Apa kamu bisa berikan itu untukku? Sebab jika aku menginginkan sebuah fasilitas dari mu, bukannya di hari-hari biasa juga kamu selalu memberikannya untukku? Apapun yang aku inginkan, selalu Mas turuti. Dan untuk ini, aku minta sama Mas, semoga Mas dapat memberikannya untukku. Aku ingin Mas selalu jujur dan setia padaku. Bisa?"

Ku lihat air mata nya kembali berderai. Ia mengangguk dengan yakinnya. Kini sebuah kecupan melekat di keningku, hingga turun, bibirku ia kecupi.

"Widya ..., tolong bantuin Ibu masakin lauk buat makan Adek!"

"Ah, Ibu. Ganggu aja, orang lagi berkhayal, juga. Arrgghh!"

~
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
482
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan