Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

drhansAvatar border
TS
drhans
Who's The Winner
Hai, sudah lama saya ga mampir dan menyetor tulisan. Berikut tulisan ini sebagai pengganti rasa kangen.

------------------------------------------

Who's The Winner...

Lembah kupu-kupu terletak di dataran tinggi pegunungan Shongshan. Tidak mudah bagi orang awam untuk mencapai lokasi tersebut.

Hampir sepanjang waktu lembah ini ditutupi kabut awan dan seringkali turun hujan salju lokal.

Anehnya, ketika kita sudah sampai di lembah tersebut, udaranya hangat dan menyegarkan, tak terasa dingin sama sekali.

Mungkin karena di belakang lembah kupu-kupu terdapat pegunungan berapi yang masih aktif menyebabkan terjadinya anomali cuaca di sana.

Walau tak terlalu luas, lembah ini dipenuhi oleh tanaman bunga dan buah aneka rupa dan warna. Itu sebabnya banyak terdapat kupu-kupu. Mulai dari yang kecil sampai yang besar luar biasa, ada di sana.

Selain berbagai macam ukuran, berbagai macam warna kupu-kupu juga dapat ditemukan di sana. Bagi orang yang pernah hadir di sana, mereka melukiskan lembah kupu-kupu ini bak surga dunia.

Pagi itu keheningan lembah kupu-kupu terusik oleh bunyi langkah beberapa orang.

Walau langkah kaki mereka sangat ringan dan hampir tak meninggalkan jejak, tetapi tetap saja terdengar jelas bagi telinga seorang Hong Chi Gong, si pengemis sakti tua, yang sedang asyik tiduran di bawah kerindangan pohon Willow.

Suara langkah kaki semakin mendekat menyusul terdengar percakapan dari orang-orang itu.

"Pangcu (ketua), agaknya kita yang pertama sampai di lembah ini."

Orang yang dipanggil pangcu itu tak menyahut, hanya berdehem kecil sambil memberi aba-aba agar mereka mencari tempat bersembunyi.

Tak lama kemudian, kembali terdengar bunyi suara halus gesekan langkah seseorang yang sedang berlari cepat.

Dari suara yang ditimbulkan, si pengemis tua Hong tahu bahwa orang itu memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat. Tak kalah dibanding dirinya.

Orang yang sedang berlari cepat itu seperti menyadari kehadiran orang lain di sekitar sana maka, lalu bersalto tinggi dan melayang, kemudian mendarat di pucuk pohon dengan ringannya.

Sesaat, ia mengawasi sekitar area lalu berkelebat menghilang di dalam kerimbunan pepohonan.

Setelah itu suasana hening kembali sampai hari menjelang siang.

***

Dari agak kejauhan, terdengar suara dentingan senjata tajam seperti orang sedang ribut berkelahi.

Pengemis tua Hong yang suka usil segera mengerahkan ginkang-nya melesat ke lokasi asal suara.

Rupanya ada dua orang persilatan sedang beradu senjata. Seorang yang memegang pedang, berusia sekitar 40 tahun, berpakaian pelajar dengan wajah cukup tampan, segera dikenali si pengemis tua sebagai pendekar pedang tanpa tanding, Anto Kong. (Bila ingin mengetahui lebih lanjut perihal kisah Anto Kong - Mo Yung, dapat ikuti serial cersil berjudul Anto Kong - Mo Yung).

Sedangkan lawannya yang berusia sedikit lebih muda, berperawakan tinggi besar dan bersenjatakan golok bernama Mo Yung. Dikenal sebagai pendekar golok nomor wahid sejagad.

Pengemis tua Hong bukannya memisahkan kedua orang itu, tetapi malah bersorak kegirangan menyaksikan pertarungan yang langka itu.

Ia mengambil posisi menonton yang nyaman lalu diam-diam mulai merekam pertarungan kedua jago silat itu dengan handphone canggihnya.

Si pengemis berpikir, "Lumayan, nanti hasil rekamannya akan dijual secara ekslusif kepada televisi gosip dunia persilatan."

Rupanya, yang berniat menonton bukan hanya si pengemis tua. Entah sejak kapan munculnya, si pengemis melihat Pangcu beserta kedua pengikutnya ada bersembunyi di pojokan dan orang yang berginkang tinggi, yang kemudian dikenali si pengemis Hong sebagai si datuk timur sesat, Hwang Yok Zhi, juga sedang menonton dari ketinggian pohon.

Pangcu beserta kedua pengikutnya terlihat memakai kamera - video profesional dengan perlengkapan telezoom bergerak ke sana - ke mari mengikuti jalannya pertempuran sedangkan si datuk sesat timur sudah lebih canggih memakai kamera drone edisi khusus intelijen.

Di sini terlihat perbedaan kelas yang nyata. Si pengemis tua Hong terlihat kesal dan mengumpat sana-sini. Salahnya sendiri sih, uang setoran dari partai pengemis sebagian besar dihabiskan untuk makan-makan, sehingga gadget yang dimiliki hanya seadanya.

Pertarungan masih berlangsung seru. Belum terlihat siapa yang menang, siapa yang kalah.

Saat itu datang lagi susul-menyusul beberapa pendekar elit dunia persilatan.

Walau sibuk merekam pertandingan, si pengemis tua Hong masih sempat memperhatikan siapa-siapa saja yang hadir. Dan membuat ia terperanjat.

Saingannya, selain si datuk timur sesat, juga telah hadir si racun barat Auwyang Ku, si raja selatan Duan Hongye, ketua partai Shaolin biksu Song Ngong, ketua partai Wudang pendeta Thio, ketua partai Emei pendeta wanita Kwee, ketua partai Huasan Aceng dan beberapa orang tetua lagi dari partai-partai yang lebih kecil.

"Mau apa mereka ini semua? Mengapa berkumpul di tempat ini? Apakah sekarang waktunya pemilihan bulim bengcu (ketua dunia persilatan)?" Pengemis tua terus bertanya-tanya.

Maklumlah, orang tua seperti dirinya, walau telah dibekali high-end handphone, tetap saja gaptek. Memiliki gawai canggih hanya lebih sebagai aksesoris orang penting saja. Tidak mendapat manfaat dari fitur-fitur canggih yang ada di gawainya.

(Catatan: Begini-begini, walau hanya sebagai ketua partai pengemis, kedudukan si pengemis tua Hong tidak dibawah ketua-ketua partai besar di dunia. Bahkan ia termasuk sebagai salah seorang dari 4 datuk besar dunia persilatan dan bergelar si pengemis sakti dari utara).

Kedua pesilat yang sedang bertarung, Anto Kong dan Mo Yung rupanya mengetahui tentang banyaknya pesilat yang berkumpul di sekitar arena.

Maka, seperti telah diberi aba-aba, keduanya serentak menghentikan pertarungan. Dengan suara benturan keras, keduanya berpisah, mencelat ke arah berlawanan.

Pendekar Anto Kong yang memulai percakapan terlebih dahulu. Katanya, "Mo Yung heng (saudara Mo Yung), agaknya pertarungan kita harus ditunda sejenak. Banyak cienpwee (sebutan untuk orang yang lebih tua/pangkat lebih tinggi/orang yang lebih dihormati) yang telah hadir dan mereka tampaknya ingin ikut meramaikan pibu (pertarungan silat) ini. Mari kita rehat sejenak dan menyeruput kopi merek 'xxx...' yang sudah disediakan sponsor pertandingan kita. "

Lalu, Anto Kong menyambung lagi," Bapak Sutradara, kami cut action dahulu, ya. Mau rehat sejenak. Silahkan cari pemeran pengganti atau dilanjutkan dahulu untuk scene yang lain. "

Setelah berkata seperti itu Anto Kong menggandeng erat Mo Yung menuju suite yang diperuntukkan bagi aktor utama. Mo Yung dengan tersipu malu menjawab lirih," Ngih, Mas..."

Sutradara, sekaligus penulis cerita, eh, skenario, sekaligus camera-man dan pengatur gaya, sejenak kebingungan. (Catatan: Di jaman ekonomi sulit ini, untuk dapat survive maka seseorang dituntut untuk memiliki kemampuan multi-talenta).

Namun, ia tidak kehilangan akal. Ia segera mengerahkan wheekang-nya (tenaga dalam) lalu bersuara dengan lantang.

Katanya, "Para hadirin yang kami hormati. Mohon perhatiannya sejenak. Kami membuka lowongan terbatas untuk menjadi aktor dan aktris terkenal. Kami memberikan honorarium yang sangat memuaskan, makan-minum ditanggung, perumahan yang layak dan bagi yang berprestasi akan mendapat bonus jalan-jalan keluar negeri di akhir tahun. Pendaftaran dimulai dari sekarang. First come first serve. Keputusan penerimaan mutlak di tangan sutradara. Tidak ada tanya-jawab dan negosiasi. "

Pengumuman itu diakhiri dengan suara raungan seperti singa yang disertai pengerahan tenaga dalam. (Rupanya diam-diam sang sutradara salah satu fans berat tokoh Kim Mo Say Ong dalam cerita To Liong To).

Segera saja begitu pengumuman selesai, tampak berkelebatan banyak bayangan, saling berlomba menuju tempat pendaftaran.

Yang pertama tiba, ternyata adalah si racun barat, Auwyang Khu. Dengan sedikit licik ketika ia melesat terbang ke lokasi pendaftaran, tangannya tak berhenti bekerja. Ia melepaskan ular-ular beracunnya ke segala arah sehingga menghambat laju peserta lain.

Hanya selisih beberapa detik, menyusul si datuk sesat timur, si raja selatan, dan para ketua partai. Si pengemis tua tidak ikutan karena ia berpikir untuk apa bekerja menjadi aktor, lebih enak juga menjadi pengemis.

Karena semua yang mendaftar adalah tokoh-tokoh utama di dunia persilatan, maka tak ada yang mau mengalah. Semuanya berebut ingin menjadi pendaftar pertama.

Mereka berkerubung dan berdesakan di depan meja penerimaan. Mereka telah lupa anjuran pemerintah untuk menjaga self distancing dan memakai masker. (Memang pada dasarnya, para tokoh dunia persilatan ini rada ngeyel dan terlalu percaya diri. Walau sudah diumumkan dan dihimbau terus-menerus agar menjaga kesehatan diri dan tak melakukan kegiatan bersama, serta melakukan social distancing karena ada wabah penyakit, mereka cuek dan menyepelekan anjuran tersebut. Yah, biasalah, orang-orang yang merasa memiliki 'power' lebih, biasanya menganggap dirinya 'lebih' dari orang lain).

Akhirnya, yang cemas dan ketakutan, justru sang sutradara. Ia menerima semua orang yang melamar bekerja itu.

Habis mau bagaimana lagi? Bila ia memilih-milih, ia takut akan ancaman yang diberikan oleh setiap pelamar. Jangan-jangan nanti, pekerjaan belum selesai, ia pulang tinggal nama. Siapa sih yang bisa menjamin keselamatannya di masa-masa sulit seperti sekarang?

Jadinya, ia mulai kerepotan menyiapkan skenario dan peran-peran yang pas untuk para tokoh dunia persilatan itu.

Untungnya, para tokoh dunia persilatan ini bisa dibujuk untuk beristirahat dulu di kamar vip sambil menikmati sajian kopi gratis merek 'xxx...' dan beberapa cemilan sponsor. Suasana dapat dikendalikan sejenak.

Saat sang sutradara sedang membuat plot cerita, telepon genggamnya berdering. Dari produser.

Sang sutradara langsung mengangkat teleponnya dan berkata, 'Moshi... Moshi' (Kata halo dalam bahasa Jepang) dan terdengar suara dari seberang gawainya.

"Maaf, Pak. Apa benar ini nomor telepon Bapak sutradara? Saya suster Sri, dari rumah sakit ABC, mau mengabarkan bahwa tuan Yoritshune, pemegang paspor kewarganegaraan Jepang, sedang kami rawat di rumah sakit kami karena dicurigai sebagai PDP (pasien dalam pengawasan) penyakit virus baru yang sedang mewabah ini. Bapak kami telepon karena nama Bapak tertera dalam daftar list nama kontak dan hanya satu-satunya dalam daftar itu. "

(Mengenai siapa Yoritshune, sang produser, dapat dicari informasinya lebih lanjut di novel berjudul Yoritshune Amachi).

Sang sutradara berdiri melongo." Waduh, lalu siapa yang membiayai kelanjutan cerita konyol ini?"

Jidatnya ditepuk berulang kali sampai benjol.

Sudah ya 😁.

Salam semua. Be happy. Gbu.
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
359
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan