- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Luhut: Kita Tak Mau Ada yang Korupsi di Tempat Kita, Berlindung di Negara Lain


TS
khubzun.hulwun
Luhut: Kita Tak Mau Ada yang Korupsi di Tempat Kita, Berlindung di Negara Lain

JAKARTA, KOMPAS.con - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta agar perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura benar-benar diterapkan.
Dengan begitu, Luhut menekankan, pemerintah tidak ingin ada pelaku korupsi di Indonesia berlindung di negara lain.
"Ekstradisi saya pikir sangat penting. Dan presiden menekankan pada kami untuk ini betul-betul dilakukan. Karena kita tidak mau orang yang melakukan kejahatan atau korupsi di tempat (negara) kita, berlindung di tempat (negara) lain," ujar Luhut dalam keterangan persnya bersama Presiden Joko Widodo yang disiarkan secara daring pada Kamis (8/9/2022).

Luhut menjelaskan, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura merupakan satu dari tiga kesepakatan yang ditempuh kedua negara.
Dua kesepakatan lain yakni soal flight information region (FIR) atau wilayah informasi penerbangan, serta defence cooperation agreement (DCA).
Luhut mengatakan, ketiga kesepakatan ini seluruhnya sudah diselesaikan aturan turunannya.
"Ini pun tinggal apa namanya ratifikasi di parlemen kita. Saya kira presiden juga sudah memberikan surat presiden (surpres) nya ke sana. Insya Allah tidak akan terlalu lama lagi akan selesai juga," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly telah menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura pada Januari 2022.
Perjanjian itu disebut dapat mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Yasonna menjelaskan, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya atau berlaku selama 18 tahun ke belakang.
Hal tersebut, sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia.
“Selain masa rektroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan," ungkap Yasonna.
"Hal ini, untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya,” kata dia.
Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura ditandatangani setelah diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998.
Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis.
Jenis itu di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
“Indonesia juga berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati Perjanjian Ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan," papar Menkumham.

"Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua Negara,” imbuhnya.
Yasonna menjelaskan, ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta.
Hal itu, dilakukan untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ujar Menkumham.
Selain itu, Yasonna berujar, Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri.
Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.
Secara khusus, bagi Indonesia, pemberlakuan Perjanjian Ekstradisi dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau dan menfasilitasi implemantasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/202...di-negara-lain
setuju pung
opung is my presidente



mang.tap memberi reputasi
1
902
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan