Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

irsowriterAvatar border
TS
irsowriter
Food Estate Tidak Gagal, Butuh Waktu Mencapai Ketahanan Pangan

Krisis pangan telah menjadi ancaman bagi seluruh dunia, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19. Food estate sebagai respon dari laporan Food and Agriculture Organization (FAO) terkait soal ketahanan pangan.

Pemerintah melalui food estate memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi. Program ketahanan pangan tersebut mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan.

Sebagai catatan, Program ini masuk dalam satu program Strategis Nasional (PSN) 2020-2022. Mentan Syahrul Limpo menyebut program itu berhasil panen seperti: di Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Sumut.

Di Kalimantan Tengah menangani 30 ribu hektar keberhasilan nyaris 100 persen dengan hasil produktivitas di atas 4 ton per hektar. Produktivitas  3,2 ton menjadi 4 ton per hektarnya,  dari 30 ribu hektar yang gagal tidak lebih dari 200 hektar.

Dengan kondisi tersebut bukan gagal, artinya dengan jumlah produktivitas itu  jika gagal 1.000 itu masih wajar. Apalagi, program ini sampai dengan 2024 yang memiliki tahapan dan perencanaan matang berdasarkan kajian mendalam.

Bahkan, dalam pelaksanaannya petani tidak dilepas begitu saja, namum mendapatkan bimbingan dan pendampingan. Tentu, setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara di Jawa dengan Kalimantan dan lainnya.

Jadi, bila produktifitas lahan apabila mengalami naik turun adalah suatu hal yang sangat wajar. Tidak heran, ada lahan yang pada jangka waktu tertentu akan menghasilkan produksi yang sangat baik.

Salah satu manfaat food estate adalah meningkatkan produksi sektor pertanian lokal, menyerap tenaga kerja pertanian. Disamping itu, petani bisa mengembangkan usaha tani skala luas dan terintegrasi sistem produksi, pengolahan serta perdagangan.

Dengan berjalannya program dengan baik sesuai tahapannya, harapan  menuju ketahanan pangan akan terwujud. Jadi, tinggal menunggu waktu menuju ketahanan pangan dan para petani berkembang dengan baik.

Sebagaimana diketahui, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai food estate di Kalimantan Tengah yang terbengkalai menambah daftar panjang cerita kegagalan proyek lumbung pangan pemerintah Joko Widodo.

Pasalnya, program food estate secara historis, sejak masa Presiden Soeharto, tak pernah mendulang cerita sukses. Dengan begitu, menurut Walhi, kegagalan lumbung pangan di Kalteng itu bukti pemerintah tidak belajar dari pengalaman.

Hal itu diungkapkan Pengkampanye Hutan dan Kebun WALHI Uli Arta Siagian merespons tanaman singkong di lahan seluas 600 hektare di Gunung Mas, Desa Tewai Baru yang tidak terurus.

Semua cerita food estate itu cerita kegagalan. Sekarang cerita kegagalan itu diulang lagi [di Kalteng]. Seperti tidak belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya," kata Uli.

Uli juga menyoroti program lumbung pangan itu yang banyak mengalih fungsi lahan. Ditambah, alih fungsi lahan itu tidak banyak mempertimbangkan karakteristik tanah.

Uli berkata food estate di Kalimantan banyak dilakukan di lahan gambut. Padahal, tidak semua tanaman bisa di tanam di lahan tersebut, sehingga proyek food estate banyak menjadi gagal.

Menurutnya, pemerintah lebih baik mempercayakan pengelolaan lahan kepada rakyat. Sebab, kata Uli, masyarakat setempat lebih tahu jenis tanaman apa yang cocok untuk ditanam.

"Jadi sebenarnya berikan saja ruang untuk masyarakat bisa aktivitas pertanian pangan dengan aman. Yang penting jangan mengambil itu dan mengubahnya menjadi konsesi ekstraktif lainnya seperti food estate," jelas dia.

Meski telah menghubungi Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak selaku perwakilan kementerian yang bersinggungan dengan proyek ambisius tersebut untuk meminta tanggapan terkait itu. Namun, yang bersangkutan sampai saat ini belum juga merespons.

Sebelumnya, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengkritik proyek ketahanan lumbung pangan nasional atau "food estate" yang dilakukan pemerintah.

Deputi Bidang Perencanaan dan Evaluasi BRGM Satyawan Pubdyatmoko menilai biaya produksi untuk program food estate di lahan gambut terbilang mahal, tetapi keuntungannya sedikit.

"Ya, sebenarnya marginnya kecil," kata Satyawan di Kantor BRGM, Jakarta Pusat

Hal itu ia ketahui dari kegiatan proyek percobaan (pilot project) yang dilakukan BRGM di Desa Talio Hulu, Kalimantan Tengah. Ia menyebutkan hasil food estate di lahan gambut lebih sedikit dibanding di lahan mineral.

Padahal, dalam percobaan itu BRGM sudah melibatkan sejumlah ilmuwan. Selain itu, BRGM juga telah melakukan pembinaan terhadap warga setempat.

"Tapi seperti saya katakan, biayanya besar, produktivitasnya hanya 4 ton per hektare. Padahal kalau di tanah mineral itu bisa 7-8 ton. Kalau yang bagus mungkin bisa sampai 10 ton," ungkapnya. 



Sumber : Cnnindonesia.com
Diubah oleh irsowriter 08-09-2022 23:13
0
941
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan