- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pertalite Akhirnya Naik Juga, Inikah Alasannya?


TS
lonelylontong
Pertalite Akhirnya Naik Juga, Inikah Alasannya?
Begitu baca berita Pertalite ikutan naik, hahaha, ane ngakak aja sih.
Masih inget soalnya, waktu ane bikin trit soal naiknya BBM, banyak yang komentar, "Kan yang naik cuma petramax? Petramax itu kan memang harusnya bukan BBM bersubsidi? Blablabla"
Sekarang pertalite ikutan naik, ane bikin trit cuma pingin baca komentar-komentarnya aja.

Sekarang bahas kenaikan BBM, menurut ane memang ini masalah yang harus dicari solusinya. Bisa jadi Pak Jokowi sudah sejak awal masa pemerintahannya menyadari beban anggaran negara akibat subsidi BBM.
Maka muncullah kebijakan-kebijakan seperti, membagikan sepeda di acara-acara beliau.

Ini kan sebenarnya termasuk kode keras dari pakar simbolis. Pakailah sepeda pancal, bebas BBM, minim polusi, dst.
Sayang rakyat kurang peka, sudah bertahun-tahun masih juga rakyat memilih pakai kendaraan bermotor. Apa daya, anggaran negara sudah tidak mampu lagi untuk dibebani subsidi BBM. Mau menunggu rakyat beralih ke sepeda, sudah tidak ada waktu lagi.
Coba kalau rakyat bisa peka dengan keadaan dunia dan keadaan anggaran negara (ingat, kita juga punya target besar untuk membangun ibu kota baru). Mestinya sejak sekian tahun yang lalu, rakyat sudah mulai beralih ke kendaraan yang non BBM.
Yang biasanya naik motor, ganti naik sepeda. Yang biasanya ngantar anak ke sekolah, kemudian ke kantor, ganti naik becak. Yang jualan bahan bangunan, biasanya antar barang pakai pick up, ganti ke cikar. Buat yang ga tau cikar, di bawah ini gambar cikar. Jaman ane kecil, sering lewat depan rumah, ngangkut bata merah.

Kalau setengah dari kita beralih, mungkin subsidi BBM saat ini tidak jadi memberatkan keadaan. Sehingga biaya buat barang-barang konsumsi jadi tidak ikutan naik. Maka dari itu, kesalahan terbesar sebenarnya berada di pihak rakyat.
Seandainya saja rakyat lebih peka pada kode-kode yang selama ini sudah banyak diberikan.

Sumber
https://finance.detik.com/energi/d-6...u-1430-wib/amp
Masih inget soalnya, waktu ane bikin trit soal naiknya BBM, banyak yang komentar, "Kan yang naik cuma petramax? Petramax itu kan memang harusnya bukan BBM bersubsidi? Blablabla"
Sekarang pertalite ikutan naik, ane bikin trit cuma pingin baca komentar-komentarnya aja.

Sekarang bahas kenaikan BBM, menurut ane memang ini masalah yang harus dicari solusinya. Bisa jadi Pak Jokowi sudah sejak awal masa pemerintahannya menyadari beban anggaran negara akibat subsidi BBM.
Maka muncullah kebijakan-kebijakan seperti, membagikan sepeda di acara-acara beliau.

Gbr diambil dr Liputan6.com
Ini kan sebenarnya termasuk kode keras dari pakar simbolis. Pakailah sepeda pancal, bebas BBM, minim polusi, dst.
Sayang rakyat kurang peka, sudah bertahun-tahun masih juga rakyat memilih pakai kendaraan bermotor. Apa daya, anggaran negara sudah tidak mampu lagi untuk dibebani subsidi BBM. Mau menunggu rakyat beralih ke sepeda, sudah tidak ada waktu lagi.
Coba kalau rakyat bisa peka dengan keadaan dunia dan keadaan anggaran negara (ingat, kita juga punya target besar untuk membangun ibu kota baru). Mestinya sejak sekian tahun yang lalu, rakyat sudah mulai beralih ke kendaraan yang non BBM.
Yang biasanya naik motor, ganti naik sepeda. Yang biasanya ngantar anak ke sekolah, kemudian ke kantor, ganti naik becak. Yang jualan bahan bangunan, biasanya antar barang pakai pick up, ganti ke cikar. Buat yang ga tau cikar, di bawah ini gambar cikar. Jaman ane kecil, sering lewat depan rumah, ngangkut bata merah.

Gbr diambil dr wearemania
Kalau setengah dari kita beralih, mungkin subsidi BBM saat ini tidak jadi memberatkan keadaan. Sehingga biaya buat barang-barang konsumsi jadi tidak ikutan naik. Maka dari itu, kesalahan terbesar sebenarnya berada di pihak rakyat.
Seandainya saja rakyat lebih peka pada kode-kode yang selama ini sudah banyak diberikan.

Sumber
https://finance.detik.com/energi/d-6...u-1430-wib/amp


nomorelies memberi reputasi
1
442
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan