Kaskus

Story

ryanmallay2000Avatar border
TS
ryanmallay2000
Darah itu lebih kental dari air susu
Niatku menjadi Tentara adalah ingin membunuh seseorang yang aku sebut Penjahat Kelamin. Orang lain mungkin familiar memanggil lelaki yang menghamili ibunya dengan sebutan ayah, papa, papi atau lainnya. Beda dengan diriku yang tidak sudi memanggil lelaki itu sebutan kehormatan tersebut.


Bagaimana aku tidak dendam? aku mendengar cerita ibu, “Saat itu Ibu mengandung tiga bulan, dia pergi dengan wanita lain”, dengan mata berkaca-kaca ibu menceritakan kisahku sejak dalam kandungan.

Lelaki itu tidak hanya penzinah tetapi juga pemabuk dan penipu. Hidupnya hanya dihabiskan di tempat hiburan, hampir semua wanita dapat ia tiduri. Demi memenuhi hasratnya ia kerap menipu orang dengan berbagai alasan untuk berhutang tapi anehnya setiap orang yang menagih hutang dapat dihipnotisnya. Hanya terkadang beberapa orang meneror ibuku agar membayar hutangnya.

Saat itu ibuku masih bekerja penjahit pakaian, uang hasil jahitan itulah yang digunakan untuk bertahan hidup. Dengan rapi ibu menyimpan agar tidak diambil pemabuk itu karena kalau ketahuan sudah tentu dirampasnya atau terkadang terpaksa dipakai untuk membayar hutangnya karena banyak yang menagih hutang.

Disuatu senja, ia datang untuk meminta maaf. Hari itu sikapnya sangat baik sekali dan entah kenapa ibuku terbuai dengan rayuannya. Setelah makan malam berdua, ibuku merasa pusing, “mungkin karena pengaruh berbadan dua”, pikir ibuku. Ibuku langsung berbaring di kamar.

Pagi harinya ibuku terkejut karena disebelahnya bukan lelaki yang menikahinya tetapi orang lain dan saat itu lelaki itu masuk kamar langsung menuding “Kamu selingkuh!”. Ibuku tidak dapat menjawab dan membela diri spontan ia menalak ibuku.

Akhirnya ibu sadar, minuman yang disuguhi semalam dicampur dengan obat bius. Sejak itu tidak ada lagi kata maaf untuk lelaki yang mencampakkannya. Ibu menjadi single parentmembesarkanku sendirian.

Setiap hari menelan ludah karena digunjingkan sebagai seorang peselingkuh. Apalagi usia ibu saat itu relative muda, masih pangkal angka 2. Penyandang predikat janda muda yang berselingkuh kerap mendarat di telinga.

Penilaian negative itu menyulitkan ibu mencari nafkah, langganan jahitannya satu persatu menjauh. Mereka beranggapan selingkuh itu penyakit yang menular dan takut tertular oleh ibuku. Ibu berusaha melamar menjadi pembantu, dengan predikat seperti itu sudah tentu ditolak, tidak ada majikan yang mau menerima.

Perut semakin membesar seiring dengan gunjingan yang semakian gencar. Semua orang mendakwa janin yang dikandungnya adalah hasil selingkuh yang saat itu diperogoki. Mereka tidak pernah percaya saat peristiwa itu, aku sudah ada di rahim ibu.

Dalam keputusasaan terkadang ibu berniat menghilangkanku. Ia tidak sudi mengandung darah daging lelaki yang ia benci. Tetapi ibu sadar, janin itu tidak berdosa dan patut untuk hidup di dunia.

Kembali bayangan suram terpintas dibenak ibu, bila kelak lahir, sudah tentu ditanyakan ayahnya, jika tidak dapat menjawab, anak itu akan menerima predikat anak haram yang sama menyakitkan di telinga. Maka berulang kali ibu mencoba menggagalkan aku lahir di bumi.

Usaha ibu selalu gagal, karena Tuhan selalu menunjukkan kuasa-Nya dan ibu bangkit kembali menjalani hari-harinya yang semakin berat. Bukan beban membawa diriku dalam kandungan tetapi gunjingan dan himpitan ekonomi, ibu terpaksa mendadah tangan untuk memohon elas asih.

Dari pagi hingga petang hari, ibu mengemis di pinggiran jalan. Mukanya pucat pasi karena kurangnya asupan, pakaian yang lusuh menutupi perut membuncit. Sedangkan malam hari dengan modal tutup botol yang dirangkai, ibu berusaha mengamen dari kedai ke kedai.

Ibu tidak lagi kembali ke rumah karena tidak sanggup mendengar kata-kata tetangga. Dimana ibu merasa tidak sanggup lagi berjalan disitulah ia baringkan tubuhnya. Bersyukur bila ada sebuah kardus sebagai alas dan sekaligus selimut untuk menahan dinginnya malam. Sampai suatu ketika, ibu terjaring razia. Disaat semua gelandangan berlarian, ibu sudah tidak mampu berdiri dan saat itulah air ketuban mengalir dari sela kaki ibu sehingga diantar ke rumah sakit.

Kegalauan melanda perasaan ibu, bukan hanya karena tidak adanya biaya untuk membayar rumah sakit tetapi kuatir anaknya tidak akan terawat. Cemas kalau anaknya dititipkan di panti asuhan, “Kalau tidak dapat memiliki, kenapa tidak dari dulu dihilangkan?”, ibu berfikir demikian.

“Kalau kamu bersedia, ikut dengan saya agar kamu bisa merawat anakmu!”, mungkin karena tekad dan ketulusan doa ibu, seseorang menawarkan kebaikannya. Beliau bersedia menerima kami berdua setelah mengetahui kisah ibu yang memilukan.

Serasa digandeng oleh Malaikat, ibu kembali mendapatkan asa untuk membesarkanku. Dia adalah Ny. Santika. Kisahnya tidak jauh beda dengan ibuku, single parentyang juga ditinggal lelaki yang menghamilinya. Namun ia lebih beruntung karena orang tuanya membantu dia melalui masa lalu itu sedangkan ibuku sejak dituding peselingkuh, semua orang mencampakkannya termasuk keluarga.

Yang aku ingat semasa kecilku selalu diwarnai tawa canda, aku punya ibu, nenek yaitu Ny.Santika dan Om Hendy (anaknya Ny.Santika). ibu pun bercerita di rumah itu kami diperlakukan seperti keluarga sendiri. Beda dengan biasanya orang yang ikut bergabung keluarga lain yang kebanyakan menjadi pembantu. Cerita selanjutnya biarlah aku simpan rapat dalam hati.

Dengan berbagai tantangan dan perjuangan, ibu berhasil merawatku hingga dewasa dan sampai akhirnya aku bisa menjadi seorang prajurit. Yang dibankku hanyalah mencari lelaki yang membuat ibu menderita sepanjang hidup.

Walau kehidupanku sudah mulai membaik namun selalu banyak rintangan yang membuat air mata tidak terhapuskan. Musibah silih berganti menimpa hidupku bahkan keluargaku dipenuhi prahara. Aku sudah berkeluarga dengan memiliki dua orang anak.

Terkadang aku mengumpat kepada Tuhan mengapa sampai saat ini tidak ada kebahagiaan yang aku rasakan. setiap usaha selalu gagal, setiap masalah sulit mendapat jalan keluar. Aku menunjukan protesku dengan cara melarikan diri dari kehidupan, sampai akhirnya aku ditemukan di proses secara hukum.

"Mengapa kamu kabur dari asrama?", Atasanku menginterogasi.

"Siap, Salah", aku tidak mau bercerita karena ini urusan pribadi bukan dinas.

"Saya tahu kamu salah, apa alasannya?" Atasanku kembali bertanya dengan nada yang lebih tinggi.

"Siap, Salah", jawaban itu kembali aku lontarkan.

"Manusia itu tidak selalu benar karena ia bukan malaikat, tetapi kalau selalu salah juga bukan manusia, namanya Syaitan", atasanku menasehatiku.

"Manusia diciptakan Tuhan dengan sempurna yang mampu memperbaiki kesalahannya, jika kamu masih beranggapan manusia, mari kita perbaiki kesalahanmu", atasanku melanjutkan nasehatnya.

Aku mulai terbuka, aku bercerita tentang pahitnya jalan hidupku.

"Astagfirullah,..niat yang salah tidak akan membuahkan hasil yang benar, pantas saja Tuhan menghukummu karena kamu mengambil peran-Nya untuk menghakimi ayahmu sendiri", nasehat atasanku menyentuh hatiku.

Ternyata selama ini aku salah, aku mengambil alih peran Tuhan untuk menghakimi ayahku sendiri atas kesalahannya kepada ibuku. Dan saat ini anakku sendiri mulai menjauh dariku karena prilakuku juga yang salah.

Atas nasehatnya, aku mencari ayah untuk meminta maaf. Dengan segala upaya akhirnya aku menemukan ayah yang saat ini terbaring karena sakit dan didampingi oleh wanita yang merupakan isteri ayah yang ke delapan.

Aku memohon kepada Tuhan, semoga diampuni segala dosa ayah karena hanya satu ini kewajibanku yang tidak boleh aku tinggalkan. aku juga tidak lagi menyimpan dendam karena akan merusak hati dan kehidupanku sendiri.

"Hidup itu untuk masa depan, bukan mengulangi masa lalu", nasehat atasanku yang melekat setelah aku cerita telah meminta maaf kepada ayah.

sejak itu hidupku jauh berbeda, keluargaku menjadi sakinah, setiap masalah dengan udah aku temukan solusi, karirku mulai merangkak, ekonomiku tidak lagi kekurangan.

Akhirnya aku sadar, "Darah itu lebih kental dari air susu, walau dengan tulus ibu mengasuhku, tetapi yang mengalir dalam tubuhku adalah darah ayah. Selama aku menyimpan dendam kepada ayah selama itu juga aku meracuni darahku sendiri".

"Tidak bisa kamu protes terlahir dari ayah yang demikian karena itu takdir Tuhan, jika kamu tidak menerimanya berarti tidak menerima takdir-Nya dan kamu tergolong orang yang tidak beriman", kata bijak dari atasanku yang menjadi nasehat aku menjadi prajurit yang lebih baik.

           

           

           

 


bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
624
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan