Kaskus

News

4574587568Avatar border
TS
4574587568
Proyek Jalur Sutra China Kini Tak Laku, Pada Takut Ketipu?
Proyek Jalur Sutra China Kini Tak Laku, Pada Takut Ketipu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi investasi dan pembiayaan yang digelontorkan China di bawah mega proyek Belt and Road Initiative (BRI) anjlok pada semester I-2022. Investasi China di Rusia, Sri Lanka, dan Mesir bahkan nol pada Januari-Juni 2022.
Fakta tersebut terkuak dalam laporan Green Finance and Development Centre Fudan University (GFDC) di Shanghai. Belt and Road Initiative atau Jalur Sutera dan Jalur Maritim Abad ke-21 dicanangkan Presiden Xi Jinping pada tahun 2013 dan diluncurkan pada 2014.
Program tersebut bertujuan menyebar investasi dan pembiayaan China di luar negeri untuk berbagai sektor mulai dari infrastruktur hingga energi.
Dilansir dari Reuters, pembiayaan dan investasi di bawah program BRI mencapai US$ 28,4 miliar pada semester I- 2022, turun dibandingkan yang tercatat pada semester I-2021 yakni US$ 29,4 miliar. Dibandingkan pada semester I-2019, realisasi tahun ini anjlok 40%.

GFDC mengatakan salah satu penyebab anjloknya realisasi investasi China di bawah payung BRI adalah pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, serta adu kuat pengaruh antara AS dan China.
Kondisi diperburuk dengan ketegasan China dalam menerapkan kebijakan zero Covid-19 strategi yang menyusutkan minat investasi.
Sebagai catatan, pada akhir Juni lalu, kelompok negara kaya G7 berencana menggulirkan program"Partnership for Global Infrastructure and Investment"untuk mendanai proyek infrastruktur di berbagai belahan dunia. Program tersebut adalah untuk membendung BRI milik China.
"Dengan adanya ketidakpastian Covid-19, isu kenaikan utang, perang Rusia- Ukraina maka pemulihan investasi BRI membutuhkan langkah yang lebih hati-hati," tulis laporan GFDC, seperti dikutip dari Reuters.

Laporan tersebut juga menyebutkan akan sulit bagi China untuk mengembalikan investasi dan pembiayaan melalui BRI ke level sebelum pra-pandemi pada 2019.
China telah menghabiskan investasi dan pembiayaan senilai US$ 392 miliar di bawah program BRI. Sejak diluncurkan, program tersebut sudah melibatkan 147 negara yang sebagian besar tersebar di Asia dan Afrika.
Negara-negara di kawasan Timur Tengah merupakan penerima program BRI terbanyak pada tahun ini yakni 57%. Arab Saudi menjadi penerima terbesar dengan nilai investasi menembus US$ 5,5 miliar. Sebagian besar investasi diarahkan kepada proyek pengembangan gas dan sektor energi lainnya.

ebaliknya, portfolio investasi China di kawasan ASEAN turun drastis dari 49% pada dua tahun lalu menjadi hanya 10% pada tahun ini.
Invasi Rusia dan ketidakpastian politik di beberapa kawasan Asia seperti Sri Lanka membuat BUMN China ragu-ragu untuk meneruskan proyek investasi mereka.
Rusia, Sri Lanka, dan Mesir menjadi negara dengan penurunan penyaluran investasi terbesar yakni 100% atau menjadi nol pada tahun ini.
"Jumlah investasi di koridor ekonomi China-Pakistan juga turun 56% karena memburuknya situasi keamanan di Afghanistan," tutur GFDC.
Menurut AidData, peneliti dari College of William and Mary AS, Rusia merupakan penerima terbesar dari investasi dan pembiayaan China pada periode 200-2014. Pakistan ada di urutan kedua.

Laporan GFDC menyebutkan investasi China pada sektor teknologi melesat 300% sementara kesehatan publik meningkat 200% pada semester I-2022.
"Jalur Sutra di Bidang Kesehatan merupakan upaya China untuk meningkatkan pengaruh global mereka," tulis GFDC.

Studi GFDC juga menunjukkan China tidak menyalurkan investasi pada proyek batu bara sejak Presiden Xi Jinping berkomitmen menghentikan pembiayaan pembangkit batu bara di luar negeri di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September 2021.
Namum, pengembang China diketahui telah memenangkan tender untuk membangun pembangkit batu bara di Indonesia di Februari tahun ini dan ada pembiayaan untuk pembangkit listrik batu bara dengan kapasitas 11,2 Giga Watt yang sudah menyepakati pembiayaan tetapi belum memulai konstruksi.
Mega program BRI China kembali disorot pada tahun ini. BRI milik China dikritik negara-negara Barat karena dinilai menjadi jebakan utang bagi negara-negara berkembang dan miskin.

Guyuran dana China dalam membangun infrastruktur kepada negara-negara lain justru membuat banyak negara terbebani karena mereka harus mendatangkan pinjaman besar dari China. Tak jarang, pinjaman tersebut disertai dengan biaya bunga tinggi.Deretan negara yang dinilai "terjebak" dalam utang China di antaranya adalah Laos, Pakistan, Sri Lanka, serta puluhan negara kecil di Afrika.

Pada periode 2006-2019, China menanamkan investasi senilai US$ 12,1 miliar dalam pembangunan infrastruktur Sri Lanka. Termasuk di dalamnya adalah membangun Pelabuhan Hambantota yang dikritik lawan politik President Mahinda Rajapaksa karena dinilai berbau nepotisme.
Beban utang dan krisis ekonomi serta politik membuat Sri Lanka tak mampu membayar kewajibannya. Sri Lanka sudah dinyatakan default karena tak mampu membayar bunga utang senilai US$ 73 juta pada Mei lalu.
Selain Sri Lanka, ada Laos dan Pakistan yang kini menjadi sorotan karena terancam default dan banyak berhutang ke China.
sumber
accretia8Avatar border
accretia8 memberi reputasi
-1
746
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan