- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
jangan salah mengartikan "Cinta"


TS
ryanmallay2000
jangan salah mengartikan "Cinta"
Datanglah sepasang suami isteri kepadaku dengan membawa sikap emosi masing-masing menghadapku untuk berkonsultasi karena urusan rumah tangga mereka diujung tanduk.
"Apa alasan kalian untuk bercerai?" tanyaku
"Kami tidak lagi saling mencintai", jawab sang suami
"Dia selingkuh Pak", si isteri menimpali.
"oo, hanya karena itu", jawabku dengan santai. aku sengaja memancing emosi istrinya agar dia bisa mengungkap lebih mendalam. salah satu triks yang aku ketahui saat dulu belajar teori interograsi.
"Bapak bagaimana sih, orang selingkuh malah dibela, dasar laki-laki itu sama", spontan si isteri mengumpat atas jawabanku yang santai itu.
dia banyak bercerita tentang perselingkuhan suaminya bahkan beberapa bukti dia tunjukkan kepadaku.
Dari raut wajah dan emosinya, aku sudah dapat menyimpulkan si isteri masih mencintai suaminya dan tidak ingin suami berpindah ke wanita lain.
"Kenapa kamu berselingkuh?" tanyaku kepada suaminya.
"Saya tidak lagi mencintainya, karena selama ini saya tidak pernah diperlakukan baik seperti layaknya suami", jawab sang suami.
dia pun mengutarakan berbagai alasan pembenaran cenderung menyalahkan isterinya. spontan adu mulut terjadi di depanku dan aku berperan sebagai penonton setia.
sengaja aku biarkan mereka berdiskusi dengan metode debat bernuansa emosi. aku menguji seberapa kuat energi yang mereka lepaskan untuk aksi tersebut. toh setelah energinya lemah barulah aku bisa memberi nasehat.
setelah semua terdiam dan tidak ada lagi kata-kata yang dapat dilontarkan untuk meluapkan emosi, barulah kembali aku bertanya, "Menurut kalian apa artinya cinta?" tanyaku.
"cinta itu perasaan suka", jawab si suami
saya menoleh kepada isterinya, "cinta itu rasa nyaman", jawab si isteri.
"apa saja yang kamu sukai di dunia ini?" tanyaku kepada sang suami.
"banyak, Pak", jawabnya singkat.
"contohnya?" tanyaku lagi
"saya suka rokok, saya suka burung peliharaan, saya suka mobil mewah dan banyak yang saya sukai", jelasnya.
"wajar kamu berselingkuh karena semua yang kamu sukai akan kamu cintai", aku menyimpulkan.
"Koq Bapak membela dia?" protes si isteri
"sebentar Bu, nanti Ibu saya berikan kesempatan berbicara", aku tidak mau sesi ini menjadi debat kusir.
"gimana Pak? seandainya suka dengan hewan, Bapak akan mencintainya dan berselingkuh juga?" tanyaku.
"ya gak lah Pak, masak saya selingkuh dengan hewan", jawabnya.
"artinya Bapak tidak paham artinya cinta", aku menyampaikan kesimpulanku.
"sekarang saya bertanya kepada Ibu, kalau cinta itu adalah rasa nyaman, apa yang membuat Ibu nyaman?" tanyaku kepada si isteri.
"banyak Pak", jawabnya
"berarti Ibu mencintai banyak juga ya", kataku dan dia terdiam.
"jika ibu mencintai banyak hal, sedangkan selingkuh itu berpaling kepada yang lain, ibu juga melakukan perselingkuhan", jelasku.
"saya tidak selingkuh ke lelaki lain Pak, saya menjaga kesetiaan saya", jawabnya menyanggah pendapatku.
"kesimpulan saya, Bapak Ibu sama sama salah mengartikan kata cinta dan sama sama berselingkuh". kesimpulan ini langsung dibantah kedua nya dan diskusi semakin memanas karena disusupi dengan emosi masing-masing.
kembali saya menjelaskan "Ibu berselingkuh dengan semua yang membuat itu nyaman dan Ibu mempertahankan kesetiaan hanya untuk menjaga kehormatan diri bukan untuk seorang yang Ibu cintai".
saya menceritakan suatu peristiwa yang pernah saya alami. saya bertamu ke rumah salah seorang bawahan saya, spontan isterinya langsung menyuguhkan saya jamuan yang luar biasa baiknya bahkan saya mendengar ia meminta suaminya membeli gula hanya untuk menyedia jamuan atas kedatanganku. lalu aku berkata kepada suaminya "kamu adalah lelaki yang beruntung, memiliki isteri yang baik, saya saja yang datang, ia suguhkan yang terbaik, apalagi kalau kamu pulang pasti jauh lebih baik dari ini," kataku. "gak juga Pak, kalau saya pulang malah cari air minum sendiri", jawabnya jujur. lalu saya suruh dia meminum jamuan yang isterinya suguhkan dan saya langsung menasehati isterinya "Ibu, yang terbaik yang harus ibu suguhkan adalah kepada suami bukan kepada saya, terus terang saya tidak ingin tergolong pada perbuatan selingkuh karena ibu lebih memilih menjamu saya dari pada suami".
kemudian saya kembali bertanya kepada ibu tersebut "apakah selama berumah tangga Ibu sama dengan isteri yang saya ceritakan tadi?" tanyaku. dia tidak menjawab dan hanya mengangguk.
"Berarti Ibu terlebih dahulu berselingkuh sebelum suami Ibu, dan perlu ibu ketahui banyak wanita di luar yang memiliki sikap yang sama seperti ini yang membuat peluang bagi para suami berselingkuh, dan secara kodrati, lelaki itu memilih pastilah memilih orang yang bisa melayaninya", aku jelaskan lagi tentang tugas dan tanggung jawab seorang isteri.
"Bapak kenapa dari tadi hanya menyudutkan saya, padahal nyata-nyata dia yang berselingkuh?" si isteri protes. protes itu tidak saya jawab, saya langsung menasehati suaminya.
"Bapak salah dalam mengartikan cinta, cinta itu bukan hanya perasaan suka tetapi cinta itu adalah anugerah dari Tuhan. seandainya saya memberi sesuatu kepada anda selanjutnya anda sia-siakan, apakah saya berhak untuk marah?", tanyaku kepada suaminya.
"Berhak Pak", jawabnya singkat.
"Jodoh itu adalah pemberian Tuhan, Tuhan memberikan Ibu ini menjadi isteri Bapak, lalu Bapak menyia-nyiakan, apakah Tuhan berhak murka?" kembali aku bertanya.
"Iya Pak," jawabnya.
"Marahnya saya tidak seberapa Pak, tapi murkanya Tuhan tidak akan sanggup Bapak hadapi apalagi sudah Tuhan firmankan akan ditempatkan di neraka-Nya bagi hamba yang tidak mematuhinya, apakah Bapak percaya jika kelak murka Tuhan akan menempatkan diri Bapak di Neraka", saya jelaskan berdasar ajaran agama.
dia hanya terdiam dan merenungi kata-kata saya. "Apakah Bapak hanya ingin bersenang-senang di dunia ini saja? kalau Bapak tidak lagi percaya adanya surga dan hanya ingin bersenang senang di dunia berarti Bapak bukanlah keturunan nabi Adam yang ingin kembali ke surga tetapi bapak tergolong evolusi kera yang hanya bersenang-senang di dunia".
"Perselingkuhan yang bapak lakukan itu adalah perilaku manusia yang merupakan evolusi kera, bukan perilaku keturunan nabi Adam", aku menegaskan dan dia hanya terdiam.
"bapak selaku suami, kelak pertanggungjawaban suami akan dituntut di peradilan yang paling adil, apa yang akan Bapak sampaikan pada saat itu tiba?" jelaskan dengan argumen berdasar ajaran agama. dia hanya terdiam.
"silakan Bapak lanjutkan berselingkuh bila tidak lagi takut dengan murkanya Tuhan yang dapat menyiksa Bapak di dunia dan diakherat sedang selingkuh itu hanyalah kesenangan sesaat", aku mengakhiri nasehatku.
"Baik Bapak dan Ibu, keduanya miliki kesalahan masing-masing, tidak perlu mencari kesalahan-kesalahan tersebut. disetiap yang salah pasti ada hal yang benar, maka terimalah yang benar dan jangan menampung kesalahan karena hati kita bukan tong sampah untuk menampung kesalahan", kataku.
lalu aku mengambil alquran dan sebuah pistol, aku taruh diatas meja. "Saya minta kepada kalian berdua, apakah bersedia kembali belajar untuk saling mencintai berdasar kitab suci? atau tetap ingin bercerai? jika ingin bercerai saya mampu menceraikan nyawa dan raga kalian, bukan hanya menceraikan suami dan isteri", kataku dengan tegas dan mereka terhenyak dan spontan "Siap, pak, kami belajar lagi dari alquran" jawab mereka.
akhirnya mereka tidak lagi mengajukan perceraian dan saat ini menjadi keluarga yang sakinah. Alhamdulillah,..
hidup jangan seperti kera, bekerja jangan seperti kerbau
https://www.google.co.id/books/edition/Hidup_jangan_seperti_Kera_Bekerja_jangan/9W08EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=riyandi+mallay&printsec=frontcover
"Apa alasan kalian untuk bercerai?" tanyaku
"Kami tidak lagi saling mencintai", jawab sang suami
"Dia selingkuh Pak", si isteri menimpali.
"oo, hanya karena itu", jawabku dengan santai. aku sengaja memancing emosi istrinya agar dia bisa mengungkap lebih mendalam. salah satu triks yang aku ketahui saat dulu belajar teori interograsi.
"Bapak bagaimana sih, orang selingkuh malah dibela, dasar laki-laki itu sama", spontan si isteri mengumpat atas jawabanku yang santai itu.
dia banyak bercerita tentang perselingkuhan suaminya bahkan beberapa bukti dia tunjukkan kepadaku.
Dari raut wajah dan emosinya, aku sudah dapat menyimpulkan si isteri masih mencintai suaminya dan tidak ingin suami berpindah ke wanita lain.
"Kenapa kamu berselingkuh?" tanyaku kepada suaminya.
"Saya tidak lagi mencintainya, karena selama ini saya tidak pernah diperlakukan baik seperti layaknya suami", jawab sang suami.
dia pun mengutarakan berbagai alasan pembenaran cenderung menyalahkan isterinya. spontan adu mulut terjadi di depanku dan aku berperan sebagai penonton setia.
sengaja aku biarkan mereka berdiskusi dengan metode debat bernuansa emosi. aku menguji seberapa kuat energi yang mereka lepaskan untuk aksi tersebut. toh setelah energinya lemah barulah aku bisa memberi nasehat.
setelah semua terdiam dan tidak ada lagi kata-kata yang dapat dilontarkan untuk meluapkan emosi, barulah kembali aku bertanya, "Menurut kalian apa artinya cinta?" tanyaku.
"cinta itu perasaan suka", jawab si suami
saya menoleh kepada isterinya, "cinta itu rasa nyaman", jawab si isteri.
"apa saja yang kamu sukai di dunia ini?" tanyaku kepada sang suami.
"banyak, Pak", jawabnya singkat.
"contohnya?" tanyaku lagi
"saya suka rokok, saya suka burung peliharaan, saya suka mobil mewah dan banyak yang saya sukai", jelasnya.
"wajar kamu berselingkuh karena semua yang kamu sukai akan kamu cintai", aku menyimpulkan.
"Koq Bapak membela dia?" protes si isteri
"sebentar Bu, nanti Ibu saya berikan kesempatan berbicara", aku tidak mau sesi ini menjadi debat kusir.
"gimana Pak? seandainya suka dengan hewan, Bapak akan mencintainya dan berselingkuh juga?" tanyaku.
"ya gak lah Pak, masak saya selingkuh dengan hewan", jawabnya.
"artinya Bapak tidak paham artinya cinta", aku menyampaikan kesimpulanku.
"sekarang saya bertanya kepada Ibu, kalau cinta itu adalah rasa nyaman, apa yang membuat Ibu nyaman?" tanyaku kepada si isteri.
"banyak Pak", jawabnya
"berarti Ibu mencintai banyak juga ya", kataku dan dia terdiam.
"jika ibu mencintai banyak hal, sedangkan selingkuh itu berpaling kepada yang lain, ibu juga melakukan perselingkuhan", jelasku.
"saya tidak selingkuh ke lelaki lain Pak, saya menjaga kesetiaan saya", jawabnya menyanggah pendapatku.
"kesimpulan saya, Bapak Ibu sama sama salah mengartikan kata cinta dan sama sama berselingkuh". kesimpulan ini langsung dibantah kedua nya dan diskusi semakin memanas karena disusupi dengan emosi masing-masing.
kembali saya menjelaskan "Ibu berselingkuh dengan semua yang membuat itu nyaman dan Ibu mempertahankan kesetiaan hanya untuk menjaga kehormatan diri bukan untuk seorang yang Ibu cintai".
saya menceritakan suatu peristiwa yang pernah saya alami. saya bertamu ke rumah salah seorang bawahan saya, spontan isterinya langsung menyuguhkan saya jamuan yang luar biasa baiknya bahkan saya mendengar ia meminta suaminya membeli gula hanya untuk menyedia jamuan atas kedatanganku. lalu aku berkata kepada suaminya "kamu adalah lelaki yang beruntung, memiliki isteri yang baik, saya saja yang datang, ia suguhkan yang terbaik, apalagi kalau kamu pulang pasti jauh lebih baik dari ini," kataku. "gak juga Pak, kalau saya pulang malah cari air minum sendiri", jawabnya jujur. lalu saya suruh dia meminum jamuan yang isterinya suguhkan dan saya langsung menasehati isterinya "Ibu, yang terbaik yang harus ibu suguhkan adalah kepada suami bukan kepada saya, terus terang saya tidak ingin tergolong pada perbuatan selingkuh karena ibu lebih memilih menjamu saya dari pada suami".
kemudian saya kembali bertanya kepada ibu tersebut "apakah selama berumah tangga Ibu sama dengan isteri yang saya ceritakan tadi?" tanyaku. dia tidak menjawab dan hanya mengangguk.
"Berarti Ibu terlebih dahulu berselingkuh sebelum suami Ibu, dan perlu ibu ketahui banyak wanita di luar yang memiliki sikap yang sama seperti ini yang membuat peluang bagi para suami berselingkuh, dan secara kodrati, lelaki itu memilih pastilah memilih orang yang bisa melayaninya", aku jelaskan lagi tentang tugas dan tanggung jawab seorang isteri.
"Bapak kenapa dari tadi hanya menyudutkan saya, padahal nyata-nyata dia yang berselingkuh?" si isteri protes. protes itu tidak saya jawab, saya langsung menasehati suaminya.
"Bapak salah dalam mengartikan cinta, cinta itu bukan hanya perasaan suka tetapi cinta itu adalah anugerah dari Tuhan. seandainya saya memberi sesuatu kepada anda selanjutnya anda sia-siakan, apakah saya berhak untuk marah?", tanyaku kepada suaminya.
"Berhak Pak", jawabnya singkat.
"Jodoh itu adalah pemberian Tuhan, Tuhan memberikan Ibu ini menjadi isteri Bapak, lalu Bapak menyia-nyiakan, apakah Tuhan berhak murka?" kembali aku bertanya.
"Iya Pak," jawabnya.
"Marahnya saya tidak seberapa Pak, tapi murkanya Tuhan tidak akan sanggup Bapak hadapi apalagi sudah Tuhan firmankan akan ditempatkan di neraka-Nya bagi hamba yang tidak mematuhinya, apakah Bapak percaya jika kelak murka Tuhan akan menempatkan diri Bapak di Neraka", saya jelaskan berdasar ajaran agama.
dia hanya terdiam dan merenungi kata-kata saya. "Apakah Bapak hanya ingin bersenang-senang di dunia ini saja? kalau Bapak tidak lagi percaya adanya surga dan hanya ingin bersenang senang di dunia berarti Bapak bukanlah keturunan nabi Adam yang ingin kembali ke surga tetapi bapak tergolong evolusi kera yang hanya bersenang-senang di dunia".
"Perselingkuhan yang bapak lakukan itu adalah perilaku manusia yang merupakan evolusi kera, bukan perilaku keturunan nabi Adam", aku menegaskan dan dia hanya terdiam.
"bapak selaku suami, kelak pertanggungjawaban suami akan dituntut di peradilan yang paling adil, apa yang akan Bapak sampaikan pada saat itu tiba?" jelaskan dengan argumen berdasar ajaran agama. dia hanya terdiam.
"silakan Bapak lanjutkan berselingkuh bila tidak lagi takut dengan murkanya Tuhan yang dapat menyiksa Bapak di dunia dan diakherat sedang selingkuh itu hanyalah kesenangan sesaat", aku mengakhiri nasehatku.
"Baik Bapak dan Ibu, keduanya miliki kesalahan masing-masing, tidak perlu mencari kesalahan-kesalahan tersebut. disetiap yang salah pasti ada hal yang benar, maka terimalah yang benar dan jangan menampung kesalahan karena hati kita bukan tong sampah untuk menampung kesalahan", kataku.
lalu aku mengambil alquran dan sebuah pistol, aku taruh diatas meja. "Saya minta kepada kalian berdua, apakah bersedia kembali belajar untuk saling mencintai berdasar kitab suci? atau tetap ingin bercerai? jika ingin bercerai saya mampu menceraikan nyawa dan raga kalian, bukan hanya menceraikan suami dan isteri", kataku dengan tegas dan mereka terhenyak dan spontan "Siap, pak, kami belajar lagi dari alquran" jawab mereka.
akhirnya mereka tidak lagi mengajukan perceraian dan saat ini menjadi keluarga yang sakinah. Alhamdulillah,..
hidup jangan seperti kera, bekerja jangan seperti kerbau
https://www.google.co.id/books/edition/Hidup_jangan_seperti_Kera_Bekerja_jangan/9W08EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=riyandi+mallay&printsec=frontcover


ular.berbisik memberi reputasi
-5
259
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan