Jakarta, CNN Indonesia -- Afrika ternyata lebih banyak terbebani oleh utang dari perusahaan swasta Negara Barat dibandingkan China.
Berdasarkan studi Debt Justice, negara-negara di Afrika menanggung beban utang dari perbankan, pengelola aset, dan pedagang minyak Negara Barat tiga kali lebih besar dibandingkan dari Negeri Tirai Bambu.

Dengan mengolah data Bank Dunia, studi itu mencatat hanya 12 persen utang di Benua Hitam yang berasal dari China. Sementara, porsi utang dari Negara Barat mencapai 35 persen.

Padahal, selama ini, Negara Barat kerap menuding China sebagai biang kerok di balik masalah utang yang membelit sejumlah negara di Afrika.

Untuk itu, Debt Justice meminta kelompok negara G7 berhenti menggunakan utang China sebagai pengalih isu dari permasalahan yang disebabkan oleh perusahaan swasta mereka.

"(Negara Barat menuding China penyebab masalah utang di Afrika) Itu hanya pengalih," ujar Kepala Kebijakan Debt Justice Tom Jones seperti dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Rabu (13/7).

Terlebih, rata-rata suku bunga yang dibebankan oleh perusahaan Barat juga hampir dua kali lipat lebih besar dari pinjaman China, yaitu 5 persen dibandingkan 2,7 persen.

Studi tersebut mengungkap 12 dari 22 negara di Afrika dengan utang terbesar membayar lebih dari 30 persen porsi pembayaran kembali utang eksternal ke perusahaan swasta Barat per tahun. Beberapa negara itu termasuk Mesir, Tunisia, Ghana, dan Sudan Selatan.

Di Sudan Selatan, 81 persen pembayaran kembali utang eksternal ditujukan untuk perusahaan swasta Barat. Hanya 11 persen pembayaran utangnya ke China.

Sementara itu, hanya enam negara di Afrika yang memiliki porsi pembayaran kembali utang eksternal ke China yang lebih dari 30 persen. Beberapa di antaranya Zambia, Ethiopia dan Angola.

Debt Justice merupakan organisasi gerakan global yang berbasis di Inggris. Organisasi ini fokus pada utang, kemiskinan, dan ketimpangan.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...ding-china/amp