- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Gua Rindu Masa Lalu


TS
o.best
Gua Rindu Masa Lalu

Quote:
"Bes, besok lu berangkat lagi ke purwokerto ya?"
"Ha? Gila lu baru kemarin gua balik dari semarang masa berangkat lagi."
"Kemarin kan gua udah bilang, lu di semarang aja dulu sehari dua hari, tapi lu malah balik duluan, sekarang ga ada siapa-siapa tuh yang lain masih pada diluar, si Andre baru balik lagi dipesawat, besok gua juga suruh berangkat lagi ke surabaya, apa lu mau tukeran sama Andre?."
"Surabaya? ogah dah jauh, mendingan purwokerto."
Hari ini gua kira bakalan santai ditengah keheningan kantor yang sepi seperti tak bertuan, berkas-berkas yang biasanya berserakan diatas meja sampai saat ini masih tertata rapih, tak ada memo warna-warni yang memenuhi layar komputer seperti biasanya. Bulan ini sangatlah padat beberapa karyawan yang biasa memenuhi ruangan sempit ini sedang melaksanakan kunjungan kerja ke seluruh wilayah indonesia. Sedangkan dikantor hanya ada manager dan beberapa admin serta OB saja yang mengisi kesunyiannya.
Sedangkan gua yang baru saja balik dari semarang harus berangkat lagi besok ke purwokerto. Terpaksa gua harus menyiapkan beberapa file yang akan dibawa, dan mengurus beberapa administrasi tunjangan selama dipurwokerto nanti.
"Mas, di purwokerto sebulan ya?"ucap Dea seorang admin yang selama ini mengurus keperluan administrasi karyawan sambil menyodorkan sebuah amplop coklat berisikan uang dan tiket travel.
"Ha? Sebulan? Yang benar lu de? Kata pak uus cuma dua minggu ko." tanya gua kaget mendengar perbedaan waktu yang diinformasikan.
"Masa mas? Disini terjadwalnya sebulan loh." jawabnya mengarahkan jari telunjuknya ke layar.
Saat itu tiba-tiba handphone gua berbunyi menerima sebuah pesan dari nama yang sudah tak asing lagi. Ya benar saja, Uus ternyata menjadwalkan dikota ini selama sebulan agar gua bisa sedikit refreshing untuk menikmati hidup dan juga agar bisa ketemu dengan Rindu lagi ucapnya dari pesan yang tertera.
Sialan si uus, sebulan dipurwokerto ya? Rindu? kota itu? ucap gua dalam hati setelah membaca pesannya.
Quote:
Beberapa tahun lalu...
"Selamat ulang tahun Rindu ucapkan
Selamat panjang umur Rindu kan doakan
Selamat sejahtera sehat sentosa
Selamat panjang umur dan bahagia"
Gua diam terpaku, Ketika mata gua melihat Rindu membawa sebuah kue berwarna hitam dihiasi oleh cream putih dengan lilin yang menyala diatasnya sambil diiringi nyanyian merdu yang keluar dari celah kedua bibirnya.
"Mas, sebelum ditiup minta permohonan dulu."ucapnya meletakan kue diatas meja sambil duduk disamping gua dengan sinar lilin yang menerangi ruang tamu ini.
"Eh iya, (........) Fuuuhh fuuuuh fuuuuh" tiup gua setelah berdoa dalam hati.
"Yeeee, selamat ya mas." Sahut Rindu dengan wajah tersenyum.
Gua mengambil sebuah sendok yang tersedia disamping kue, dan mencongkel sedikit kemudian memberikan sebuah suapan manis kepada Rindu.
"Ini suapan pertama untuk doa yang mas panjatkan kepadamu." tangan kanan gua mengarahkan sesendok kue ke mulut Rindu.
Rindu dengan wajah yang sangat manis, memakan suapan yang gua berikan kepadanya, dia tersenyum dan secara tiba-tiba memeluk gua.
"Terima kasih ya mas." ucapnya dengan suara yang terdengar jelas dari sisi kanan belakang kuping gua.
Dug...dug...dug seketika detak jantung gua berdetak lebih cepat ketika hentakan pelan tubuh Rindu menyentuh tubuh gua. Pelukan erat itu terasa lebih lama dari dugaan gua, semakin lama semakin erat, terdengar suara rintih tangisan dari belakang kepala gua. Saat kedua tangan gua menggapai kepala Rindu untuk melepaskan pelukannya, dia menolak dan pelukannya semakin erat. Secara naluri tangan kiri gua mengusap helaian rambutnya, tangan kanan gua mengelus pundak belakangnya.
"Mas, tetap di purwokerto ya, aku ga mau ditinggal mas." ucapnya dengan suara serak yang sangat pelan.
Gua hanya mengelusnya terus menerus tanpa menjawab apa yang telah dikatakan oleh Rindu, perlahan suara tangisannya mulai menghilang pelukannya melemas, tak lama Rindu mendorong tubuh gua jatuh telentang dikursi dengan posisi gua tertindih memeluk tubuhnya.
Malam itu gua akhiri dengan beberapa kemesraan yang terukir dibawah atap langit malam.
"Selamat ulang tahun Rindu ucapkan
Selamat panjang umur Rindu kan doakan
Selamat sejahtera sehat sentosa
Selamat panjang umur dan bahagia"
Gua diam terpaku, Ketika mata gua melihat Rindu membawa sebuah kue berwarna hitam dihiasi oleh cream putih dengan lilin yang menyala diatasnya sambil diiringi nyanyian merdu yang keluar dari celah kedua bibirnya.
"Mas, sebelum ditiup minta permohonan dulu."ucapnya meletakan kue diatas meja sambil duduk disamping gua dengan sinar lilin yang menerangi ruang tamu ini.
"Eh iya, (........) Fuuuhh fuuuuh fuuuuh" tiup gua setelah berdoa dalam hati.
"Yeeee, selamat ya mas." Sahut Rindu dengan wajah tersenyum.
Gua mengambil sebuah sendok yang tersedia disamping kue, dan mencongkel sedikit kemudian memberikan sebuah suapan manis kepada Rindu.
"Ini suapan pertama untuk doa yang mas panjatkan kepadamu." tangan kanan gua mengarahkan sesendok kue ke mulut Rindu.
Rindu dengan wajah yang sangat manis, memakan suapan yang gua berikan kepadanya, dia tersenyum dan secara tiba-tiba memeluk gua.
"Terima kasih ya mas." ucapnya dengan suara yang terdengar jelas dari sisi kanan belakang kuping gua.
Dug...dug...dug seketika detak jantung gua berdetak lebih cepat ketika hentakan pelan tubuh Rindu menyentuh tubuh gua. Pelukan erat itu terasa lebih lama dari dugaan gua, semakin lama semakin erat, terdengar suara rintih tangisan dari belakang kepala gua. Saat kedua tangan gua menggapai kepala Rindu untuk melepaskan pelukannya, dia menolak dan pelukannya semakin erat. Secara naluri tangan kiri gua mengusap helaian rambutnya, tangan kanan gua mengelus pundak belakangnya.
"Mas, tetap di purwokerto ya, aku ga mau ditinggal mas." ucapnya dengan suara serak yang sangat pelan.
Gua hanya mengelusnya terus menerus tanpa menjawab apa yang telah dikatakan oleh Rindu, perlahan suara tangisannya mulai menghilang pelukannya melemas, tak lama Rindu mendorong tubuh gua jatuh telentang dikursi dengan posisi gua tertindih memeluk tubuhnya.
Malam itu gua akhiri dengan beberapa kemesraan yang terukir dibawah atap langit malam.
Gua ingat saat itu adalah pertama kalinya cabang dipurwokerto dibuka, dan Rindu dipindah tugaskan untuk memimpin cabang disana. Serta gua juga mendapatkan tugas sebagai pembimbing dari pusat selama 6 bulan disana. Selama disana gua dan Rindu tinggal disebuah rumah inventaris yang letaknya di perumahan tak jauh dari kantor.
"Hayooloh, napa bengong bes." teriak suara Indra dari belakang mengagetkan gua yang berdiri kaku tak sengaja wajah gua memandangi bagian intim Dea.
"Wahhhh, lu bes, besok lu pake kerudung Dea biar ga dilihatin belahannya."
"Sialan lu, gua ga semesum itu anjrit."
"Ha ha ha." tawanya meninggalkan kita berdua.
Gua yang kepalang malu karena kejadian tadi akhirnya balik ke meja kerja, gua duduk sambil memandangi langit yang begitu cerah dari balik jendela dengan segelas kopi hitam yang hangat tersedia didepan mata. Tangan Gua membuka amplop coklat yang tadi diberikan oleh Dea, gua hitung jumlahnya serta melihat jadwal keberangkatan travel nanti.
Spoiler for tiket bus:

Cekrek..suara kamera berbunyi dari handphone yang gua pakai untuk memotret tiket ini. Membahas soal Rindu tadi, akhirnya gua beranikan diri mengupload foto tersebut ke status whatsapp hanya ditujukan kepada dia seorang. Semoga saja Rindu membuka statusnya ungkap gua dalam hati sambil tersenyum memandangi status whatsapp yang sedang mengupload.
Sudah lama sekali gua ga berbincang atau sekedar say hello kepadanya, selama ini hanya mengintip melalui status whatsapp untuk mengetahui kabar. Tapi beberapa bulan ini gua sudah tak lagi melihat statusnya di whatsapp bahkan instagramnyapun sudah lama ga membuat history lagi, hanya ada postingan terakhir dan satu-satunya yang terpampang jelas di profilnya yaitu sebuah puisi.
Bila kamu tidak bisa tertawa berulang-ulang pada lelucon yang sama, lalu mengapa kamu menangis berulang-ulang pada masalah yang sama?
Pamit bukan berarti tak ingin bertemu lagi
Pergi bukan berarti tak ingin kembali
Terkadang lampu sengaja memadamkan diri hanya untuk mengetahui segala apa ruangan yang pernah ia terangi.
Pamit bukan berarti tak ingin bertemu lagi
Pergi bukan berarti tak ingin kembali
Terkadang lampu sengaja memadamkan diri hanya untuk mengetahui segala apa ruangan yang pernah ia terangi.
-----
Quote:
"Sengaja aku datang ke kotamu
Lama kita tidak bertemu
Ingin diriku mengulang kembali
Berjalan-jalan bagai tahun lalu
Sepanjang jalan kenangan
Kita s'lalu bergandeng tangan
Sepanjang jalan kenangan
Kau peluk diriku mesra
Hujan yang rintik-rintik
Di awal bulan itu
Penambah nikmatnya malam syahdu"
Lama kita tidak bertemu
Ingin diriku mengulang kembali
Berjalan-jalan bagai tahun lalu
Sepanjang jalan kenangan
Kita s'lalu bergandeng tangan
Sepanjang jalan kenangan
Kau peluk diriku mesra
Hujan yang rintik-rintik
Di awal bulan itu
Penambah nikmatnya malam syahdu"
Quote:
Spoiler for purwokerto:

sumber gambar Gmap
Aah! Akhirnya.ucap gua ketika menginjakan kaki di kota yang sangat indah ini, malam yang gelap diiringi oleh gemerlap-gemerlip lampu taman menghiasi disetiap sisi lapang rumput yang terpampang sangat luas seakan mengetahui dan menyambut kedatangan gua yang telah lelah menempuh perjalanan dengan jarak waktu sekitar 7jam.
Setelah turun dari travel gua berjalan perlahan dengan menarik sebuah koper, menatap setiap sudut kota yang sudah lama sekali tak gua kunjungi. Kebetulan saja rumah inventaris yang disediakan dari kantor dulu tak jauh dari lokasi ini, makanya gua turun disini untuk sekedar memandangi serta menikmati malam ini sendiri, tampak sangat berbeda dari beberapa tahun lalu, sekarang banyak perubahan yang signifikan.
Ketika gua menyisir trotoar, langkah gua terhenti memandangi sebuah minimarket tepat dibelakang masjid agung. Didepan minimarket tersebut gua dan Rindu duduk dibawah sinar rembulan memandangi manusia berlalulalang sambil menikmati semangkok kecil es krim.
Anjrit ingatan apa lagi ini! gumam gua dalam hati sambil menggelengkan kepala dengan mulut yang tersenyum, tangan kanan gua meraba bagian dada Perasaan ini, apakah lama tak bertemu sehingga semakin deg-degan? Sial, sepertinya gua rindu masa lalu.
Angin malam kian kencang menerpa dan menggoyangkan bulu-bulu halus yang tumbuh diatas kulit kaki dan tangan gua, selama jalan kaki menuju rumah inventaris gua melihat dan mengenang beberapa tempat yang biasa gua kunjungi dulu bersama Rindu di kota ini.
Ting nong, ting nong gua menekan bel yang terdapat di tembok depan rumah berwarna putih dengan pagar hitam yang menghalangi jarak gua dengan pintu utama, lampu yang cukup terang menerangi teras rumah ini dengan mudah gua melihat sekeliling isi depan rumah, tak ada yang berubah sama sekali semenjak beberapa tahun lalu hanya ada beberapa tambahan kursi dan meja serta sebuah asbak? Rindu kan ga merokok ucap gua dalam hati.
Lama menunggu akhirnya keluar sosok pria baya dari balik pintu yang tertutup tadi, dengan setelan baju bergaris-garis coklat mengenakan sarung berjalan sangat pelan dengan tubuh yang sedikit membungkuk menghampiri gua dengan tangan kanannya membawa sebuah kunci gembok.
Loh ko ada kakek-kakek? Benar ini kan rumahnya yang dulu ucap gua dalam hati sedikit mundur selangkah setelah kakek tersebut membuka pintu utama dan gua kembali memandangi sekitaran bentuk rumah serta nomor yang tertera di tembok depan. benar ko ini rumahnya, ga salahlah dulu gua juga tinggal disini selama 6 bulan bersama Rindu, setelah gua pulang ke jakarta rumah ini hanya ditempati oleh Rindu. ucap gua masih kebingungan memandangi kembali sekitaran jalan.
"Den obes ya?" tanya kakek tersebut memandangi gua dari balik pagar dengan wajah yang penuh tanya.
"Iya pak benar, ini rumah kantor PT Majujaya Group?" jawab gua kembali melontarkan pertanyaan untuk memastikan kebenaran rumah ini.
"Iya iya ya, masuk sini, bapak udah nunggu dari tadi sore." ucapnya "Tadi siang bapak dapat telepon katanya bakalan ada orang kantor dari jakarta mau tinggal disini, sore nanti juga bakalan sampai, bapak tungguin dari sore sampai maghrib tadi didepan kursi itu tapi ga muncul-muncul, eh taunya datang malam ya den." ucapnya masih mengotak-atik kunci gembok berulang kali salah memasukan kunci.
"Aah begitu ya pak" tanya gua yang cukup lelah memandangi kakek ini hanya bergonta ganti kunci.
"Iya ya, tapi ini tolong cariin den kunci yang tulisannya RK, mata bapak sudah ga awas lagi jadi ga bisa lihat kalau malam gini." Ucapnya menyodorkan gantungan dengan deretan kunci yang cukup banyak mungkin sekitar 20-30an kunci.
Lah dari tadi gitu pak bilang kalau matanya dah ga awas, udah mau 10 menitan dari tadi berdiri ngeliatin bolak-balik kunci gembok doank. ucap gua dalam hati meraih kunci yang disodorkan. "ini pak kuncinya." gak lama gua menemukan kunci tersebut, si kakek membuka gembok dan gerbang pagar. Akhirnya gua bisa memasuki rumah ini setelah lama tak kembali kesini.
Setelah memasuki rumah, kakek mengantarkan gua ke kamar dan menyuruh gua untuk istirahat dan tidur karena jarak perjalanan yang jauh, gua yang merasakan tubuh cukup lelah akhirnya langsung tertidur diatas kasur tanpa berbenah barang yang gua bawa.
-----
Quote:
Terpaan angin dingin dari pintu depan menyapa pagi ini dengan aroma kopi yang terbawa masuk kedalam dua lubang hidung gua yang baru saja selesai mandi.
"Udah mandinya den? Itu kopinya dimeja ya"ucap kakek mengagetkan gua yang lagi asyk mengeringkan rambut didepan pintu.
"iya pak, tapi Rindunya kemana ya? Apa sudah berangkat kerja?" ucap gua sepagi ini belum mendengar suara Rindu sedikitpun.
"Sini den duduk bapak ceritain, tapi sebelumnya Aden ngerokok ga?" ucapnya mempersilahkan gua duduk dikursi yang selalu gua ingat saat itu.
"Ngerokok pak, Cerita gimana ya pak? Tapi maaf bapak ini disuruh perusahaan untuk tinggal disini?" tanya gua yang masih penasaran kenapa ada kakek-kakek dirumah ini, dan juga setelah mandi gua masih melihat beberapa peralatan mandi wanita pasti milik Rindu.
"Rokoknya apa den?"
"Satu Dua Tiga pak."
"Bapak boleh minta sebatang den, mau kewarung jauh dari sini."
Wadidaw, gua nanya apa malah dijawab minta rokok gumam gua dalam hati sambil mengambil sebungkus rokok dari kamar dan meletakannya di meja.
"Fuuuhh" asap rokok keluar dari mulut sang kakek."Bapak ini sebenarnya orangtuanya Rindu den, bapak disini karena...." ucap kakek terputus pembicaraannya, kepalanya menunduk dengan sebatang rokok menempel ditangan kanannya.
"Karena apa pak?" tanya gua penasaran menyondongkan badan kedepan.
"Karena nak Rindu dirawat di rumah sakit, sudah dua bulan nak Rindu belum sembuh den." jawabnya dengan wajah yang terlihat sedih, saat itu gua melihat mata kakek berlinang. Gua yang mendengar omongannyapun sontak kaget, jadi selama ini Rindu ga pernah update status atau history karena sakit?
cling..cling..cling bunyi sebuah pesan masuk dari handphone gua, sebuah nama cukup jelas terlihat mengirimkan gua sebuah pesan yang membuat gua semakin terpaku kaku.
Jadi uus juga selama ini menyembunyikannya?ucap gua dalam hati terdiam kaku tanpa kata, suasana sangat hening, mata gua mulai berlinang mendengar kabar tak terduga ini. Rindu? Rindu? Kenapa kamu tidak memberitahu mas!
"Jadi, Rindu dirawat di RS mana pak dan kamarnya dimana?" tanya gua dengan air mata yang mulai turun disela hidung dan pipi.
Gua ga bisa berkata-kata lebih banyak lagi setelah mendengar hal ini, dengan informasi Rumah sakit dan kamarnya, gua langsung berangkat menggunakan ojek yang gua pesan melalui Handphone.
Setibanya dirumah sakit, gua semakin terdiam kaku, air mata gua kian deras ketika melihat Rindu terbaring diatas kasur dengan selang yang cukup besar menutupi hidung dan mulutnya. Gua berjalan pelan menuju rindu, wajahnya sangatlah tirus dan tubuhnya sangatlah kurus, tangan gua mengusap helaian rambut dikepalanya, matanya masih tertutup rapat tidak menyadari keberadaan gua berdiri memandanginya dengan wajah yang penuh dengan air mata.
"Kenapa kamu bisa seperti ini dek, kamu sakit apa sebenarnya? Kenapa ga ngasih kabar mas?" Ucapan perucapan gua ucapkan seakan tidak percaya Rindu yang dulu sangatlah berbanding jauh.
Gua masih terus memandangi wajah dan mengelus kepalanya.
"Ini mas bawain boneka karakter kesukaan kamu, ada nama mas dibelakangnya." ucap gua mencoba membangunkan rindu dengan menunjukan boneka yang gua bawa.
"Nak obes ya?" Tanya suara wanita tua dari belakang.
"Ah iya."
"Betul kalau gitu, tadi bapak nelepon dari rumah katanya Nak obes lagi ke RS, Ibu ibunya Rindu nak, Rindu sudah semingguan belum memelekan matanya. Dokter sudah mengecheck beberapa kali, cuma sering sekali dia mengucap nama nak Obes itu saja yang keluar dari mulutnya selama tidur." ucapnya memberitahu gua.
Gua hanya bisa terdiam dengan air mata yang masih terus menetes, ketika tetesan air mata gua jatoh diantara kelopak dan bulu matanya, mata Rindu berkedip kemudian suara sayup pelan terdengar memanggil gua.
"Mmmmaass." sebuah kata terucap dari mulutnya yang pucat namun matanya masih tertutup.
"Dek, bangun dek, mas sudah disini, mas sudah disamping kamu, ayo dek melek, kamu ga mau melihat wajah mas emangnya?" ucap gua mengelus kepalanya.
Jari tangan kirinya berkedut, perlahan tangannya bergerak, gua yang melihatnyapun langsung menggenggam tangan rindu meski matanya masih tertutup gua bisa merasakan dia mulai sadar dari tidur lamanya.
"Mas, itu kamu kan?" ucapnya sangat pelan dengan bibirnya yang gemetar.
"Iya dek, ini mas, mas datang dari jakarta buat lihat kamu, adek masih ingatkan suara mas?" ucap gua meyakinkan kehadiran gua ada disampingnya.
Hari berlalu matahari terbit dan tenggelam begitu saja, Rindu hanya bisa berbicara sedikit, matanya masih tertutup rapat seakan menolak cahaya mentari menyinari kedua bola matanya. Gua tiap hari bolak-balik rumah sakit untuk menemani serta menyemangatinya, terkadang guapun mengerjakan pekerjaan di bangku yang tersedia dekat tempat tidurnya. Seminggu berlalu seorang dokter masuk kedalam ruangan disaat gua sedang mengerjakan tugas dilaptop.
"Selamat siang pak, pengechekan rutin ya." ucap seorang perawat kepada gua, sambil mempersilahkan dokter masuk keruangan.
Gua memandangi dokter yang sedang memeriksa Rindu dengan alatnya, serta mengecheck fungsi alat pernafasan yang dipakai Rindu.
"Pak, keadaan Rindu akhir-akhir ini semakin membaik, mungkin beberapa hari kedepan dia sudah bisa membuka matanya dan juga melepas alat bantu nafasnya jika saya lihat dari hasil labotariumnya." ucap dokter kepada gua menjelaskannya.
"Benaran dok?" gua berjalan kearah Rindu dan menatapnya, kelopak mata rindu berkedut pelan dan terbuka perlahan sambil memanggil gua.
"Mas..." ucapnya pelan
"iya dek" gua mengelus kepala rindu melihat matanya terbuka sedikit. "Dok, lihat dok" gua menunjukan matanya Rindu terbuka.
Sontak saja semua serentak mengucapkan "Alhamdulillah"
Hari itu awal gua bahagia melihat Rindu sudah bisa membuka matanya, dia tersenyum beberapa kali meski wajahnya masih terlihat lemah. Waktu demi waktu, hari berganti minggu, tubuh Rindu semakin menunjukan pemulihannya. Gua menemaninya sepanjang waktu, hingga ia duduk serta bisa berdiri. Terkadang gua membopongnya untuk mengajarkan dia kembali berjalan, dan gua bisa melihat wajahnya kembali merona.
Saat itu dia ingin sekali melihat matahari terbenam, gua yang selalu ada disisinya membawanya keluar kamar dengan sebuah kursi roda, kita berdua berhenti disebuah taman melihat pemandangan matahari dengan sinar jingganya.
"Dek, tau ga kenapa matahari terbenam sinarnya jingga?"
"Kenapa emangnya mas?"
"Karena matahari ga mau meninggalkan kita dalam kegelapan, ia berusaha menerangi kita dengan sisa sinarnya sebelum menghilang, bahkan saat dia menghilangpun ia pantulkan cahayanya melalui bulan, lihat kan betapa setianya matahari kepada kita? Seperti mas yang akan selalu ada untuk adek, mulai saat ini mas akan ada disamping adek, dan mas ga akan kembali lagi kejakarta."
Matahari perlahan mulai hilang, gua tutup dengan sebuah pelukan manja dari belakang rindu. Kecupan manis yang gua sandarkan dalam keningnya, membuat dia tersenyum semakin manis.
"Udah mandinya den? Itu kopinya dimeja ya"ucap kakek mengagetkan gua yang lagi asyk mengeringkan rambut didepan pintu.
"iya pak, tapi Rindunya kemana ya? Apa sudah berangkat kerja?" ucap gua sepagi ini belum mendengar suara Rindu sedikitpun.
"Sini den duduk bapak ceritain, tapi sebelumnya Aden ngerokok ga?" ucapnya mempersilahkan gua duduk dikursi yang selalu gua ingat saat itu.
"Ngerokok pak, Cerita gimana ya pak? Tapi maaf bapak ini disuruh perusahaan untuk tinggal disini?" tanya gua yang masih penasaran kenapa ada kakek-kakek dirumah ini, dan juga setelah mandi gua masih melihat beberapa peralatan mandi wanita pasti milik Rindu.
"Rokoknya apa den?"
"Satu Dua Tiga pak."
"Bapak boleh minta sebatang den, mau kewarung jauh dari sini."
Wadidaw, gua nanya apa malah dijawab minta rokok gumam gua dalam hati sambil mengambil sebungkus rokok dari kamar dan meletakannya di meja.
"Fuuuhh" asap rokok keluar dari mulut sang kakek."Bapak ini sebenarnya orangtuanya Rindu den, bapak disini karena...." ucap kakek terputus pembicaraannya, kepalanya menunduk dengan sebatang rokok menempel ditangan kanannya.
"Karena apa pak?" tanya gua penasaran menyondongkan badan kedepan.
"Karena nak Rindu dirawat di rumah sakit, sudah dua bulan nak Rindu belum sembuh den." jawabnya dengan wajah yang terlihat sedih, saat itu gua melihat mata kakek berlinang. Gua yang mendengar omongannyapun sontak kaget, jadi selama ini Rindu ga pernah update status atau history karena sakit?
cling..cling..cling bunyi sebuah pesan masuk dari handphone gua, sebuah nama cukup jelas terlihat mengirimkan gua sebuah pesan yang membuat gua semakin terpaku kaku.
Quote:
Dari Uus :"Bes, gimana sudah sampai di purwokerto? Selamat kan sampai tujuan? Melalui pesan ini, mungkin lu pasti sudah mendengar kabar ini, tapi gua disini mau memastikan kembali hal yang belum gua kasih tau sebelumnya, jadi Rindu udah dua bulanan sakit parah, dia dirawat di RS, sebenarnya gua udah lama mau memberitahu lu, cuma gua ga mau lu ninggalin pekerjaan begitu saja ketika mendengar kabar ini, jadi gua nyari cara gimana biar lu bisa ke sana ngejenguk Rindu tanpa menganggu pekerjaan. Misalkan disana waktu sebulan kurang cukup, nanti gua bakal ngajuin lu sementara sebagai pengganti Rindu disana dan lu punya banyak waktu untuk menghibur Rindu disana biar bisa sehat lagi, jadi lu ga perlu mikiran berapa lamanya disana yang penting lu bisa mastiin Rindu kembali sehat lagi."
Jadi uus juga selama ini menyembunyikannya?ucap gua dalam hati terdiam kaku tanpa kata, suasana sangat hening, mata gua mulai berlinang mendengar kabar tak terduga ini. Rindu? Rindu? Kenapa kamu tidak memberitahu mas!
"Jadi, Rindu dirawat di RS mana pak dan kamarnya dimana?" tanya gua dengan air mata yang mulai turun disela hidung dan pipi.
Gua ga bisa berkata-kata lebih banyak lagi setelah mendengar hal ini, dengan informasi Rumah sakit dan kamarnya, gua langsung berangkat menggunakan ojek yang gua pesan melalui Handphone.
Setibanya dirumah sakit, gua semakin terdiam kaku, air mata gua kian deras ketika melihat Rindu terbaring diatas kasur dengan selang yang cukup besar menutupi hidung dan mulutnya. Gua berjalan pelan menuju rindu, wajahnya sangatlah tirus dan tubuhnya sangatlah kurus, tangan gua mengusap helaian rambut dikepalanya, matanya masih tertutup rapat tidak menyadari keberadaan gua berdiri memandanginya dengan wajah yang penuh dengan air mata.
"Kenapa kamu bisa seperti ini dek, kamu sakit apa sebenarnya? Kenapa ga ngasih kabar mas?" Ucapan perucapan gua ucapkan seakan tidak percaya Rindu yang dulu sangatlah berbanding jauh.
Gua masih terus memandangi wajah dan mengelus kepalanya.
"Ini mas bawain boneka karakter kesukaan kamu, ada nama mas dibelakangnya." ucap gua mencoba membangunkan rindu dengan menunjukan boneka yang gua bawa.
"Nak obes ya?" Tanya suara wanita tua dari belakang.
"Ah iya."
"Betul kalau gitu, tadi bapak nelepon dari rumah katanya Nak obes lagi ke RS, Ibu ibunya Rindu nak, Rindu sudah semingguan belum memelekan matanya. Dokter sudah mengecheck beberapa kali, cuma sering sekali dia mengucap nama nak Obes itu saja yang keluar dari mulutnya selama tidur." ucapnya memberitahu gua.
Gua hanya bisa terdiam dengan air mata yang masih terus menetes, ketika tetesan air mata gua jatoh diantara kelopak dan bulu matanya, mata Rindu berkedip kemudian suara sayup pelan terdengar memanggil gua.
"Mmmmaass." sebuah kata terucap dari mulutnya yang pucat namun matanya masih tertutup.
"Dek, bangun dek, mas sudah disini, mas sudah disamping kamu, ayo dek melek, kamu ga mau melihat wajah mas emangnya?" ucap gua mengelus kepalanya.
Jari tangan kirinya berkedut, perlahan tangannya bergerak, gua yang melihatnyapun langsung menggenggam tangan rindu meski matanya masih tertutup gua bisa merasakan dia mulai sadar dari tidur lamanya.
"Mas, itu kamu kan?" ucapnya sangat pelan dengan bibirnya yang gemetar.
"Iya dek, ini mas, mas datang dari jakarta buat lihat kamu, adek masih ingatkan suara mas?" ucap gua meyakinkan kehadiran gua ada disampingnya.
Hari berlalu matahari terbit dan tenggelam begitu saja, Rindu hanya bisa berbicara sedikit, matanya masih tertutup rapat seakan menolak cahaya mentari menyinari kedua bola matanya. Gua tiap hari bolak-balik rumah sakit untuk menemani serta menyemangatinya, terkadang guapun mengerjakan pekerjaan di bangku yang tersedia dekat tempat tidurnya. Seminggu berlalu seorang dokter masuk kedalam ruangan disaat gua sedang mengerjakan tugas dilaptop.
"Selamat siang pak, pengechekan rutin ya." ucap seorang perawat kepada gua, sambil mempersilahkan dokter masuk keruangan.
Gua memandangi dokter yang sedang memeriksa Rindu dengan alatnya, serta mengecheck fungsi alat pernafasan yang dipakai Rindu.
"Pak, keadaan Rindu akhir-akhir ini semakin membaik, mungkin beberapa hari kedepan dia sudah bisa membuka matanya dan juga melepas alat bantu nafasnya jika saya lihat dari hasil labotariumnya." ucap dokter kepada gua menjelaskannya.
"Benaran dok?" gua berjalan kearah Rindu dan menatapnya, kelopak mata rindu berkedut pelan dan terbuka perlahan sambil memanggil gua.
"Mas..." ucapnya pelan
"iya dek" gua mengelus kepala rindu melihat matanya terbuka sedikit. "Dok, lihat dok" gua menunjukan matanya Rindu terbuka.
Sontak saja semua serentak mengucapkan "Alhamdulillah"
Hari itu awal gua bahagia melihat Rindu sudah bisa membuka matanya, dia tersenyum beberapa kali meski wajahnya masih terlihat lemah. Waktu demi waktu, hari berganti minggu, tubuh Rindu semakin menunjukan pemulihannya. Gua menemaninya sepanjang waktu, hingga ia duduk serta bisa berdiri. Terkadang gua membopongnya untuk mengajarkan dia kembali berjalan, dan gua bisa melihat wajahnya kembali merona.
Saat itu dia ingin sekali melihat matahari terbenam, gua yang selalu ada disisinya membawanya keluar kamar dengan sebuah kursi roda, kita berdua berhenti disebuah taman melihat pemandangan matahari dengan sinar jingganya.
"Dek, tau ga kenapa matahari terbenam sinarnya jingga?"
"Kenapa emangnya mas?"
"Karena matahari ga mau meninggalkan kita dalam kegelapan, ia berusaha menerangi kita dengan sisa sinarnya sebelum menghilang, bahkan saat dia menghilangpun ia pantulkan cahayanya melalui bulan, lihat kan betapa setianya matahari kepada kita? Seperti mas yang akan selalu ada untuk adek, mulai saat ini mas akan ada disamping adek, dan mas ga akan kembali lagi kejakarta."
Matahari perlahan mulai hilang, gua tutup dengan sebuah pelukan manja dari belakang rindu. Kecupan manis yang gua sandarkan dalam keningnya, membuat dia tersenyum semakin manis.
Terima Kasih
"Hidup itu hanya cerita, ga percaya? Coba saja kamu ngobrol dengan teman, keluarga, atau lainnya. Kamu hanya bisa berceritakan?"
Diubah oleh o.best 08-07-2022 06:56


bukhorigan memberi reputasi
7
1.5K
Kutip
12
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan