Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengeklaim bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan menyerang Ukraina jika dia seorang perempuan yang percaya bahwa perang adalah contoh sempurna dari konsep maskulinitas beracun (toxic masculinity).
Hal ini disampaikan Johnson dalam sebuah wawancara dengan media Jerman setelah KTT G7 di Schloss Elmau. Ia mengatakan jenis kelamin presiden Rusia sebagai faktor penyumbang konflik.
"Jika Putin adalah seorang wanita, yang jelas bukan dia, jika dia, saya benar-benar tidak berpikir dia akan memulai perang invasi dan kekerasan yang gila dan macho seperti yang dia lakukan," kata Johnson kepada penyiar ZDF, sebagaimana dikutip The Guardian, Rabu (29/6/2022).

"Jika Anda menginginkan contoh sempurna dari maskulinitas beracun, itulah yang dia lakukan di Ukraina," tambahnya.
Pernyataan Johnson muncul setelah para pemimpin barat mengakhiri KTT G7 tiga hari di Jerman. Pertemuan ini berjanji meningkatkan biaya ekonomi dan politik bagi Putin dan rezimnya selama perang Rusia di Ukraina.
Dalam pertemuan G7, para pemimpin negara resmi akan melarang impor emas Rusia sebagai sanksi serangan Kremlin ke Ukraina. Menurut data terbaru dari World Gold Council, Rusia adalah produsen emas terbesar kedua di dunia. Negeri itu mendominasi sekitar 10% dari produksi dunia.
Reuters melaporkan bahwa kepemilikan emas Rusia, telah meningkat tiga kali lipat sejak aneksasi Krimea pada tahun 2014 dari Ukraina. Komoditas tersebut merupakan aset penting bagi bank sentral Rusia.

Sebelumnya, Barat telah memberi sejumlah sanksi lain seperti pembatasan impor minyak dan gas serta perdagangan dengan bank dan individu Rusia. AS, Kanada dan sekutu Eropa sepakat di Februari untuk menghapus bank-bank utama Rusia dari sistem pesan antar bank, SWIFT, yang secara efektif memutuskan negara itu dari sebagian besar sistem keuangan global. sumber