- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kreatifitas Dan Kebebasan Bukan Tanpa Batas


TS
albyabby91
Kreatifitas Dan Kebebasan Bukan Tanpa Batas
Kreatifitas dan Kebebasan Bukan Tanpa Batas

Era digital dan perkembangan teknologi membuat zaman juga ikut berubah. Bonus demografi bangsa Indonesia yang melahirkan eksistensi kaum milenial dan gen z yang signifikan membawa konsekuensi yang juga bak dua mata pisau yang tajam. Ada sisi bonafit di dalamnya tetapi di bagian lain ada juga sisi destruktif.
Anak muda yang cenderung kreatif dan bertumpu pada kecenderungan berinovasi yang sangat tinggi menyebabkan mereka terkadang lupa bahwa tidak semua hal yang dianggap kemajuan dan kebebasan adalah keniscayaan yang wajar tanpa harus mempertimbangkan unsur lain semisal norma, nilai dan etika kebudayaan yang sudah lebih dulu "radikal" di tengah kehidupan masyarakat. Bukankah semua hal yang berlebihan akan membawa dampak buruk, sekalipun itu adalah inovasi atau kreatifitas? Dari hal ini, kita mungkin perlu belajar tentang keseimbangan (Balancing On Life).
Beberapa kasus yang mengatasnamakan kebebasan, seni atau kreatifitas seringkali menjadi bumerang yang membawa dampak buruk, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa perilaku yang mereka anggap wajar itu adalah ketidakwajaran bahkan ketersinggungan terhadap orang lain. Hal itu karena tingkat sensitifitas tiap orang berbeda dan preferensi way of life nya juga beda. Ada yang nyaman hidup dalam kebebasan tanpa batas, tetapi sebagian orang justru memiliki kultur yang sebaliknya. Hidup bagi mereka di dalamnya juga adalah sebuah kewajiban menjaga keseimbangan dan mempertahankan keluhuran kultur, yang mana norma dan nilai adalah keharusan yang sudah membumi dan lestari.
Kasus penistaan agama yang dilakukan oleh oknum/manajemen Holywings yang saat ini sedang trending di media sosial mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan. Bahwa masyarakat kita, masyarakat Indonesia, adalah sebuah komunitas besar yang diasuh dengan norma dan budaya ketimuran yang kental, pun di dalamnya unsur agama dan religiusitas yang kental. Sebuah kreatifitas tanpa batas, dalam pengertian boleh melakukan apa saja tanpa barier, adalah "neraka" atau "jurang" yang malah bisa menjerumuskan generasi muda ini ke dalam isu sensitifitas bernuansa kulturan religius. Sedang di dalam falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara kita, Pancasila telah meletakkan kata "Ketuhanan", yang berarti nilai "Tuhan" harus hidup dalam nadi setiap warga bangsa apapun agamanya dan "Beradab" pada sila kedua yang mana adab dimaksud adalah nilai dan norma yang datang dari kebijaksanaan moral dan etika, yang dalam Islam dikenal dengan "akhlakul karimah", sebuah warisan adiluhung dari sang pencerah, Rasulullah Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam.
Generasi muda terlebih yang saat ini telah mendapatkan banyak previllage atas kemajuan teknologi harusnya lebih peka terhadap ketersinggungan dan isu-isu sensitif sehingga menjauhinya adalah pilihan yang sangat bijak. Masih banyak cara menunjukan sisi kreatifitas secara positif tanpa harus bersinggungan dengan budaya dan etika masyarakat. Tinggal bagaimana mereka memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap lingkungan sosiologisnya saja. Malah, jika agama dan kultur terus dieksploitasi sebagai materi yang mereka anggap adalah kreatifitas dan inovasi, bukankah sebaliknya itu adalah sebuah kedangkalan berpikir? Belajarlah pada para founding person yang telah lebih dulu berjibaku dalam diskursus akademis di zaman dulu. Mereka tetap bisa kreatif tanpa harus menyinggung isu-isu sensitif yang justru menjadi kontra produktif.

Era digital dan perkembangan teknologi membuat zaman juga ikut berubah. Bonus demografi bangsa Indonesia yang melahirkan eksistensi kaum milenial dan gen z yang signifikan membawa konsekuensi yang juga bak dua mata pisau yang tajam. Ada sisi bonafit di dalamnya tetapi di bagian lain ada juga sisi destruktif.
Anak muda yang cenderung kreatif dan bertumpu pada kecenderungan berinovasi yang sangat tinggi menyebabkan mereka terkadang lupa bahwa tidak semua hal yang dianggap kemajuan dan kebebasan adalah keniscayaan yang wajar tanpa harus mempertimbangkan unsur lain semisal norma, nilai dan etika kebudayaan yang sudah lebih dulu "radikal" di tengah kehidupan masyarakat. Bukankah semua hal yang berlebihan akan membawa dampak buruk, sekalipun itu adalah inovasi atau kreatifitas? Dari hal ini, kita mungkin perlu belajar tentang keseimbangan (Balancing On Life).
Beberapa kasus yang mengatasnamakan kebebasan, seni atau kreatifitas seringkali menjadi bumerang yang membawa dampak buruk, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa perilaku yang mereka anggap wajar itu adalah ketidakwajaran bahkan ketersinggungan terhadap orang lain. Hal itu karena tingkat sensitifitas tiap orang berbeda dan preferensi way of life nya juga beda. Ada yang nyaman hidup dalam kebebasan tanpa batas, tetapi sebagian orang justru memiliki kultur yang sebaliknya. Hidup bagi mereka di dalamnya juga adalah sebuah kewajiban menjaga keseimbangan dan mempertahankan keluhuran kultur, yang mana norma dan nilai adalah keharusan yang sudah membumi dan lestari.
Kasus penistaan agama yang dilakukan oleh oknum/manajemen Holywings yang saat ini sedang trending di media sosial mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan. Bahwa masyarakat kita, masyarakat Indonesia, adalah sebuah komunitas besar yang diasuh dengan norma dan budaya ketimuran yang kental, pun di dalamnya unsur agama dan religiusitas yang kental. Sebuah kreatifitas tanpa batas, dalam pengertian boleh melakukan apa saja tanpa barier, adalah "neraka" atau "jurang" yang malah bisa menjerumuskan generasi muda ini ke dalam isu sensitifitas bernuansa kulturan religius. Sedang di dalam falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara kita, Pancasila telah meletakkan kata "Ketuhanan", yang berarti nilai "Tuhan" harus hidup dalam nadi setiap warga bangsa apapun agamanya dan "Beradab" pada sila kedua yang mana adab dimaksud adalah nilai dan norma yang datang dari kebijaksanaan moral dan etika, yang dalam Islam dikenal dengan "akhlakul karimah", sebuah warisan adiluhung dari sang pencerah, Rasulullah Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam.
Generasi muda terlebih yang saat ini telah mendapatkan banyak previllage atas kemajuan teknologi harusnya lebih peka terhadap ketersinggungan dan isu-isu sensitif sehingga menjauhinya adalah pilihan yang sangat bijak. Masih banyak cara menunjukan sisi kreatifitas secara positif tanpa harus bersinggungan dengan budaya dan etika masyarakat. Tinggal bagaimana mereka memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap lingkungan sosiologisnya saja. Malah, jika agama dan kultur terus dieksploitasi sebagai materi yang mereka anggap adalah kreatifitas dan inovasi, bukankah sebaliknya itu adalah sebuah kedangkalan berpikir? Belajarlah pada para founding person yang telah lebih dulu berjibaku dalam diskursus akademis di zaman dulu. Mereka tetap bisa kreatif tanpa harus menyinggung isu-isu sensitif yang justru menjadi kontra produktif.





tumiskecap dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.2K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan