- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Andari, Bukan Karena Cintanya Tapi Karena Kenangannya


TS
o.best
Andari, Bukan Karena Cintanya Tapi Karena Kenangannya

PERHATIAN!
Kisah ini diambil dari kisah nyata, untuk nama disamarkan.
Kisah ini diambil dari kisah nyata, untuk nama disamarkan.
Quote:
Karawang, Tahun 2011
"Bukan karena cintanya tapi kenangannya"
Disebuah pabrik yang letaknya berada paling ujung di salah satu Kawasan Industri kota Karawang. Terdengar suara bel berbunyi, setelahnya tak terdengar lagi suara mesin-mesin pabrik beroperasi. Hari ini adalah sabtu malam, hari terakhir mesin-mesin beroperasi pada minggu ini.
Terdengar sorak suara para pekerja yang berlalu pergi meninggalkan area kerjanya. Ketika aku melangkahkan kaki menuju sebuah tempat penyimpanan barang, angin berhembus dengan kencangnya, malam itu terasa dingin dengan langit yang gelap gulita terpancar sinar bulat dari rembulan yang diikuti oleh gemerlap bintang menghiasi disekitarnya seakan dialah primadonanya.
Akupun mengemasi beberapa pakaian kerja yang sudah kotor oleh debu dan polusi, gaya berpakaian yang nyentrik membuat aku paling populer di pabrik ini. Bagaimana tidak nyentrik? Celana Baggy dengan atasan menggunakan jaket kulit yang sangat ketat serta rambut style EMO yang lagi populernya saat itu seakan menjadikan aku anak muda paling kece sekota karawang ditambah tinggi badanku 185cm dan kulit yang terbilang mulai memutih karena perawatan yang ku jalani saat ini terbilang sukses menjadikan diriku pria tampan yang digandrungi oleh kaum wanita.
"Kriing..kriing...kriing.."tiba-tiba sebuah telepon berbunyi.
Andari? Untuk apa dia meneleponku? tanyaku dalam hati memandangi sebuah nama yang tertera di panggilan teleponku.
"Halo" Sapaku mengawali perbincangan ini
"Mas, lagi apa?" tanyanya sebuah suara kecil yang sangat membuatku merasakan hal itu kembali
"Lagi keparkiran motor nih" aku melangkahkan kaki di sebuah lorong yang terhias oleh pohon merambat dengan batang yang menjuntai layaknya sebuah air terjun, daunnya pun kecil mengikuti setiap lekuk batangnya bagai sebuah hiasan manik-manik. Lorong ini terletak ketika aku menuju sebuah parkiran yang terbilang kecil dibandingkan luas tanah dan pabriknya, mungkin 1:20 hanya untuk sebuah parkiran kendaraan roda dua.
"Mas ga naik jemputan?"
"Ga, kenapa emang?"
"Mampir ke dormi ya mas, Adek tunggu ya" Andari mengakhiri telepon tanpa aku menjawab sepatah dua patah kata
Lah dimatiin? Belum juga ngejawab gerutuku ketika suaranya terputus secara tiba-tiba.
Andari adalah mantanku, terbilang cantik sih ga terlalu pipinya seperti berlubang kalau lagi tersenyum, perawakannya kurus dan kecil sangat berbanding jauh dengan aku yang tinggi, jika disandingkan tinggi dia tak jauh lebih tinggi dari bahuku. Cuma yang bikin aku tertarik adalah dia orangnya ceria, aku sempat berpikir emang cewek kalau kecil gini bawaannya pada ceria biar keliatan imut kali mungkin itu mengapa aku menyukai dia waktu itu. Andari sendiri sebenarnya dia perantau, dia asli daerah banyumas sana, aku pernah berkunjung kerumahnya bersama keluargaku pada saat lebaran tahun lalu.
Ah! gerutuku dalam hati ketika merasakan lelah dan peluh yang masih sedikit menetes keluar di sela-sela leher dan kupingku. Sudah jam 12 malam arah jarum jam bergeser dikit demi sedikit ketika ku pandangi jam yang bertengger dilengan kananku.
"Oi bes, ngopi dulu sini" sebuah suara terdengar dari depan sebuah bus jemputan ketika aku keluar dari gerbang mengendarai sepeda motor yang baru saja keluar dari UGD selama sebulan dibengkel. Bisalah sebatang dulu, sambil pamer modifan baru motorku ini pikirku dalam hati melaju kearah suara yang terdengar tadi.
Motorku ini motor batangan, dibilang motor laki tapi banyak yang bilang motor banci karena CC nya yang kecil, tapi its ok lah dengan tampilan sekarang yang udah aku modif jadi bentukan Cafe Racer semakin ganteng dan ga ada lagi yang ngebully bahwa ini motor banci ditambah suara knalpot yang ngeblewer, berasa jadi gangster jalanan diriku ketika mengendarai ini motor.
Selang waktu berlalu, ketika segelas kopi yang ku pesan tadi sudah menampakan ampas dari sisa air panas yang terseduh. Terdengar suara peluit berbunyi, seorang satpam mengarahkan bus untuk segera berangkat mengantarkan para pekerja kerumahnya masing-masing, akupun duduk sendiri ada beberapa karyawan juga yang sedang mengopi dan merokok tak jauh dari tempatku duduk mereka juga membawa kendaraan sendiri.
Memang betul sekali, biasanya para karyawan yang pulang membawa kendaraan roda dua di hari akhir kerja setiap minggunya, mereka masih mengobrol dan ngopi didepan pagar pabrik hanya sekedar bersalam dan bertukar cerita dengan karyawan lainnya yang menggunakan jemputan.
Hanya ada 1 waktu kesempatan berdua
Ketika senyummu menghangatkan rasa
Kau alirkan bahagia tanpa kata
Rasa sayang, rasa cinta yang kau torehkan pada pagi dan senja
Membuka dan menutup hari yang penuh warna
Bahagia aku dan kamu sempurna
Ketika kita saling bertatap muka
Disitulah rasa ini semakin bergelora
Aku selalu ingat senyum itu saat kau ada didepan mata
-------------
Dormi merupakan sebuah mess karyawan yang terletak disalah satu kawasan industri karawang. Tempatnya seperti rusun ada dua gedung disini, dan hanya diperuntukan secara khusus untuk karyawan di satu perusahaan saja. Jadi, yang menempati ini sudah pasti satu perusahaan dan hanya wanita saja yang berada disini. Jaraknyapun tidak jauh dari pabrikku kerja mungkin sekitar 5 menit menggunakan sepeda motor.
"Brooaammm... Broam, broam" seketika orang-orang memalingkan wajah ke arahku tatapannya sinis seperti bertanya-tanyasiapa sih berisik banget!!! Ketika mendengar suara kenalpot yang sangat ngeblewer memasuki sebuah kantin yang tersedia untuk para penghuni mess.
Tatapan mereka masih sangat tajam ketika aku melirik sekitar sambil memarkir motor tak jauh dari pos satpam, waduh berasa jadi pria paling tampan aku ketika membuka helm sambil mengibaskan rambut yang cukup panjang berponi ini. Ditambah kharismaku yang semakin meningkat ketika berada di sebuah keramaian para gadis yang terus menatap tanya ke arahku.
"FTV banget kaya gini, kaya film-film remaja anak sekolahan" bisikku dalam hati tersenyum sendiri sambil menaruh helm di spion kanan.
"Mas, sini" teriak Andari berdiri di sebuah tempat makan sambil mengayunkan tangannya.
"Mau makan apa mas?" Tanya andari sambil tersenyum bahagia
"Biasa aja" jawabku sambil melangkah ke sebuah tempat duduk dibawah pohon yang biasa aku tempati ketika menjemput Andari di sini.
"Sudah berapa bulan ga kesini ya" tanyaku dalam hati menyalakan sebatang rokok sambil melihat kesekitar, ada beberapa gadis yang terus melihatku. Wajar sih, biasanya yang pada kesini ngejemput pacarnya atau hanya sekedar ketemu dan makan bareng di sini, mungkin mereka bertanya-tanya dalam hati Cowoknya siapa sih? apalagi aku datang dengan motor yang baru saja dimodif, mungkin beberapa gadis disini hanya kenal dengan motornya dibandingkan wajah, itu yang pernah diceritakan Andari dulu.
"Ini mas, mie rebus kesukaan mas" Andari menaruh semangkok mie rebus di depan meja.
"Iya dek, adek masuk sore juga tadi?" Tanyaku langsung kepadanya sambil mengambil mangkok mie.
"Iya mas" kedua tangannya langsung memegang diantara dengkul dan pahaku.
"Mas, makasih loh udah mau kesini, adek udah nungguin lama banget mas bisa datang kesini, kalau ditanya mas selalu ada alasan entah beda shift, motornya rusak, atau lagi sibuk keluar kota. Tapi sekarang adek senang banget bisa ketemu mas. Adek kangen sama Mas" ucapnya sambil memandangiku yang sedang lahap makan mie, aku melihat wajahnya, matanya berbinar seperti ingin menangis tapi ditahan.
"Udah, mas udah disini" ibu jariku menyentuh diantara hidung dan mata ketika setetes air mulai turun dari kedua buah bola matanya.
"Pedas mas, iiiihh mas mah" teriaknya reflek memukul tanganku.
Eh busyet, baru sadar jariku ada saosnya bekas tadi ngaduk mie.
"Maaf dek, mas ga lihat" jawabku sambil mengambil tisu dan mengelap bagian mata Andari yang tadi kusapu air matanya dengan jariku.
"Aaaahh mas, pedas tau iiiiihhh." lirih tangisnya yang mencubitku berulang kali, satu tangannya memegang tissu dan masih mengelap matanya.
Malam ini membuatku kembali merasakan sesuatu hal yang telah hilang sejak lama, Andari kembali datang ke kehidupanku dengan wajah yang mulai mempesona. Tingkahnya malam ini, membuatku kembali mengenangnya.
Jujur aja, Andari itu bisa dibilang cinta pertamaku mungkin itu yang aku rasa. Meski aku mempunyai pacar sebelum dia, waktu SMA dulu tapi aku ga pernah sedekat ini dengan wanita, kalau dulu pacar SMA ketemu juga jarang terkadang ketemu ya udah ngobrol biasa terus pulang ga ada yang namanya Psychal Touch atau hal lainnya. Atau mungkin juga sebaliknya, Andari merasa aku juga cinta pertamanya. Itu yang aku rasakan pada kejadian waktu dikosan dulu sebelum dia pindah kesini beberapa bulan yang lalu, dan itu adalah kenangan yang membuat aku dan dia tidak bisa melupakan hal tersebut.
Suasana mulai hening, ketikaku habiskan sendok terakhir dari mie yang sudah dingin karena kejadian tadi, hanya terdengar lirih tangis kecil dari Andari.
"Sini matanya, mas tiup biar ga pedas lagi" tanganku meraih kepala Andari dan mendekatkan matanya ke bibirku.
"Muach.." Sebuah kecupan manis aku layangkan pada matanya. "Udah mas cium tuh, udah ga pedas kan?" Tanyaku menjauhkan kepalaku.
"Mas iih, ini tempat umum itu banyak yang lihatin" Mata Andari melotot, mulutnya menyeringai dan tangannya mencubit pahaku.
"Aww, sakit dek" tanganku mengelus bekas cubitan Andari dipahaku. "Tuh kan, matanya langsung melotot, udah ga pedas lagi berarti, haha" Tawaku meledek Andari.
Suara ramai kantin menemani obrolanku malam ini bersama Andari, entah sebuah perasaan seperti apa yang membuatku dan Andari seakan kami kembali ke masa pacaran dulu. Sepanjang malam, ditengah suara desiran dedaunan yang terhempas oleh angin yang melaju cukup kencang seakan alam memberikan waktu yang sangat indah untuk mengenang kembali masa-masa itu.
Sudah cukup lama aku disini, detak jarum jam terdengar cukup kencang mengarah ke angka jam 2 pagi.
"Yaudah kalau gitu mas pulang dulu ya" tanganku meraih jaket dan tas
"Adek ikut mas"
"Kamu emang libur besok?"
"Libur mas"
"Yaudah kalau gitu ikut aja, ini buat bayar mie" tanganku mengeluarkan selembar uang kertas berwarna biru.
"Ga usah mas, udah adek bayarin tadi"
Aku melangkahkan kaki meninggalkan kantin yang mulai terlihat sepi dari para penghuni mess, Andari mengikuti disebelah kananku sambil tersenyum dan memeluk tangan kananku.
"Loh, kamu ga pakai jaket dek?" tanyaku menengok melihat Andari.
"Ga mas" kepalanya menggeleng dan matanya mengarah melihatku.
"Dingin toh dek malam-malam gini"
"Kalau dingin kan bisa meluk mas" tangan kirinya melingkar kebelakang memeluk pinggangku.
Aku yang tak tega melihatnya kedinginan nanti jika dijalan pada akhirnya mengeluarkan sebuah jaket hoodie yang tersimpan di dalam tasku.
"Dek, pakai ini biar ga dingin" tangan kananku memberikan jaket ke Andari.
Andari terdiam tanpa suara, langkahnya terhenti ketika ia melebarkan dan membolak-balikan jaketnya.
"Kenapa dek?"
"Mas masih simpan jaket ini?"
"Ah, iya" Jawabku melihat Andari tersenyum bahagia sambil memeluk jaket yang ku berikan tadi. Setelahnya baru aku ingat, jaket tersebut adalah pemberian dari Andari saat aku ulang tahun waktu itu. Aku selalu simpan didalam tas dan selalu dibawa kemana-mana untuk jaket ganti jika terjadi hujan secara tiba-tiba.
"Motornya baru mas" celetuk dia sambil memakai jaket mengagetkan lamunanku ketika sedang menatapnya kaku.
"Bukan, motor yang dulu ini"
"Ko, beda?"
"Kalau sama, memang perasaan itu akan tetap sama?"
"Sama ko mas, sampai kapanpun adek ga akan pernah melupakan mas, mas yang pertama untuk adek, makanya hari ini adek ikut sama mas biar bisa berduaan" jawabnya dengan nada manja sambil tangannya memelukku dengan erat ketika duduk diatas motor.
Pikiranku mulai buyar seketika detak jantungku terdengar lebih jelas dari biasanya ketika Andari melingkarkan tangannya diperutku.
Jujur, sebenarnya aku kaget ketika mendengar jawaban dan tingkahnya malam ini. Apakah dia masih berharap dan menginginkanku kembali kepadanya? Atau dia tidak bisa lupa tentang kenangan yang telah aku rangkai dahulu kala ketika bersamanya?
Ahhhh! pikirku dalam hati membisu tanpa suara.
Malam kian sunyi hanya terdengar suara desis angin menerpa laju motor yang kukendarai beserta suara knalpot yang membisingkan sepanjang jalan. Andari semakin memeluk erat tubuhku, kepalanya bersandar teduh di bahu belakangku.
-------
Di antara gemerlap bintang beserta cahaya rembulan yang terus menerangi setiap langkah arah manusia yang tersisa. Memasuki jalan tuparev, kota karawang dimalam hari bagaikan sebuah kota mati tidak ada aktifitas lebih, hanya beberapa para tunawisma yang sedang tertidur didepan toko beralaskan kardus dengan bajunya yang kumuh.
Aku terus mengarahkan motor ini melaju entah tempat mana yang dituju.
"Dek, kesana ya"tanyaku menunjuk kearah sebuah gedung penginapan.
"Iya mas" jawabnya singkat, tangannya memeluk sangat erat perutku.
Kamipun memasuki sebuah parkiran yang terletak ditengah gedung, dan aku memarkirkan motor disana serta berjalan kearah resepsionis untuk memesan kamar.
Setelah itu, kami diarahkan oleh seorang pekerja penginapan untuk menemukan kamar yang kami pesan, dengan tip yang tak banyak kuberikan padanya sesampai dikamar.
Andari lalu memeluk erat tubuhku ketika pintu kututup dan kukunci.
"Kenapa dek?" tanyaku.
"Kangen" jawabnya singkat.
Aku hanya tersenyum, tanganku mengelus setiap helai rambutnya, ku arahkan Andari perlahan pada kasur teralaskan sprei berwarna putih.
"Duduk dulu mas, adek mau tanya sesuatu" ucapnya ketika ingin kurebahkan tubuh mungilnya diatas kasur.
Andari berdiri berjalan mengambil tasku yang ia simpan diatas meja, lalu ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dan menunjukannya padaku.
"Ini apa mas?" tanyanya menyodorkan kotak tersebut padaku.
"Itu, cincin dek" jawabku lemas seketika, Andari menemukan sebuah kotak cincin yang kusimpan ditas selama ini.
"Loh? Cincin buat siapa mas? Mas mau nikah?" tanyanya lagi, kini wajah Andari sedih, matanya mengeluarkan air, suaranya lirih dan tubuhnya lemas terlihat dia mulai merasakan hal yang tidak seharusnya ia rasakan.
"Jawab mas, ini tadi adek ga sengaja nemu ditas mas pas dijalan tadi" isak tangis suaranya terus menunjukan kotak tersebut.
Aku berdiri memeluk tubuhnya tak tega melihat dia menangis , namun Andari menghalangi dengan kedua tangannya.
"iiih, jawab dulu mas!" tanyanya sedikit teriak dan suara yang serak oleh isak tangisan.
Akupun baru sadar kenapa sepanjang jalan ia membisu tak ada sepatah kata yang terucap, mungkin inilah yang ingin ia tanyakan.
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya.
"Adek ingat dulu saat mas datang kerumah adek dikampung ditahun lalu? Mas pernah berjanji ingin membelikan adek sebuah cincin sebagai tanda sebuah ikatan yang adek harapkan." Langkah kakiku menjauh dari Andari mengarah kesebuah jendela yang tertutup oleh hordeng coklat yang cukup besar, aku berdiri membelakanginya.
"Dan adek juga ingat ga saat pertemuan terakhir kita? Saat itu mas melihat adek sedang makan bersama dengan seorang pria di cafe yang biasa kita jadikan tempat bersantai berdua menghabiskan kisah dan cerita."
Andari berlari menubrukan tubuhnya ke tubuhku, tangannya memeluk erat tubuhku.
"Maafin adek mas." Ucapnya menangis terisak.
"Saat itu mas baru saja dari sebuah toko perhiasan membeli cincin yang akan diberikan ke adek malam nanti. Tapi dalam perjalanan pulang, mas ga sengaja lihat adek sedang berdua di cafe itu, setelah menghampiri serta menegur adek saat itu, mas mulai menghilang tanpa kabar hingga akhirnya hari ini mas bisa ketemu sama adek lagi."
"Sebenarnya dia itu sepupuku mas, dia baru datang dari kampung untuk mencari kerja, cuma karena saat itu adek lagi marah sama mas jadi adek anggap itu cowo yang lagi dekatin adek ke mas, tapi setelah itu adek menyesal, adek kesepian, ga ada kabarpun dari mas, setiap hari adek menangis, menyendiri, seakan adek sudah tak pantas lagi hidup, bahkan beberapa kali adek menyuruh sepupu adek untuk mencari mas dan beberapa kali dia menunggu didepan pabrik mas untuk menjelaskannya, tapi dia ga pernah ketemu sama mas." ucapnya terisak-isak.
Aku berbalik menghadap Andari yang sedari tadi memeluk erat tubuhku dari belakang, kedua tanganku meraih kotak yang dipegang oleh Andari.
"Sini tangan adek, ini disimpan buat adek untuk menepati janji mas dulu." aku meraih tangan kirinya, memegang jari manisnya dan memasuki cincin tersebut perlahan. Andari menatapku, tangan kanannya menghapus setiap tetes air yang keluar dari dua buah bola matanya, wajahnya tersenyum dibalik berlinangnya air mata.
Kemudian dia memelukku sangat erat, aku menggendongnya berjalan perlahan mengarah kesebuah kasur putih yang lega menanti. Kurebahkan tubuhnya, ku elus rambutnya, ku hapuskan air matanya.
"Jangan lakukan hal bodoh lainnya ya dek, dulu adek meyakinkan mas yang akan menjadi sosok pria satu-satunya didalam hidup adek sebagai pengarah dan pemimpin." ucapku sambil menghapus sisa air mata yang keluar dari kedua bola matanya.
Andari hanya mengangguk, tangan kananku mengelus perlahan kepala belakangnya, kuberikan kecupan manis pada keningnya. Lalu, ku tarik selimut menutupi tubuh kami.
Malam itu, menjadikan sebuah jawaban yang lama ditunggu, sebuah cinta yang tertunda oleh sesuatu yang seharusnya tidak ada.
Ketika sebuah persoalan yang hanya emosi sesaat hingga memutuskan sebuah rasa, menimbulkan sejuta masalah yang ada. Percayalah, bukan karena cintanya tapi kenangannya. Cinta tidak akan hilang tapi kenangan yang memutuskan.
"Bukan karena cintanya tapi kenangannya"
Disebuah pabrik yang letaknya berada paling ujung di salah satu Kawasan Industri kota Karawang. Terdengar suara bel berbunyi, setelahnya tak terdengar lagi suara mesin-mesin pabrik beroperasi. Hari ini adalah sabtu malam, hari terakhir mesin-mesin beroperasi pada minggu ini.
Terdengar sorak suara para pekerja yang berlalu pergi meninggalkan area kerjanya. Ketika aku melangkahkan kaki menuju sebuah tempat penyimpanan barang, angin berhembus dengan kencangnya, malam itu terasa dingin dengan langit yang gelap gulita terpancar sinar bulat dari rembulan yang diikuti oleh gemerlap bintang menghiasi disekitarnya seakan dialah primadonanya.
Akupun mengemasi beberapa pakaian kerja yang sudah kotor oleh debu dan polusi, gaya berpakaian yang nyentrik membuat aku paling populer di pabrik ini. Bagaimana tidak nyentrik? Celana Baggy dengan atasan menggunakan jaket kulit yang sangat ketat serta rambut style EMO yang lagi populernya saat itu seakan menjadikan aku anak muda paling kece sekota karawang ditambah tinggi badanku 185cm dan kulit yang terbilang mulai memutih karena perawatan yang ku jalani saat ini terbilang sukses menjadikan diriku pria tampan yang digandrungi oleh kaum wanita.
"Kriing..kriing...kriing.."tiba-tiba sebuah telepon berbunyi.
Andari? Untuk apa dia meneleponku? tanyaku dalam hati memandangi sebuah nama yang tertera di panggilan teleponku.
"Halo" Sapaku mengawali perbincangan ini
"Mas, lagi apa?" tanyanya sebuah suara kecil yang sangat membuatku merasakan hal itu kembali
"Lagi keparkiran motor nih" aku melangkahkan kaki di sebuah lorong yang terhias oleh pohon merambat dengan batang yang menjuntai layaknya sebuah air terjun, daunnya pun kecil mengikuti setiap lekuk batangnya bagai sebuah hiasan manik-manik. Lorong ini terletak ketika aku menuju sebuah parkiran yang terbilang kecil dibandingkan luas tanah dan pabriknya, mungkin 1:20 hanya untuk sebuah parkiran kendaraan roda dua.
"Mas ga naik jemputan?"
"Ga, kenapa emang?"
"Mampir ke dormi ya mas, Adek tunggu ya" Andari mengakhiri telepon tanpa aku menjawab sepatah dua patah kata
Lah dimatiin? Belum juga ngejawab gerutuku ketika suaranya terputus secara tiba-tiba.
Andari adalah mantanku, terbilang cantik sih ga terlalu pipinya seperti berlubang kalau lagi tersenyum, perawakannya kurus dan kecil sangat berbanding jauh dengan aku yang tinggi, jika disandingkan tinggi dia tak jauh lebih tinggi dari bahuku. Cuma yang bikin aku tertarik adalah dia orangnya ceria, aku sempat berpikir emang cewek kalau kecil gini bawaannya pada ceria biar keliatan imut kali mungkin itu mengapa aku menyukai dia waktu itu. Andari sendiri sebenarnya dia perantau, dia asli daerah banyumas sana, aku pernah berkunjung kerumahnya bersama keluargaku pada saat lebaran tahun lalu.
Ah! gerutuku dalam hati ketika merasakan lelah dan peluh yang masih sedikit menetes keluar di sela-sela leher dan kupingku. Sudah jam 12 malam arah jarum jam bergeser dikit demi sedikit ketika ku pandangi jam yang bertengger dilengan kananku.
"Oi bes, ngopi dulu sini" sebuah suara terdengar dari depan sebuah bus jemputan ketika aku keluar dari gerbang mengendarai sepeda motor yang baru saja keluar dari UGD selama sebulan dibengkel. Bisalah sebatang dulu, sambil pamer modifan baru motorku ini pikirku dalam hati melaju kearah suara yang terdengar tadi.
Motorku ini motor batangan, dibilang motor laki tapi banyak yang bilang motor banci karena CC nya yang kecil, tapi its ok lah dengan tampilan sekarang yang udah aku modif jadi bentukan Cafe Racer semakin ganteng dan ga ada lagi yang ngebully bahwa ini motor banci ditambah suara knalpot yang ngeblewer, berasa jadi gangster jalanan diriku ketika mengendarai ini motor.
Selang waktu berlalu, ketika segelas kopi yang ku pesan tadi sudah menampakan ampas dari sisa air panas yang terseduh. Terdengar suara peluit berbunyi, seorang satpam mengarahkan bus untuk segera berangkat mengantarkan para pekerja kerumahnya masing-masing, akupun duduk sendiri ada beberapa karyawan juga yang sedang mengopi dan merokok tak jauh dari tempatku duduk mereka juga membawa kendaraan sendiri.
Memang betul sekali, biasanya para karyawan yang pulang membawa kendaraan roda dua di hari akhir kerja setiap minggunya, mereka masih mengobrol dan ngopi didepan pagar pabrik hanya sekedar bersalam dan bertukar cerita dengan karyawan lainnya yang menggunakan jemputan.
Quote:
Hanya ada 1 waktu kesempatan berdua
Ketika senyummu menghangatkan rasa
Kau alirkan bahagia tanpa kata
Rasa sayang, rasa cinta yang kau torehkan pada pagi dan senja
Membuka dan menutup hari yang penuh warna
Bahagia aku dan kamu sempurna
Ketika kita saling bertatap muka
Disitulah rasa ini semakin bergelora
Aku selalu ingat senyum itu saat kau ada didepan mata
-------------
Dormi merupakan sebuah mess karyawan yang terletak disalah satu kawasan industri karawang. Tempatnya seperti rusun ada dua gedung disini, dan hanya diperuntukan secara khusus untuk karyawan di satu perusahaan saja. Jadi, yang menempati ini sudah pasti satu perusahaan dan hanya wanita saja yang berada disini. Jaraknyapun tidak jauh dari pabrikku kerja mungkin sekitar 5 menit menggunakan sepeda motor.
"Brooaammm... Broam, broam" seketika orang-orang memalingkan wajah ke arahku tatapannya sinis seperti bertanya-tanyasiapa sih berisik banget!!! Ketika mendengar suara kenalpot yang sangat ngeblewer memasuki sebuah kantin yang tersedia untuk para penghuni mess.
Tatapan mereka masih sangat tajam ketika aku melirik sekitar sambil memarkir motor tak jauh dari pos satpam, waduh berasa jadi pria paling tampan aku ketika membuka helm sambil mengibaskan rambut yang cukup panjang berponi ini. Ditambah kharismaku yang semakin meningkat ketika berada di sebuah keramaian para gadis yang terus menatap tanya ke arahku.
"FTV banget kaya gini, kaya film-film remaja anak sekolahan" bisikku dalam hati tersenyum sendiri sambil menaruh helm di spion kanan.
"Mas, sini" teriak Andari berdiri di sebuah tempat makan sambil mengayunkan tangannya.
"Mau makan apa mas?" Tanya andari sambil tersenyum bahagia
"Biasa aja" jawabku sambil melangkah ke sebuah tempat duduk dibawah pohon yang biasa aku tempati ketika menjemput Andari di sini.
"Sudah berapa bulan ga kesini ya" tanyaku dalam hati menyalakan sebatang rokok sambil melihat kesekitar, ada beberapa gadis yang terus melihatku. Wajar sih, biasanya yang pada kesini ngejemput pacarnya atau hanya sekedar ketemu dan makan bareng di sini, mungkin mereka bertanya-tanya dalam hati Cowoknya siapa sih? apalagi aku datang dengan motor yang baru saja dimodif, mungkin beberapa gadis disini hanya kenal dengan motornya dibandingkan wajah, itu yang pernah diceritakan Andari dulu.
"Ini mas, mie rebus kesukaan mas" Andari menaruh semangkok mie rebus di depan meja.
"Iya dek, adek masuk sore juga tadi?" Tanyaku langsung kepadanya sambil mengambil mangkok mie.
"Iya mas" kedua tangannya langsung memegang diantara dengkul dan pahaku.
"Mas, makasih loh udah mau kesini, adek udah nungguin lama banget mas bisa datang kesini, kalau ditanya mas selalu ada alasan entah beda shift, motornya rusak, atau lagi sibuk keluar kota. Tapi sekarang adek senang banget bisa ketemu mas. Adek kangen sama Mas" ucapnya sambil memandangiku yang sedang lahap makan mie, aku melihat wajahnya, matanya berbinar seperti ingin menangis tapi ditahan.
"Udah, mas udah disini" ibu jariku menyentuh diantara hidung dan mata ketika setetes air mulai turun dari kedua buah bola matanya.
"Pedas mas, iiiihh mas mah" teriaknya reflek memukul tanganku.
Eh busyet, baru sadar jariku ada saosnya bekas tadi ngaduk mie.
"Maaf dek, mas ga lihat" jawabku sambil mengambil tisu dan mengelap bagian mata Andari yang tadi kusapu air matanya dengan jariku.
"Aaaahh mas, pedas tau iiiiihhh." lirih tangisnya yang mencubitku berulang kali, satu tangannya memegang tissu dan masih mengelap matanya.
Malam ini membuatku kembali merasakan sesuatu hal yang telah hilang sejak lama, Andari kembali datang ke kehidupanku dengan wajah yang mulai mempesona. Tingkahnya malam ini, membuatku kembali mengenangnya.
Jujur aja, Andari itu bisa dibilang cinta pertamaku mungkin itu yang aku rasa. Meski aku mempunyai pacar sebelum dia, waktu SMA dulu tapi aku ga pernah sedekat ini dengan wanita, kalau dulu pacar SMA ketemu juga jarang terkadang ketemu ya udah ngobrol biasa terus pulang ga ada yang namanya Psychal Touch atau hal lainnya. Atau mungkin juga sebaliknya, Andari merasa aku juga cinta pertamanya. Itu yang aku rasakan pada kejadian waktu dikosan dulu sebelum dia pindah kesini beberapa bulan yang lalu, dan itu adalah kenangan yang membuat aku dan dia tidak bisa melupakan hal tersebut.
Suasana mulai hening, ketikaku habiskan sendok terakhir dari mie yang sudah dingin karena kejadian tadi, hanya terdengar lirih tangis kecil dari Andari.
"Sini matanya, mas tiup biar ga pedas lagi" tanganku meraih kepala Andari dan mendekatkan matanya ke bibirku.
"Muach.." Sebuah kecupan manis aku layangkan pada matanya. "Udah mas cium tuh, udah ga pedas kan?" Tanyaku menjauhkan kepalaku.
"Mas iih, ini tempat umum itu banyak yang lihatin" Mata Andari melotot, mulutnya menyeringai dan tangannya mencubit pahaku.
"Aww, sakit dek" tanganku mengelus bekas cubitan Andari dipahaku. "Tuh kan, matanya langsung melotot, udah ga pedas lagi berarti, haha" Tawaku meledek Andari.
Suara ramai kantin menemani obrolanku malam ini bersama Andari, entah sebuah perasaan seperti apa yang membuatku dan Andari seakan kami kembali ke masa pacaran dulu. Sepanjang malam, ditengah suara desiran dedaunan yang terhempas oleh angin yang melaju cukup kencang seakan alam memberikan waktu yang sangat indah untuk mengenang kembali masa-masa itu.
Sudah cukup lama aku disini, detak jarum jam terdengar cukup kencang mengarah ke angka jam 2 pagi.
"Yaudah kalau gitu mas pulang dulu ya" tanganku meraih jaket dan tas
"Adek ikut mas"
"Kamu emang libur besok?"
"Libur mas"
"Yaudah kalau gitu ikut aja, ini buat bayar mie" tanganku mengeluarkan selembar uang kertas berwarna biru.
"Ga usah mas, udah adek bayarin tadi"
Aku melangkahkan kaki meninggalkan kantin yang mulai terlihat sepi dari para penghuni mess, Andari mengikuti disebelah kananku sambil tersenyum dan memeluk tangan kananku.
"Loh, kamu ga pakai jaket dek?" tanyaku menengok melihat Andari.
"Ga mas" kepalanya menggeleng dan matanya mengarah melihatku.
"Dingin toh dek malam-malam gini"
"Kalau dingin kan bisa meluk mas" tangan kirinya melingkar kebelakang memeluk pinggangku.
Aku yang tak tega melihatnya kedinginan nanti jika dijalan pada akhirnya mengeluarkan sebuah jaket hoodie yang tersimpan di dalam tasku.
"Dek, pakai ini biar ga dingin" tangan kananku memberikan jaket ke Andari.
Andari terdiam tanpa suara, langkahnya terhenti ketika ia melebarkan dan membolak-balikan jaketnya.
"Kenapa dek?"
"Mas masih simpan jaket ini?"
"Ah, iya" Jawabku melihat Andari tersenyum bahagia sambil memeluk jaket yang ku berikan tadi. Setelahnya baru aku ingat, jaket tersebut adalah pemberian dari Andari saat aku ulang tahun waktu itu. Aku selalu simpan didalam tas dan selalu dibawa kemana-mana untuk jaket ganti jika terjadi hujan secara tiba-tiba.
"Motornya baru mas" celetuk dia sambil memakai jaket mengagetkan lamunanku ketika sedang menatapnya kaku.
"Bukan, motor yang dulu ini"
"Ko, beda?"
"Kalau sama, memang perasaan itu akan tetap sama?"
"Sama ko mas, sampai kapanpun adek ga akan pernah melupakan mas, mas yang pertama untuk adek, makanya hari ini adek ikut sama mas biar bisa berduaan" jawabnya dengan nada manja sambil tangannya memelukku dengan erat ketika duduk diatas motor.
Pikiranku mulai buyar seketika detak jantungku terdengar lebih jelas dari biasanya ketika Andari melingkarkan tangannya diperutku.
Jujur, sebenarnya aku kaget ketika mendengar jawaban dan tingkahnya malam ini. Apakah dia masih berharap dan menginginkanku kembali kepadanya? Atau dia tidak bisa lupa tentang kenangan yang telah aku rangkai dahulu kala ketika bersamanya?
Ahhhh! pikirku dalam hati membisu tanpa suara.
Malam kian sunyi hanya terdengar suara desis angin menerpa laju motor yang kukendarai beserta suara knalpot yang membisingkan sepanjang jalan. Andari semakin memeluk erat tubuhku, kepalanya bersandar teduh di bahu belakangku.
Quote:
Ini perihal masa yang memaksa kita untuk saling melupa, tenggelam dalam lautan kenangan yang terbentuk setelah kau hilang. Mencoba berdiri tegak diatas tumpukan luka yang menggunung begitu tinggi.
Menyalahkan semesta akan semua rasa yang berujung tangisan air mata. Meneriakan takdir karena mempertemukan ku denganmu tetapi tidak berniat mempersatukan.
Harusnya aku paham bahwa kamu adalah tempat singgah ku untuk sementara, bukan rumah untukku menetap. Seandainya logika ku dan terutama hatiku bisa menerima fakta itu tapi lagi dan lagi hati ini terus menginginkan mu untuk tetap berada di dekap ku.
Aku mencoba membenci mu, melupakan mu bahkan mengasingkan namamu dari hatiku. Namun, semua niatan itu hilang dalam sekejap
Katamu,
"Aku Rindu"
Menyalahkan semesta akan semua rasa yang berujung tangisan air mata. Meneriakan takdir karena mempertemukan ku denganmu tetapi tidak berniat mempersatukan.
Harusnya aku paham bahwa kamu adalah tempat singgah ku untuk sementara, bukan rumah untukku menetap. Seandainya logika ku dan terutama hatiku bisa menerima fakta itu tapi lagi dan lagi hati ini terus menginginkan mu untuk tetap berada di dekap ku.
Aku mencoba membenci mu, melupakan mu bahkan mengasingkan namamu dari hatiku. Namun, semua niatan itu hilang dalam sekejap
Katamu,
"Aku Rindu"
-------
Di antara gemerlap bintang beserta cahaya rembulan yang terus menerangi setiap langkah arah manusia yang tersisa. Memasuki jalan tuparev, kota karawang dimalam hari bagaikan sebuah kota mati tidak ada aktifitas lebih, hanya beberapa para tunawisma yang sedang tertidur didepan toko beralaskan kardus dengan bajunya yang kumuh.
Aku terus mengarahkan motor ini melaju entah tempat mana yang dituju.
"Dek, kesana ya"tanyaku menunjuk kearah sebuah gedung penginapan.
"Iya mas" jawabnya singkat, tangannya memeluk sangat erat perutku.
Kamipun memasuki sebuah parkiran yang terletak ditengah gedung, dan aku memarkirkan motor disana serta berjalan kearah resepsionis untuk memesan kamar.
Setelah itu, kami diarahkan oleh seorang pekerja penginapan untuk menemukan kamar yang kami pesan, dengan tip yang tak banyak kuberikan padanya sesampai dikamar.
Andari lalu memeluk erat tubuhku ketika pintu kututup dan kukunci.
"Kenapa dek?" tanyaku.
"Kangen" jawabnya singkat.
Aku hanya tersenyum, tanganku mengelus setiap helai rambutnya, ku arahkan Andari perlahan pada kasur teralaskan sprei berwarna putih.
"Duduk dulu mas, adek mau tanya sesuatu" ucapnya ketika ingin kurebahkan tubuh mungilnya diatas kasur.
Andari berdiri berjalan mengambil tasku yang ia simpan diatas meja, lalu ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dan menunjukannya padaku.
"Ini apa mas?" tanyanya menyodorkan kotak tersebut padaku.
"Itu, cincin dek" jawabku lemas seketika, Andari menemukan sebuah kotak cincin yang kusimpan ditas selama ini.
"Loh? Cincin buat siapa mas? Mas mau nikah?" tanyanya lagi, kini wajah Andari sedih, matanya mengeluarkan air, suaranya lirih dan tubuhnya lemas terlihat dia mulai merasakan hal yang tidak seharusnya ia rasakan.
"Jawab mas, ini tadi adek ga sengaja nemu ditas mas pas dijalan tadi" isak tangis suaranya terus menunjukan kotak tersebut.
Aku berdiri memeluk tubuhnya tak tega melihat dia menangis , namun Andari menghalangi dengan kedua tangannya.
"iiih, jawab dulu mas!" tanyanya sedikit teriak dan suara yang serak oleh isak tangisan.
Akupun baru sadar kenapa sepanjang jalan ia membisu tak ada sepatah kata yang terucap, mungkin inilah yang ingin ia tanyakan.
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya.
"Adek ingat dulu saat mas datang kerumah adek dikampung ditahun lalu? Mas pernah berjanji ingin membelikan adek sebuah cincin sebagai tanda sebuah ikatan yang adek harapkan." Langkah kakiku menjauh dari Andari mengarah kesebuah jendela yang tertutup oleh hordeng coklat yang cukup besar, aku berdiri membelakanginya.
"Dan adek juga ingat ga saat pertemuan terakhir kita? Saat itu mas melihat adek sedang makan bersama dengan seorang pria di cafe yang biasa kita jadikan tempat bersantai berdua menghabiskan kisah dan cerita."
Andari berlari menubrukan tubuhnya ke tubuhku, tangannya memeluk erat tubuhku.
"Maafin adek mas." Ucapnya menangis terisak.
"Saat itu mas baru saja dari sebuah toko perhiasan membeli cincin yang akan diberikan ke adek malam nanti. Tapi dalam perjalanan pulang, mas ga sengaja lihat adek sedang berdua di cafe itu, setelah menghampiri serta menegur adek saat itu, mas mulai menghilang tanpa kabar hingga akhirnya hari ini mas bisa ketemu sama adek lagi."
"Sebenarnya dia itu sepupuku mas, dia baru datang dari kampung untuk mencari kerja, cuma karena saat itu adek lagi marah sama mas jadi adek anggap itu cowo yang lagi dekatin adek ke mas, tapi setelah itu adek menyesal, adek kesepian, ga ada kabarpun dari mas, setiap hari adek menangis, menyendiri, seakan adek sudah tak pantas lagi hidup, bahkan beberapa kali adek menyuruh sepupu adek untuk mencari mas dan beberapa kali dia menunggu didepan pabrik mas untuk menjelaskannya, tapi dia ga pernah ketemu sama mas." ucapnya terisak-isak.
Aku berbalik menghadap Andari yang sedari tadi memeluk erat tubuhku dari belakang, kedua tanganku meraih kotak yang dipegang oleh Andari.
"Sini tangan adek, ini disimpan buat adek untuk menepati janji mas dulu." aku meraih tangan kirinya, memegang jari manisnya dan memasuki cincin tersebut perlahan. Andari menatapku, tangan kanannya menghapus setiap tetes air yang keluar dari dua buah bola matanya, wajahnya tersenyum dibalik berlinangnya air mata.
Kemudian dia memelukku sangat erat, aku menggendongnya berjalan perlahan mengarah kesebuah kasur putih yang lega menanti. Kurebahkan tubuhnya, ku elus rambutnya, ku hapuskan air matanya.
"Jangan lakukan hal bodoh lainnya ya dek, dulu adek meyakinkan mas yang akan menjadi sosok pria satu-satunya didalam hidup adek sebagai pengarah dan pemimpin." ucapku sambil menghapus sisa air mata yang keluar dari kedua bola matanya.
Andari hanya mengangguk, tangan kananku mengelus perlahan kepala belakangnya, kuberikan kecupan manis pada keningnya. Lalu, ku tarik selimut menutupi tubuh kami.
Malam itu, menjadikan sebuah jawaban yang lama ditunggu, sebuah cinta yang tertunda oleh sesuatu yang seharusnya tidak ada.
Ketika sebuah persoalan yang hanya emosi sesaat hingga memutuskan sebuah rasa, menimbulkan sejuta masalah yang ada. Percayalah, bukan karena cintanya tapi kenangannya. Cinta tidak akan hilang tapi kenangan yang memutuskan.
Terima Kasih
Selamat membaca
jangan lupa
Bintang limanya

Share

And comment.
Diubah oleh o.best 26-06-2022 07:37


bukhorigan memberi reputasi
22
3.3K
Kutip
120
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan