Kaskus

News

nuradhilAvatar border
TS
nuradhil
Analisis Implementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Daerah
Latar Belakang

Hakekat dalam penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan Otonomi daerah yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004, bermuara pada pengakuan adanya Daerah Otonom dan sekaligus penyerahan wewenang, hak, kewajiban untuk mengelola urusan pemerintahan di bidang tertentu oleh dan dari Pemerintah kepada Daerah.


Otonomi luas bermakna bahwa daerah diberi keleluasaan untuk menentukan yang akan diurusi dan diprioritaskan, juga urusan yang belum dapat dilayani untuk kemudian diserahkan kembali ke pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah tergantung dari kebutuhan, kondisi, dan potensi yang ada di daerah, dan disinilah tersirat dalam konsep otonomi nyata, sehingga dengan demikian isi otonomi daerah dari daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda satu sama lain.


Satu hal yang esensial dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ialah pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah. Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah memasuki horison baru dalam tata pemerintahan daerah di Indonesia. Hal itu menyangkut kewenangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang sepintas lalu lebih luas dibanding dengan kewenangan Pemerintah (Pusat).

 
Implementasi Kebijakan

Van Meter dan Van Horn (1978), merumuskan proses implementasi sebagai tindakan yang dilakukan individu atau pejabat maupun swasta yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan. Tindakan-tindakan tersebut adalah berupa upaya-upaya untuk mengadministrasikan dan menimbulkan dampak nyata pada  masyarakat. Fokus implementasi kebijakan adalah memahami apa yang terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku.


Pengertian implementasi adalah sebagaimana diungkapkan oleh Jones (1980), dimana implementasi diartikan sebagai “getting a job done” dan “doing a”. Tetapi di balik kesederhanaan rumusan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan mudah.


Hjern dan Porter (1981) mengatakan bahwa implementasi dikonseptualisasikan sebagai unit yang tujuan tindakannya secara khusus diarahkan untuk mengimplementasikan suatu program; Implementation as outcome. Fudge dan Barrett (1979) menyatakan bahwa teori implementasi beranjak dari sebagian konsep implementasi yang menyatakan bahwa implementasi bukanlah “putting policy into effect” yang menekankan pada pengabaian atas interaksi antara perumus dan pelaksana kebijakan.


Perspektif implementasi biasanya dimiliki oleh para praktisi bukan oleh sembarang aktor yang berpartisipasi dalam proses implementasi. Beberapa studi implementasi menunjukkan bahwa aktor-aktor dapat melaksanakan kebijakan dengan keyakinan bahwa tindakan mereka adalah sesuai dengan tujuan pengimplementasian walaupun terkadang mereka keliru atau melakukan kesalahan. Untuk menyatakan bahwa perspektif implementasi berhasil, diperlukan perspektif implementasi yang berbeda, dan itu adalah teoritisi; Implementation as backward mapping.



Sumber: Analisis Implementasi Kebijakan 
0
140
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan