- Beranda
- Komunitas
- News
- Militer dan Kepolisian
Selayang Pandang Rudal Hipersonik yang Akan Dipasang Pada Kapal Perusak Zumwalt Class


TS
si.matamalaikat
Selayang Pandang Rudal Hipersonik yang Akan Dipasang Pada Kapal Perusak Zumwalt Class
Quote:
Semasa Perang Dingin hingga usainya perang tersebut, Paman Sam selalu berada di depan soal pengembangan persenjataan militer. Meski sering mendominasi rivalnya dari Timur, akan tetapi seusainya Perang Dingin; ada satu senjata yang belum berhasil dikembangkan dengan baik oleh Amerika. Senjata itu adalah rudal hipersonik, baik rudal hipersonik yang diluncurkan dari pesawat atau dari kapal perang permukaan.
Khusus untuk segmen rudal hipersonik yang diluncurkan dari platform kapal permukaan, bisa dibilang Amerika memang sedikit tertinggal dari Rusia dan China. Rusia sudah sukses dengan uji coba rudal hipersonik Tsirkon yang sukses diluncurkan dari kapal frigat Admiral Gorshkov dan sudah mulai masuk produksi massal tahun ini. Sementara China sudah memiliki rudal YJ-21 yang ditempatkan di atas kapal perusak Type 055 Renhai Class, meski belum diproduksi massal; akan tetapi China sudah berhasil melakukan uji coba penembakan pada bulan April tahun ini. "Lalu bagaimama dengan Amerika ?"
Sejauh ini US Navy memang belum melakukan uji coba penembakan rudal hipersonik secara langsung dari kapalnya, akan tetapi Paman Sam sudah memiliki program rudal hipersonik bernama "Conventional Prompt Strike (CPS)."Conventional Prompt Strike (CPS) adalah sistem senjata hipersonik strategis non-nuklir. Jarak jangkaunnya yang jauh, kecepatan di atas Mach 5+, dan kelincahan tinggi akan menawarkan kemampuan baru bagi para perencana AS. Rudal ini akan mampu membuat serangan presisi pada target sensitif dengan sedikit kemungkinan tindakan pencegahan (interception) dari pihak lawan.
Pada 28 Oktober 2021 US Navy bersama US Army melakukan uji coba statis terhadap rudal CPS di Promontory, Utah. Rudal itu akan memanfaatkan hulu ledak Common Hypersonic Glide Body. Hulu ledak yang juga akan dibawa oleh rudal yang akan dibawa oleh kapal selam Angkatan Laut AS. Berbeda dengan rudal hipersonik China dan Rusia, varian CPS kelak akan dibuat versi berbasis darat untuk kebutuhan Angkatan Darat AS.
Entah berapa rudal CPS yang akan dibawa oleh Kelas Zumwalt kelak. Dan apakah dudukan meriam 155 mm yang ada akan dipertahankan atau tidak masih belum bisa dipastikan. Indikasinya adalah bahwa 2 CPS dapat dibawa tanpa mempengaruhi dudukan senjata tersebut, atau 6-8 rudal jika kedua dudukan senjata dilepas. Sementara visualisasi yang ditampilkan Lockheed Martin menunjukkan ada 4 Rudal yang bisa dibawa dan salah satu dari dua dudukan senjata tetap dipertahankan.
Ada kesamaan antara rencana AS di masa kini dam di masa lalu, semasa Perang Dingin Paman Sam berencana untuk melengkapi kapal perangnya dengan rudal balistik berukuran besar. Pada 1950-an US Navy berencana untuk melengkapi kapal permukaan dengan rudal balistik antar benua yang baru. Kapal penjelajah bertenaga nuklir yang terkenal, USS Long Beach, dirancang dengan pemikiran ini. Akan tetapi hal itu belum sempat terwujud. Tetapi orang Italia justru melangkah lebih jauh dengan memasang tabung peluncur rudal balistik di salah satu kapal penjelajah mereka.
Pada tahun 1957-1961 kapal penjelajah Angkatan Laut Italia Giuseppe Garibaldi dipasangi dengan empat tabung peluncur rudal UGM-27 Polaris, tabung peluncur rudal dipasang untuk menggantikan menara meriam di bagian belakang. Rudal Polaris ini aslinya merupakan rudal balistik yang akan diluncurkan dari kapal selam (biasa disebut SLBM) dan dibuat oleh AS. Selama fase pengembangan Polaris, Italia berkesempatan ikut menguji rudal tersebut atas perintah Presiden John F. Kennedy.
Tetapi perubahan arah politik akibat Krisis Rudal Kuba membuat Italia gagal mewujudkan peluncuran rudal tersebut, karena Amerika tidak memberikan izin. Selain itu ketersedian stok rudal yang siap operasional jumlahnya cukup terbatas, ditambah peluncuran Polaris ternyata lebih efektif menggunakan kapal selam daripada kapal permukaan. Fakta tersebut membuat harapan Italia ambyar.
Sebenarnya pada dekade 1970-an Italia telah mengembangkan varian rudal balistik lokal bernama Alfa yang kelak akan diluncurkan dari kapal selam. Tetapi program itu dibatalkan pada tahun 1975 setelah Italia menandatangani kesepakatan pembatasan senjata nuklir yang dikenal sebagai "Nuclear Non-Proliferation Treaty."
Keberhasilan peluncuran rudal balistik kapal selam adalah salah satu paku di peti mati untuk kapal penjelajah rudal balistik era Perang Dingin. Dan platform kapal selam tetap menjadi fokus untuk meluncurkan rudal tersebut hingga sekarang, hal ini juga menjadi alasan mengapa kapal permukaan US Navy tidak dilengkapi rudal balistik/hipersonik.
Akan tetapi zaman telah berubah, sesuatu hal yang tidak mungkin di masa lalu kini justru menjadi hal yang mungkin. Dengan pengembangan dan tes rudal hipersonik yang berhasil dari kapal perang permukaan oleh China dan Rusia pada akhirnya membuat Paman Sam ikut melakukan hal yang sama. Tentu platform kapal yang dipilih bukan kapal destroyer Kelas Arleigh Burke, tetapi kapal futuristik Kelas Zumwalt.
Hanya dibuat 3 unit dengan menghabiskan milyaran dollar dan terus mendapat kritikan, kapal ini terus menjadi kelinci percobaan US Navy. Selain uji coba teknologi stealth, kapal juga akan dijejali rudal hipersonik. Jika selama ini Amerika hanya fokus pada Rusia, kini mereka mulai fokus pada China. Dan kemungkinan rudal CPS difokuskan guna menandingi China.
Tetapi sampai saat ini spesifikasi rudal Amerika dan China tetap sulit dipahami. Namun beberapa pengamatan dapat dilakukan. Menurut analis militer ternama Pakde H I Suttonrudal AS berukuran lebih besar, khususnya dalam hal diameter. Ini berarti lebih sedikit rudal yang dapat dibawa oleh kapal-kapal permukaan Amerika.
Masih menurut Pakde H I Sutton rudal YJ-21 China cocok dipasang pada VLS universal (sistem peluncuran vertikal) yang dibawa oleh Kelas Renhai. Diameter dan panjang VLS ini lebih besar daripada apa pun yang dapat dipasang ke VLS Mk.41 atau Mk.57 Amerika. Perbedaan yang signifikan adalah bahwa, YJ-21 kemungkinan dibuat sebagai senjata rudal balistik anti kapal (anti ship ballistic missile/ASBM) yang telah menjadi fokus militer China; sebagai tanggapan atas keunggulan kapal induk Angkatan Laut AS. Tetapi ada kemungkinan bahwa YJ-21 akan memiliki beberapa kemampuan serangan darat. Sementata Tsirkon milik Rusia yang diluncurkan dari 3 platform berbeda akan mampu menyerang target permukaan, bawah permukaan dan darat.
Referensdi Tulisan: H I Sutton
Sumber Foto: sudah tertera di atas
Khusus untuk segmen rudal hipersonik yang diluncurkan dari platform kapal permukaan, bisa dibilang Amerika memang sedikit tertinggal dari Rusia dan China. Rusia sudah sukses dengan uji coba rudal hipersonik Tsirkon yang sukses diluncurkan dari kapal frigat Admiral Gorshkov dan sudah mulai masuk produksi massal tahun ini. Sementara China sudah memiliki rudal YJ-21 yang ditempatkan di atas kapal perusak Type 055 Renhai Class, meski belum diproduksi massal; akan tetapi China sudah berhasil melakukan uji coba penembakan pada bulan April tahun ini. "Lalu bagaimama dengan Amerika ?"
Sejauh ini US Navy memang belum melakukan uji coba penembakan rudal hipersonik secara langsung dari kapalnya, akan tetapi Paman Sam sudah memiliki program rudal hipersonik bernama "Conventional Prompt Strike (CPS)."Conventional Prompt Strike (CPS) adalah sistem senjata hipersonik strategis non-nuklir. Jarak jangkaunnya yang jauh, kecepatan di atas Mach 5+, dan kelincahan tinggi akan menawarkan kemampuan baru bagi para perencana AS. Rudal ini akan mampu membuat serangan presisi pada target sensitif dengan sedikit kemungkinan tindakan pencegahan (interception) dari pihak lawan.
Quote:
Pada 28 Oktober 2021 US Navy bersama US Army melakukan uji coba statis terhadap rudal CPS di Promontory, Utah. Rudal itu akan memanfaatkan hulu ledak Common Hypersonic Glide Body. Hulu ledak yang juga akan dibawa oleh rudal yang akan dibawa oleh kapal selam Angkatan Laut AS. Berbeda dengan rudal hipersonik China dan Rusia, varian CPS kelak akan dibuat versi berbasis darat untuk kebutuhan Angkatan Darat AS.
Entah berapa rudal CPS yang akan dibawa oleh Kelas Zumwalt kelak. Dan apakah dudukan meriam 155 mm yang ada akan dipertahankan atau tidak masih belum bisa dipastikan. Indikasinya adalah bahwa 2 CPS dapat dibawa tanpa mempengaruhi dudukan senjata tersebut, atau 6-8 rudal jika kedua dudukan senjata dilepas. Sementara visualisasi yang ditampilkan Lockheed Martin menunjukkan ada 4 Rudal yang bisa dibawa dan salah satu dari dua dudukan senjata tetap dipertahankan.
Sejarah Menarik dari Masa Lalu
Ada kesamaan antara rencana AS di masa kini dam di masa lalu, semasa Perang Dingin Paman Sam berencana untuk melengkapi kapal perangnya dengan rudal balistik berukuran besar. Pada 1950-an US Navy berencana untuk melengkapi kapal permukaan dengan rudal balistik antar benua yang baru. Kapal penjelajah bertenaga nuklir yang terkenal, USS Long Beach, dirancang dengan pemikiran ini. Akan tetapi hal itu belum sempat terwujud. Tetapi orang Italia justru melangkah lebih jauh dengan memasang tabung peluncur rudal balistik di salah satu kapal penjelajah mereka.
Pada tahun 1957-1961 kapal penjelajah Angkatan Laut Italia Giuseppe Garibaldi dipasangi dengan empat tabung peluncur rudal UGM-27 Polaris, tabung peluncur rudal dipasang untuk menggantikan menara meriam di bagian belakang. Rudal Polaris ini aslinya merupakan rudal balistik yang akan diluncurkan dari kapal selam (biasa disebut SLBM) dan dibuat oleh AS. Selama fase pengembangan Polaris, Italia berkesempatan ikut menguji rudal tersebut atas perintah Presiden John F. Kennedy.
Tetapi perubahan arah politik akibat Krisis Rudal Kuba membuat Italia gagal mewujudkan peluncuran rudal tersebut, karena Amerika tidak memberikan izin. Selain itu ketersedian stok rudal yang siap operasional jumlahnya cukup terbatas, ditambah peluncuran Polaris ternyata lebih efektif menggunakan kapal selam daripada kapal permukaan. Fakta tersebut membuat harapan Italia ambyar.
Sebenarnya pada dekade 1970-an Italia telah mengembangkan varian rudal balistik lokal bernama Alfa yang kelak akan diluncurkan dari kapal selam. Tetapi program itu dibatalkan pada tahun 1975 setelah Italia menandatangani kesepakatan pembatasan senjata nuklir yang dikenal sebagai "Nuclear Non-Proliferation Treaty."
Quote:
Keberhasilan peluncuran rudal balistik kapal selam adalah salah satu paku di peti mati untuk kapal penjelajah rudal balistik era Perang Dingin. Dan platform kapal selam tetap menjadi fokus untuk meluncurkan rudal tersebut hingga sekarang, hal ini juga menjadi alasan mengapa kapal permukaan US Navy tidak dilengkapi rudal balistik/hipersonik.
Akan tetapi zaman telah berubah, sesuatu hal yang tidak mungkin di masa lalu kini justru menjadi hal yang mungkin. Dengan pengembangan dan tes rudal hipersonik yang berhasil dari kapal perang permukaan oleh China dan Rusia pada akhirnya membuat Paman Sam ikut melakukan hal yang sama. Tentu platform kapal yang dipilih bukan kapal destroyer Kelas Arleigh Burke, tetapi kapal futuristik Kelas Zumwalt.
Hanya dibuat 3 unit dengan menghabiskan milyaran dollar dan terus mendapat kritikan, kapal ini terus menjadi kelinci percobaan US Navy. Selain uji coba teknologi stealth, kapal juga akan dijejali rudal hipersonik. Jika selama ini Amerika hanya fokus pada Rusia, kini mereka mulai fokus pada China. Dan kemungkinan rudal CPS difokuskan guna menandingi China.
Tetapi sampai saat ini spesifikasi rudal Amerika dan China tetap sulit dipahami. Namun beberapa pengamatan dapat dilakukan. Menurut analis militer ternama Pakde H I Suttonrudal AS berukuran lebih besar, khususnya dalam hal diameter. Ini berarti lebih sedikit rudal yang dapat dibawa oleh kapal-kapal permukaan Amerika.
Masih menurut Pakde H I Sutton rudal YJ-21 China cocok dipasang pada VLS universal (sistem peluncuran vertikal) yang dibawa oleh Kelas Renhai. Diameter dan panjang VLS ini lebih besar daripada apa pun yang dapat dipasang ke VLS Mk.41 atau Mk.57 Amerika. Perbedaan yang signifikan adalah bahwa, YJ-21 kemungkinan dibuat sebagai senjata rudal balistik anti kapal (anti ship ballistic missile/ASBM) yang telah menjadi fokus militer China; sebagai tanggapan atas keunggulan kapal induk Angkatan Laut AS. Tetapi ada kemungkinan bahwa YJ-21 akan memiliki beberapa kemampuan serangan darat. Sementata Tsirkon milik Rusia yang diluncurkan dari 3 platform berbeda akan mampu menyerang target permukaan, bawah permukaan dan darat.
Quote:
Referensdi Tulisan: H I Sutton
Sumber Foto: sudah tertera di atas
Diubah oleh si.matamalaikat 16-06-2022 17:13






gepyan dan 8 lainnya memberi reputasi
9
3.2K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan