- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
PACAR : Hubungan Sepasang Kekasih Tanpa Pernikahan (Sebuah Opini)


TS
albyabby91
PACAR : Hubungan Sepasang Kekasih Tanpa Pernikahan (Sebuah Opini)
PACAR

Pagi ini membaca salah satu tulisan orang yang sangat terkenal. Sebuah penuturan yang bersifat analisa tentang berita yang menusantara tiga pekan ini. Terasa khas pemikiran dan logika yang disampaikan. Memang bukan tulisan religi.
Awalnya saya runut membaca karena ingin tahu seperti apa keadaan di sana. Tapi begitu mata saya menangkap, kata 'pacar' dan terasa kuat dukungan terhadap tindakan pacaran sebelum nikah.
Saya berhenti sejenak. Beberapa detik kemudian saya lanjut baca tidak sedetail tadi.
Entah berapa orang yang sensitif melihat kata 'pacar' ini, yang jelas banyak sekali yang meninggalkan jejak jempol like, love, atau pun emot lain, disertai komentar, juga share.
Secara logika memang tulisan itu bagus, kelihatan intektual penulis tidak main-main, soal dunia tak perlu diragukan.
Di antara ribuan orang nanti yang menyukai tulisan itu, masih adakah yang hatinya terusik oleh kata 'pacar?'
Orang Indonesia sudah pasti tahu apa arti kata pacar, berarti pasangan kekasih belum menikah. Belum halal.
Dulunya saya sangat sepemikiran dengan tokoh ini. Di masa saya masih menjunjung tinggi paham liberal, sekulerisme, juga feminisme.
Saya mengangap dunia sekarang ini jauh lebih modern. Saya berpatokan pada ajaran barat, tidak jauh dari tempat dan lingkungan saya sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Saya Islam sejak lahir.
Tapi bagaimana hukum Islam yang sebenarnya saya rabun.
Bagi saya pembeda Islam dengan yang lain adalah salat. Cukup.
Dulu ... sampai saya menikah.
Ketika ada yang mengungkap hukum syariat, tentang pacar, saya mengeryit, aneh sekali terdengar di telinga, mencubit hati untuk terlontar kata, "masa iya Islam segitu kolotnya?"
Saya termasuk pelaku pacaran.
Bagi saya, agama masih terjaga asal jangan sampai bablas.
Ternyata ... saya ini pendosa.
Saya pernah dengan jumawa mendekati jalan zina, jalan keji yang jelas dilarang Allah. Tapi yang diri ini tahu, saya muslimah baik, berjilbab, jaga kehormatan keluarga dengan tidak ada aib sampai akad nikah.
Sekadar itu saja.
Jadi soal pacar.
Lebih banyak muslim yang berpikiran sama seperti saya dulu.
Muslim yang sudah jadi kakek nenek.
Muslim yang sudah jadi ayah ibu.
Muslim yang dewasa.
Muslim yang remaja.
Bahkan muslim sejak anak-anak.
Adakah yang berpikir bahwa kita sudah terjebak dalam peradaban lingkaran zina yang membelit, sulit terputus?
"Ajaklah pacarnya ke sini, kenalin!"
"Cie yang udah gede, udah punya pacar."
"Alhamdulillah, pacar anak saya pintar, kerjaannya bagus, mapan."
"Alhamdulillah, putri saya dapat pacar dari keluarga kaya, berpendidikan, terhormat."
Bagaimana cara menyampaikan ilmu syariat tentang zina, khalwat, dan semua yang menjadi rantai penghubung lingkaran kekejian itu?
Islam tiga pilar.
Individu. Masyarakat. Negara.
Wahai pemilik-pemilik rahim peradaban.
Perempuan adalah tanduk peradaban. Bagaimana mulia dan hinanya peradaban tergantung adab, ilmu perempuan-perempuannya.
Berhentilah mengangap biasa pacar.
Saat jelas didakwahi, lantang berteriak, "yes itu haram!"
Tapi saat ada berita viral, seleb terkenal cantik menikah, bahkan foto prewedding, lupa teriakan itu? Lantas berbondong-bondong baper dan memuji setinggi langit.
Lupa mengucap doa, agak anak-anak selamat dari jebakan zina. Juga mendoakan si idola diberikan hidayah Islam yang benar, sehingga cahaya Islam itu bisa lebih banyak tersiarkan lewat mereka ketimbang hal unfaedah dan hanya sebatas dunia.
Berhentilah ikut-ikut tertawa melihat konten yang ber-ayang-ayangan.
Berhentilah menonton roman pacaran, membaca tulisan yang membuat perasaan melayang dalam imajinasi terlarang.
Untuk para penulis muslim, penyair semoga tidak menjadi golongan yang dimurkai Allah dengan menulis apa yang tidak ingin diri sendiri kerjakan. (Tujuh ayat terakhir dalam surah Asy Syu'ara)
Ikatlah ilmu dengan menulis, jadikan tambahan amalan baik di akhirat kelak. Semoga tulisan-tulisan itu menjadi penolong bukan yang merongrong kengerian kelak di hadapan Allah.
Tontonan itu fiksi.
Tulisan itu fiksi.
Tapi catatan amalan kita bukan fiksi.
Hisab bukan fiksi.
Akhirat bukan fiksi.
Sedangkan satu-satunya modal manusia menuju hisab adalah waktu.
Seberapa banyak waktu untuk lebih bersahabat dengan Al Quran, Hadis, mengamalkan ilmunya.
Ilmu Islam yang akan membuka jalan menuju Ilmu Allah.
Semoga Allah menjaga kita dan generasi keturunan kita dari jalan selain menuju kepada-Nya.
Mohon maaf untuk yang tidak berkenan. Terima kasih sudah membaca.
*===*

Pagi ini membaca salah satu tulisan orang yang sangat terkenal. Sebuah penuturan yang bersifat analisa tentang berita yang menusantara tiga pekan ini. Terasa khas pemikiran dan logika yang disampaikan. Memang bukan tulisan religi.
Awalnya saya runut membaca karena ingin tahu seperti apa keadaan di sana. Tapi begitu mata saya menangkap, kata 'pacar' dan terasa kuat dukungan terhadap tindakan pacaran sebelum nikah.
Saya berhenti sejenak. Beberapa detik kemudian saya lanjut baca tidak sedetail tadi.
Entah berapa orang yang sensitif melihat kata 'pacar' ini, yang jelas banyak sekali yang meninggalkan jejak jempol like, love, atau pun emot lain, disertai komentar, juga share.
Secara logika memang tulisan itu bagus, kelihatan intektual penulis tidak main-main, soal dunia tak perlu diragukan.
Di antara ribuan orang nanti yang menyukai tulisan itu, masih adakah yang hatinya terusik oleh kata 'pacar?'
Orang Indonesia sudah pasti tahu apa arti kata pacar, berarti pasangan kekasih belum menikah. Belum halal.
Dulunya saya sangat sepemikiran dengan tokoh ini. Di masa saya masih menjunjung tinggi paham liberal, sekulerisme, juga feminisme.
Saya mengangap dunia sekarang ini jauh lebih modern. Saya berpatokan pada ajaran barat, tidak jauh dari tempat dan lingkungan saya sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Saya Islam sejak lahir.
Tapi bagaimana hukum Islam yang sebenarnya saya rabun.
Bagi saya pembeda Islam dengan yang lain adalah salat. Cukup.
Dulu ... sampai saya menikah.
Ketika ada yang mengungkap hukum syariat, tentang pacar, saya mengeryit, aneh sekali terdengar di telinga, mencubit hati untuk terlontar kata, "masa iya Islam segitu kolotnya?"
Saya termasuk pelaku pacaran.
Bagi saya, agama masih terjaga asal jangan sampai bablas.
Ternyata ... saya ini pendosa.
Saya pernah dengan jumawa mendekati jalan zina, jalan keji yang jelas dilarang Allah. Tapi yang diri ini tahu, saya muslimah baik, berjilbab, jaga kehormatan keluarga dengan tidak ada aib sampai akad nikah.
Sekadar itu saja.
Jadi soal pacar.
Lebih banyak muslim yang berpikiran sama seperti saya dulu.
Muslim yang sudah jadi kakek nenek.
Muslim yang sudah jadi ayah ibu.
Muslim yang dewasa.
Muslim yang remaja.
Bahkan muslim sejak anak-anak.
Adakah yang berpikir bahwa kita sudah terjebak dalam peradaban lingkaran zina yang membelit, sulit terputus?
"Ajaklah pacarnya ke sini, kenalin!"
"Cie yang udah gede, udah punya pacar."
"Alhamdulillah, pacar anak saya pintar, kerjaannya bagus, mapan."
"Alhamdulillah, putri saya dapat pacar dari keluarga kaya, berpendidikan, terhormat."
Bagaimana cara menyampaikan ilmu syariat tentang zina, khalwat, dan semua yang menjadi rantai penghubung lingkaran kekejian itu?
Islam tiga pilar.
Individu. Masyarakat. Negara.
Wahai pemilik-pemilik rahim peradaban.
Perempuan adalah tanduk peradaban. Bagaimana mulia dan hinanya peradaban tergantung adab, ilmu perempuan-perempuannya.
Berhentilah mengangap biasa pacar.
Saat jelas didakwahi, lantang berteriak, "yes itu haram!"
Tapi saat ada berita viral, seleb terkenal cantik menikah, bahkan foto prewedding, lupa teriakan itu? Lantas berbondong-bondong baper dan memuji setinggi langit.
Lupa mengucap doa, agak anak-anak selamat dari jebakan zina. Juga mendoakan si idola diberikan hidayah Islam yang benar, sehingga cahaya Islam itu bisa lebih banyak tersiarkan lewat mereka ketimbang hal unfaedah dan hanya sebatas dunia.
Berhentilah ikut-ikut tertawa melihat konten yang ber-ayang-ayangan.
Berhentilah menonton roman pacaran, membaca tulisan yang membuat perasaan melayang dalam imajinasi terlarang.
Untuk para penulis muslim, penyair semoga tidak menjadi golongan yang dimurkai Allah dengan menulis apa yang tidak ingin diri sendiri kerjakan. (Tujuh ayat terakhir dalam surah Asy Syu'ara)
Ikatlah ilmu dengan menulis, jadikan tambahan amalan baik di akhirat kelak. Semoga tulisan-tulisan itu menjadi penolong bukan yang merongrong kengerian kelak di hadapan Allah.
Tontonan itu fiksi.
Tulisan itu fiksi.
Tapi catatan amalan kita bukan fiksi.
Hisab bukan fiksi.
Akhirat bukan fiksi.
Sedangkan satu-satunya modal manusia menuju hisab adalah waktu.
Seberapa banyak waktu untuk lebih bersahabat dengan Al Quran, Hadis, mengamalkan ilmunya.
Ilmu Islam yang akan membuka jalan menuju Ilmu Allah.
Semoga Allah menjaga kita dan generasi keturunan kita dari jalan selain menuju kepada-Nya.
Mohon maaf untuk yang tidak berkenan. Terima kasih sudah membaca.
*===*


spay21 memberi reputasi
2
394
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan