Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
CINTA YANG TANDUS (Ledakan kemarahan istri pertama)
CINTA YANG TANDUS

(Ledakan kemarahan istri pertama)

"Kenapa bukan kamu yang bikin kopi untuk Akang?" tanya Karta dengan raut wajah tak suka.

"Asih pikir Akang sudah bisa beradaptasi dengan kopi buatan siapa saja setelah memasukkan orang baru dalam keluarga kita." jawab Kinasih dingin.

Karta terhenyak, dia berdehem pelan demi menghilangkan suasana kaku yang muncul.

Tak ada senyum di wajah Sekar dan Gendis menyambut kepulangannya, sungguh berbeda dengan dahulu setiap dia pulang, anak-anaknya akan menyambut dengan hangat, memijitnya sambil rebutan bercerita tentang kegiatan mereka selama seharian. Sekarang semua berubah.

Pupus sudah bayangannya bisa bercengkrama dengan mereka.

"Kenapa dengan pelipis dan tanganmu Sekar?" tanya Karta dengan nada khawatir.

"Terjatuh dari sepeda." jawab Sekar dengan kaku.

"Tapi kondisinya baik-baik saja kan? Sudah dibawa ke rumah sakit?" Karta berbicara dengan suara lemah lembut penuh perhatian.

"Alhamdulillah semuanya baik." jawab putrinya dengan nada formal.

Mendengar jawaban seperti itu, Karta menghela napas panjang. Matanya melirik Gendis yang sejak tadi juga diam saja. Namun sebelum Karta membuka mulutnya untuk menyapa, Gendis terlebih dahulu memalingkan wajah dari tatapan sang ayah.

Karta mengusap wajahnya dengan kasar. Rasa rindu yang menggebu pada Sekar dan Gendis menguap seketika berubah menjadi kekosongan dalam relung hatinya.

"Ehmm.... Ayah bawa oleh-oleh untuk kalian. Tadi sudah di turunkan Mang Engkos. Tadi sudah disuruh untuk dibawa kesini." ucap Karta sumringah.

Lama dia tunggu, baik Kinasih, Sekar dan Gendis memasang wajah datar, tak merespon apa-apa. Bahkan sekedar ucapan terima kasih.

Deg.....

Saat itulah Karta tiba-tiba merasakan kegusaran.

Hatinya mendadak merasakan kehilangan.

***

"Ada yang ingin Asih bicarakan Kang." ucap Kinasih memulai percakapan di pagi hari seusai sarapan menghampiri Karta yang duduk santai di teras belakang yang menghadap ke kolam ikan.

Semalam Karta langsung tertidur pulas begitu masuk ke kamar mereka tanpa ada pembicaraan diantara keduanya.

Bila Karta di gelung bunga tidur maka sebaliknya dengan Kinasih. Perempuan itu tak mampu memejamkan matanya barang sekejap saja. Diam-diam dia beranjak dari kamar menuju ke mushola kecil yang terdapat di sebelah ruang keluarga demi menunaikan salat malam sampai tertidur di atas hamparan sajadah hingga azan subuh berkumandang.

Karta berdehem, wajahnya tampak setengah malas merespon ucapan Kinasih. Sejujurnya dia menikmati menu sarapan yang baru saja dia santap, rasa rindunya pada makanan favoritnya terobati seketika. Masakan Kinasih memang tak ada duanya di tambah segelas kopi panas, sungguh perpaduan yang sempurna.

"Apa yang mau kamu bicarakan?" sahut Karta sambil matanya fokus pada ponsel di tangan kirinya.

"Tolong simpan dulu hape Akang karena ini hal serius." ucap Kinasih tegas.

"Jangan sok mengaturku! Baru tiga bulan ditinggalkan berani ngelunjak ya kamu, Asih!" geram Karta memandang tajam istri pertamanya.

Kinasih membalas pandangan itu tak kalah dingin hingga Karta tercengang.

Karta segera memutus tatapannya beralih pada kolam yang dipenuhi ikan hias.

"Ini tentang minimarket yang kepemilikannya sudah berpindah pada saya. Berikut laporan yang saya terima beserta bukti CCTVnya. Tolong di lihat Kang." Kinasih meletakan dokumen beserta ponsel berisi rekaman video yang sudah dia pegang sejak tadi di atas meja kayu dihadapan Karta.

Karta berdecak kesal, tak langsung mengambil barang-barang itu, senyuman sinis dia lemparkan pada Kinasih yang sedari tadi memasang wajah datar, "Seharusnya kamu belajar dari dulu tentang bisnis Asih. Bukan mendadak seperti sekarang minta di ajari padaku. Itulah gunanya perempuan harus berpendidikan tinggi dan terpelajar tidak bodoh seperti kamu." cibir Karta dengan tatapan menghina.

Kinasih menghela napas, sudah cukup dia diremehkan oleh suaminya.

"Baiklah kalau begitu, biar Asih jelaskan saja secara terperinci. Ini laporan keuangan minimarket, tercatat minus hampir empat puluh juta rupiah. Lalu ini bukti CCTV yang berisi bukti bahwa Ratna, Topan dan perempuan itu pernah datang kesana mengambil barang tanpa berniat membayarnya." ucap Kinasih panjang lebar.

Karta mengerutkan dahinya seketika, apa yang disampaikan Kinasih diluar praduganya.

"Hal sepele seperti ini kau besar-besarkan. Lebay kamu Asih!" suara Karta meninggi.

"Penjarahan Akang bilang suatu hal yang sepele? Tolong cek kerugian atas perbuatan mereka, hampir empat puluh juta Kang!" ucap Kinasih dengan gemas.

"Kau mengganggu waktu istirahatku secara sengaja dengan membesar-besarkan hal kecil seperti ini. Berapa? Empat puluh juta? Sepuluh kali lipat aku ganti! Sekarang aku kirim uangnya ke rekeningmu!" ucap Karta seraya melemparkan dokumen di depan wajah Kinasih.

Sekuat tenaga Kinasih menahan diri, hatinya sudah mati rasa. Karta benar-benar sudah berubah. Dia tak boleh lemah.

"Ini bukan tentang uang Kang! Jangan segala macam diukur dengan materi. Saat akang kehilangan semua itu, hidup akang sudah tidak akan bernilai karena orientasi hidup hanya tentang uang!" ucapan Kinasih tepat sasaran.

Karta bungkam, buyar sudah konsentrasinya saat ini. Sejenak hatinya merasa tertampar atas perkataan Kinasih.

Benar

Apa yang dikatakan oleh istri pertamanya sangatlah benar.

Dari lubuk hati terdalam, Karta mengakui semua itu. Tapi egonya sebagai laki-laki yang sedang di atas daun menolak untuk mengiyakan apa yang Kinasih sampaikan.

"Oh iya.... Satu lagi Kang, tolong peringatkan istri barumu untuk tidak mengganggu kedua putriku dengan mengirimkan hal tidak senonoh dan ancaman. Bila perempuan itu masih berulah, maka saya yang akan maju memberinya pelajaran!" ancam Kinasih tanpa gentar.

Karta terperangah begitu Kinasih menyodorkan bukti berupa kiriman video dan foto kemesraan dirinya dengan Wulan serta kalimat ancaman yang ditujukan untuk kedua putrinya.

Otaknya mendadak pening, kenapa Wulan malah berulah menyerang keluarga terutama anak-anaknya. Tak cukupkah segala kemewahan, perhatian dan kasih sayang yang sudah diberikan padanya.

"Tidak mungkin, ini pasti salah!" elak Karta dengan suara tertahan.

"Ini tidak benar!" lanjutnya lagi.

"Apa?" ucap Kinasih tak menyangka.
Setelah dia sodorkan bukti-bukti konkret, Karta masih membela perempuan itu.

Amarah Kinasih kian menggelegak.

"Akang lebih percaya perempuan itu daripada saya? Tidak percaya putri kandung Akang? Benar-benar akang sudah dibutakan oleh cinta. Saya tidak menyangka." ucap Kinasih tersenyum pahit.

Sebenarnya hal ini sudah dia duga sebelumnya, suaminya pasti akan membela perempuan itu dibandingkan dirinya. Namun tak bisakah dia berharap bila suaminya berubah pendirian.

"Bisa saja itu bukan nomor Dek Wulan. Dia mengaku-ngaku untuk mengadu domba. Lebih cakaplah kau jadi perempuan Asih." ucap Karta beranjak dari teras menuju kedalam, tujuan ke kamar merebahkan diri di atas tempat tidur terlelap berharap bermimpi indah bersama Wulan.

"Tapi ini buktinya jelas Kang, apa pikir saya bodoh, bagaimana bisa orang luar mengambil foto atau merekam video di dalam kamar hotel seperti itu. Foto-foto ini pasti diambil oleh salah satu diantara kalian." kejar Asih pada Karta yang berjalan santai menuju kamar mereka.

"Alah sudah! Akang lelah mau tidur!" hardik Karta dengan kasar.

"Akang keterlaluan." lirih Asih menggigit bibir pedih.

Sudah cukup baginya berharap pada laki-laki itu.

***

"Asih, mau kemana kamu?" tanya Karta melihat istri pertamanya beranjak dari kamar.

"Salat," jawab Kinasih singkat.

"Aku tahu kamu sudah salat isya, sedangkan ini belum tengah malam untuk melaksanakan salat tahajud. Jangan bohong Asih!" ucap

Karta tak suka, wajahnya ditekuk dan masam.

"Asih akan menunggu waktu salat malam sekalian di mushala."

"Asih... Tidurlah disini jangan kemana-mana..." gumam Karta pelan namun terdengar jelas pada indera pendengaran Kinasih.

"Jangan bersikap seolah-olah baik-baik saja dan tidak pernah terjadi apa-apa." ucap Kinasih dengan tajam bak belati.

"Asih..... Akang capek dan lelah untuk berdebat.. Akang ingin beristirahat." keluh Karta dengan wajah lelah.

"Kalau Akang lelah sebaiknya beristirahat di rumah perempuan itu bukan pulang kemari." ucap Kinasih dengan nada lirih.

"Akang bisa bersenang-senang dengan perempuan itu, lalu saat capek dan lelah rumah ini yang jadi tujuan pulang." lanjutnya penuh amarah.

"Kamu...." ucap Karta mulai terpancing emosi.
Kepalanya seperti mau pecah, harapan untuk mendapatkan kedamaian ternyata hanya dalam angannya saja.

Rumah dan penghuninya terasa begitu dingin menusuk sanubarinya.

"Asih, Sekar, dan Gendis hanya manusia biasa yang memiliki perasaan. Cobalah bersikap adil, lihatlah luka kami yang kian menganga. Akang menghilang selama tiga bulan, membiarkan kami mengobati luka sendiri." Kinasih terisak pelan.

Lalu dia melanjutkan, "Akang datang begitu saja, seolah lupa sudah mematahkan hati kami. Sekarang Akang minta kami menerima dengan lapang dada.."

"Kamu terlalu berlebihan Asih. Akang tetap melaksanakan kewajiban mengirimkan uang bulanan secara rutin. Jangan berdrama Asih!" hardik Karta dengan dingin. Sejujurnya hatinya merasa tertusuk duri mendengar penuturan Kinasih.

"Kami bukan patung yang tak punya hati. Segalanya tidak bisa di ukur oleh uang, Akang harus paham itu. Toh apapun yang Asih utarakan pada akhirnya tidak akan berarti apa-apa." Kinasih bergerak membuka pintu kamar.

"Berhenti! Kita belum selesai bicara!" Hardik Karta emosi.

Karta beranjak bangun, tangannya mencengkram bahu Kinasih. Tanpa sadar istrinya meringis kesakitan.

"Lepaskan saya!" teriak Kinasih dengan kencang.

"Berani kamu membentak suamimu!" hardik Karta dengan kesal.

"Kenapa tidak! Sikap akang sudah keterlaluan!"
Emosi Karta semakin tak terkendali.

Plaakkkk

"Berdosa kamu Asih berani lancang pada suamimu!"

Kinasih menyentuh pipinya yang memerah. Rasa sakit menjalar hingga ke kepala. Telinganya berdenging nyeri.

"Tam par dan pu kul saya! Lampiaskan amarahmu Kang. Anggap saya sam sak tinju yang bisa dijadikan pelampiasan kemarahan."
Kinasih berteriak histeris.

Karta terhenyak, dia kelepasan hingga menampar Kinasih.

"Kenapa diam saja Kang?" Hanya segitu nyali Akang? Selama ini saya diam dan mengalah. Ingat Kang ini kali pertama dan terakhir Akang menampar pipi saya."

"Asih......." panggil Karta dengan nada lemah.

"Mari kita han cur bersama Kang." ucap Kinasih, suaranya terdengar menakutkan.

"Asih.... A-ku...."

"Suatu saat Akang akan menyesali ini semua. Kalau bukan karena wasiat Emak, Asih tak akan bertahan."

Kinasih bergegas bangkit, langkahnya dengan cepat meninggalkan kamar.

Buuummmmm.....

Pintu kamar di tutup kasar oleh Kinasih.

***

bukhoriganAvatar border
MFriza85Avatar border
spay21Avatar border
spay21 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan