- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Pacaran Dadakan.


TS
wijaya060401
Pacaran Dadakan.
Pacaran Dadakan.
Wijaya.
Episode II.
Sampai bel pulang pun berbunyi. Rudi melihat jam di atas dinding kelas dan waktu menunjukkan pukul 3 sore.
"Gua mau cepet-cepet pulang". Gumam Rudi dengan hati yang senang.
Saat berjalan keluar kelas langkah nya terhenti karena tangan Rian yang memegangi pundak Rudi.
"Lu mau kemana Rud ?". Tanya Rian.
"Gua mau pulang". Jawab Rudi.
Rian berjalan mendahului Rudi sambil berkata "sebelum lu pulang, lu harus ikut gua dulu".
"Kemana Ian ?". Tanya Rudi bingung.
"Udah gak usah banyak tanya, lu ikut gua aja. Awas lu kalau kabur". Ancam Rian.
Rudi yang takut waktu itu hanya nurut dan mengikuti kemana langkah Rian berjalan.
Sampai akhir nya mereka sampai di belakang sekolah.
"Ian, kita kenapa disini ?". Tanya Rudi yang semakin bingung.
Rian tidak menjawab pertanyaan Rudi dan malahan ia berteriak.
"Gua udah bawa Rudi nih. Lu bisa keluar sekarang". Teriak Rian.
"Lu kenapa teriak ? Terus siapa yang lu panggil ?". Bingung Rian, ia menoleh ke sekeliling memastikan orang yang akan datang.
Dari balik tumpukan meja dan kursi rusak terlihat sesosok perempuan yang membuat dada Rudi beredetak kencang.
"Widia..." . Batin Rudi.
"Ian maksud lu apa ? Kenapa ada Widia disini ?". Kesal Rudi karena ia tidak tau kalau niatan Rian mengajak nya untuk mempertemukan ia dengan Widia.
"Karena udah sampe sini. Silahkan di tembak Widia nya Rud". Ucap Rian terkekeh geli lalu pergi meninggalkan kami berdua.
Suasana canggung saat itu. Sifat ku yang pemalu dan tidak bisa memulai obrolan makin memperparah keadaan.
"Gua harus ngomong apa. Apa gua tembak aja, tapi gimana gua ngomong nya. Gua gak tau gimana ngomong nya". Batin Rudi yang merasa tersiksa.
"Ka-ka-kamu gak ada yang mau di omongin sama aku". Ucap Widia gugup.
Mendengar ucap Widia. Rudi tersadar dengan keributan di kepala nya, ia menghela nafas dan mulai berpikir tenang.
"Gua harus kasih tau apa yang gua rasakan sekarang". Batin Rudi dengan mantap.
"Gua gak tau harus ngomong apa. Gua juga gak tau harus lakuin apa. Gua tiba-tiba harus berada di situasi yang kayak gini tanpa rencana dan persiapan sedikit pun. Dan soal perasaan gua ke lu.-". Potong Rudi. Ia kembali mengatur nafas nya dan mulai berbicara secara perlahan. "Jujur gua gak ada rasa sama lu, karena kita gak deket juga di kelas. Dan gua gak tau kenapa lu suka sama gua". Jelas Rudi.
Widia hanya mematung. Terlihat dari bola mata nya yang sudah mulai berkaca, seperti akan ada air yang jatuh. Melihat itu membuat hati Rudi berdenyut sakit.
"Apa yang gua lakuin ini bener ? Apa gua gak salah nolak dia ? Apa gua gak nyesel nanti nya ? Tapi kayak nya dia baik dan bener an suka sama gua". Batin Rudi dan kembali menatap wajah Widia.
"Lu mau jadi pacar gua ?". Tembak Rudi dengan muka yang memerah.
"Ahh... gua berhasil nembak dia". Batin Rudi yang merasa lega.
"Ehh... maksud kamu, kamu tadi tembak aku ?". Kaget Widia dengan apa yang di katakan Rudi.
Rudi hanya menangguk pelan.
"Kenapa ? Kamu gak suka kan sama aku, jadi kenapa kamu tembak aku". Ragu Widia.
Rudi menggaruk kepala nya yang tidak gatal. "Lu bener, gua emang gak suka sama lu". Ucap Rudi yang membuat wajah Widia semakin terlihat ingin menangis.
"Tapi apa salah nya gua belajar suka sama lu, mungkin waktu pacaran nanti kita bisa lebih deket. Dan kita jadi bisa tau alasan masing-masing kenapa saling suka. Apa salah nya mulai dari 0. Iya kan ?". Sambung Rudi.
"Iya kamu bener Rudi". Ucap Widia dengan tersenyum lebar.
"Jadi gimana jawaban lu ?". Ucap Rudi yang masih menunggu jawaban.
Rudi melihat Widia yang menarik napas panjang, lalu menempelkan kedua tangan nya di dada. Seperti menguatkan sesuatu.
"Iya aku mau. Aku terima kamu". Ucap Widia yang langsung memeluk Rudi.
"Woy... jangan main peluk-peluk aja. Gua ini laki-laki". Ucap Rudi yang ingin mencoba menyingkirkan tubuh Widia, namun ia mengurungkan niat nya.
Pundak Rudi terasa hangat dan basah. Merasa seperti itu ia hanya bisa pasrah pundak nya menjadi basah.
5 menit lama nya Widia menangis di pundak Rudi. Setelah selesai ia langsung meminta maaf kepada Rudi. Rudi hanya tersenyum.
"Dah yu pulang". Ajak Rudi sambil melihat Widia mengusap sisa air mata di pipi nya.
"Iya yu kita pulang". Jawab Widia dengan tersenyum manis terukir di wajah nya.
"Wahh... bidadari". Ucap Rudi pelan karena melihat sisi lain dari Widia.
"Kamu ngomong apa tadi ?". Tanya Widia.
"Ahh... gak kok, gua gak ngomong apa-apa". Kilah Rudi.
"Yaudah ayu kita pulang". Ucap Widia dengan riang sambil menarik tangan Rudi.
Rudi yang bingung hanya pasrah. Tak tau pasrah atau karena wajah riang Widia yang membuat Rudi tidak perlu bertanya tentang kelakuan nya.
Wijaya.
Episode II.
Sampai bel pulang pun berbunyi. Rudi melihat jam di atas dinding kelas dan waktu menunjukkan pukul 3 sore.
"Gua mau cepet-cepet pulang". Gumam Rudi dengan hati yang senang.
Saat berjalan keluar kelas langkah nya terhenti karena tangan Rian yang memegangi pundak Rudi.
"Lu mau kemana Rud ?". Tanya Rian.
"Gua mau pulang". Jawab Rudi.
Rian berjalan mendahului Rudi sambil berkata "sebelum lu pulang, lu harus ikut gua dulu".
"Kemana Ian ?". Tanya Rudi bingung.
"Udah gak usah banyak tanya, lu ikut gua aja. Awas lu kalau kabur". Ancam Rian.
Rudi yang takut waktu itu hanya nurut dan mengikuti kemana langkah Rian berjalan.
Sampai akhir nya mereka sampai di belakang sekolah.
"Ian, kita kenapa disini ?". Tanya Rudi yang semakin bingung.
Rian tidak menjawab pertanyaan Rudi dan malahan ia berteriak.
"Gua udah bawa Rudi nih. Lu bisa keluar sekarang". Teriak Rian.
"Lu kenapa teriak ? Terus siapa yang lu panggil ?". Bingung Rian, ia menoleh ke sekeliling memastikan orang yang akan datang.
Dari balik tumpukan meja dan kursi rusak terlihat sesosok perempuan yang membuat dada Rudi beredetak kencang.
"Widia..." . Batin Rudi.
"Ian maksud lu apa ? Kenapa ada Widia disini ?". Kesal Rudi karena ia tidak tau kalau niatan Rian mengajak nya untuk mempertemukan ia dengan Widia.
"Karena udah sampe sini. Silahkan di tembak Widia nya Rud". Ucap Rian terkekeh geli lalu pergi meninggalkan kami berdua.
Suasana canggung saat itu. Sifat ku yang pemalu dan tidak bisa memulai obrolan makin memperparah keadaan.
"Gua harus ngomong apa. Apa gua tembak aja, tapi gimana gua ngomong nya. Gua gak tau gimana ngomong nya". Batin Rudi yang merasa tersiksa.
"Ka-ka-kamu gak ada yang mau di omongin sama aku". Ucap Widia gugup.
Mendengar ucap Widia. Rudi tersadar dengan keributan di kepala nya, ia menghela nafas dan mulai berpikir tenang.
"Gua harus kasih tau apa yang gua rasakan sekarang". Batin Rudi dengan mantap.
"Gua gak tau harus ngomong apa. Gua juga gak tau harus lakuin apa. Gua tiba-tiba harus berada di situasi yang kayak gini tanpa rencana dan persiapan sedikit pun. Dan soal perasaan gua ke lu.-". Potong Rudi. Ia kembali mengatur nafas nya dan mulai berbicara secara perlahan. "Jujur gua gak ada rasa sama lu, karena kita gak deket juga di kelas. Dan gua gak tau kenapa lu suka sama gua". Jelas Rudi.
Widia hanya mematung. Terlihat dari bola mata nya yang sudah mulai berkaca, seperti akan ada air yang jatuh. Melihat itu membuat hati Rudi berdenyut sakit.
"Apa yang gua lakuin ini bener ? Apa gua gak salah nolak dia ? Apa gua gak nyesel nanti nya ? Tapi kayak nya dia baik dan bener an suka sama gua". Batin Rudi dan kembali menatap wajah Widia.
"Lu mau jadi pacar gua ?". Tembak Rudi dengan muka yang memerah.
"Ahh... gua berhasil nembak dia". Batin Rudi yang merasa lega.
"Ehh... maksud kamu, kamu tadi tembak aku ?". Kaget Widia dengan apa yang di katakan Rudi.
Rudi hanya menangguk pelan.
"Kenapa ? Kamu gak suka kan sama aku, jadi kenapa kamu tembak aku". Ragu Widia.
Rudi menggaruk kepala nya yang tidak gatal. "Lu bener, gua emang gak suka sama lu". Ucap Rudi yang membuat wajah Widia semakin terlihat ingin menangis.
"Tapi apa salah nya gua belajar suka sama lu, mungkin waktu pacaran nanti kita bisa lebih deket. Dan kita jadi bisa tau alasan masing-masing kenapa saling suka. Apa salah nya mulai dari 0. Iya kan ?". Sambung Rudi.
"Iya kamu bener Rudi". Ucap Widia dengan tersenyum lebar.
"Jadi gimana jawaban lu ?". Ucap Rudi yang masih menunggu jawaban.
Rudi melihat Widia yang menarik napas panjang, lalu menempelkan kedua tangan nya di dada. Seperti menguatkan sesuatu.
"Iya aku mau. Aku terima kamu". Ucap Widia yang langsung memeluk Rudi.
"Woy... jangan main peluk-peluk aja. Gua ini laki-laki". Ucap Rudi yang ingin mencoba menyingkirkan tubuh Widia, namun ia mengurungkan niat nya.
Pundak Rudi terasa hangat dan basah. Merasa seperti itu ia hanya bisa pasrah pundak nya menjadi basah.
5 menit lama nya Widia menangis di pundak Rudi. Setelah selesai ia langsung meminta maaf kepada Rudi. Rudi hanya tersenyum.
"Dah yu pulang". Ajak Rudi sambil melihat Widia mengusap sisa air mata di pipi nya.
"Iya yu kita pulang". Jawab Widia dengan tersenyum manis terukir di wajah nya.
"Wahh... bidadari". Ucap Rudi pelan karena melihat sisi lain dari Widia.
"Kamu ngomong apa tadi ?". Tanya Widia.
"Ahh... gak kok, gua gak ngomong apa-apa". Kilah Rudi.
"Yaudah ayu kita pulang". Ucap Widia dengan riang sambil menarik tangan Rudi.
Rudi yang bingung hanya pasrah. Tak tau pasrah atau karena wajah riang Widia yang membuat Rudi tidak perlu bertanya tentang kelakuan nya.


bukhorigan memberi reputasi
1
312
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan