Kaskus

News

pilotwaras108Avatar border
TS
pilotwaras108
Buya Syafii Pernah "Kena Mental", Tapi Ia Bertumbuh
Lya Fahmi - detikNews
Senin, 30 Mei 2022 09:46 WIB
Buya Syafii Pernah "Kena Mental", Tapi Ia Bertumbuh

Jakarta -
Pada pagi hari menjelang siang, saat saya sedang memberi konseling pada seseorang, kabar buruk itu berseliweran di banyak grup-grup percakapan yang terafiliasi dengan organisasi tertua di Indonesia, yaitu Muhammadiyah. Saya yang sesaat kemudian istirahat sebentar pada waktu jeda antarpasien, iseng membuka aplikasi WhatsApp dan terheran-heran karena semua grup percakapan Muhammadiyah yang saya ikuti diawali dengan kalimat yang seragam: Innalillahi wainna illaihi rajiuun.

Siapa yang meninggal dunia? Saya telusuri pesan itu satu per satu dan terduduk lemas setelah membaca pesan siaran yang mengabarkan bahwa Buya Ahmad Syafii Maarif telah meninggal dunia. Suasana emosi dan fisik saya tiba-tiba berubah, jantung tiba-tiba berdetak lebih keras, tulang-tulang seperti dilolosi, dan seketika saya terduduk lemas. Rasanya ingin terpekik menangis, tapi refleks itu terhenti karena seorang pasien masih menunggu di luar untuk dilayani. Saya biarkan ia menunggu lebih lama sembari saya menenangkan diri.

Saya bukan kader elite Muhammadiyah yang bisa banyak berinteraksi pribadi dengan Buya Syafii. Tapi dalam relasi yang hanya "lihat-lihat dari jauh" itu, beliau secara tak langsung berhasil mempengaruhi banyak pilihan sikap hidup saya sampai hari ini. Sebagai keluarga yang berlatar belakang Muhammadiyah, kedua orangtua saya menjadikan Buya Syafii sebagai contoh yang patut diteladani oleh anak-anaknya.

Cerita tentangnya cukup sering menghiasi obrolan keluarga kami saat makan bersama di meja makan. Cerita-cerita tentangnya membuat saya ingin sekolah sampai tinggi. Pemikiran-pemikiran yang dituliskannya membuat saya ingin membebaskan prasangka terhadap liyan Dan, figur sepertinya membuat saya bangga sebagai orang Muhammadiyah. Namun, dalam perjalanan menuju Masjid Gedhe Kauman untuk menyalatkan dan memberikan penghormatan yang terakhir kali, saya baru sadar legacy terpenting apa yang ditinggalkan oleh Buya Syafii untuk diri saya pribadi.

Buya Syafii pernah menulis buku autobiografi yang ia beri judul Titik-titik Kisar di Perjalananku. Seperti judulnya, autobiografi ini berisi kilas balik dan refleksi beliau terhadap hal-hal signifikan yang pernah ia alami. Ia bicara tentang masa kecil, keluarga, rumah tangga, perjuangan melanjutkan sekolah, gejolak spiritual dan intelektual, hingga perjalanannya memimpin Muhammadiyah dalam rentang tahun 1998 - 2005.

Buku autobiografi yang saya baca saat masih remaja itu ditulis dengan jujur, apa adanya, dan jauh dari kesan memuja-muja diri sendiri. Karena ditulis dengan jujur dan apa adanya, buku itu memberi saya kesadaran bahwa sebesar apapun nama Buya Syafii, ia tetap manusia biasa seperti kita-kita pada umumnya. Kelak, setelah saya menginjak usia dewasa awal, buku autobiografi yang sangat berkesan itu membantu saya mengendalikan perasaan tidak puas pada diri sendiri, mengajarkan saya untuk tidak kecewa dengan apapun keadaan saya saat ini, dan menjaga pikiran saya untuk tidak berlebihan membandingkan diri dengan orang lain.

Bagi saya, titik-titik kisar dalam perjalanan hidup Buya Syafii telah lama menjadi obat anti-insecure yang sangat mujarab. Tak dapat dipungkiri, perkembangan media sosial yang begitu meluas membuat banyak orang seusia saya mengalami banyak kekhawatiran dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Perasaan tidak cukup baik, tidak cukup layak, dan tidak cukup berharga adalah cerita-cerita yang sangat sering saya jumpai di ruang konseling. Orang-orang mengeluhkan dirinya yang tidak cukup pantas untuk menjalani hidup ini, seolah-olah kehidupan yang layak dijalani hanyalah kehidupan seperti yang dijalani Maudy Ayunda.

Masa muda Buya Syafii jauh dari sempurna. Meski tak ada definisi yang ketat untuk telat menikah bagi seorang pria, tetap saja Buya Syafii baru menikah pada usia yang dia sendiri pasti sudah kenyang ditanya-tanya kapan menikah. Pada usia yang sudah memasuki kepala tiga, Buya Syafii menemui keluarga calon istrinya dengan modal yang jauh dari kriteria mapan anak-anak zaman sekarang. Buya Syafii mengenang masa-masa itu dengan cara yang lucu.

Saking lusuh dan keringnya ia pada saat itu, ia mengira bisa saja orang menyangkanya sebagai peminta-minta. Namun begitu, Buya Syafii menceritakan bahwa ia sama sekali tak terganggu dengan kondisi dirinya saat itu. Ia memilih sikap untuk tidak berpura-pura dan tampil apa adanya di hadapan calon istri dan calon mertua. Ini sungguh sikap mental yang jarang dimiliki oleh generasi medsos masa kini. Jangankan menghadap calon pasangan dengan diri yang lusuh apa adanya, berfoto tanpa filter beautify saja saya merasa tidak percaya diri.

Sesaat setelah menikah, kehidupan rumah tangga yang dijalani oleh Buya Syafii juga jauh dari definisi couple goals anak-anak zaman sekarang. Buya Syafii menceritakan betapa seringnya ia bertengkar dengan istrinya pada awal-awal pernikahan. Penyebabnya satu, istrinya mudah terbakar cemburu. Saat ini, kita begitu mudah melabel pasangan secara serampangan dengan sebutan toksik untuk sikap-sikap mereka yang tidak menyenangkan. Padahal, memberi label tanpa upaya memahami hanya semakin melukai perasaan kita sendiri. Buya Syafii memilih untuk terus bernegosiasi sampai titik ia bisa memahami.

Kesabaran dalam menjalani dinamika hidup berumah tangga membawanya sampai pada sebuah kesimpulan yang manis; ia mencintai istrinya baik dalam perang maupun damai. Setelah beberapa tahun menikah pun Buya Syafii dan istrinya tidak bisa menikmati kehidupan keluarga muda yang lazimnya memiliki anak lucu-lucu. Anak pertama dan anak kedua mereka meninggal dunia pada usia yang sangat belia. Kehilangan dua anak secara beruntun memberikan Buya Syafii dan istrinya pengalaman paling berat sebagai manusia.

Sebelum masyarakat kita mengenal istilah healing, Buya Syafii dan istri telah melakukannya. Setelah anak kedua mereka meninggal dunia, Buya Syafii dan istri memutuskan untuk pergi mengasingkan diri ke suatu tempat. Tentu saja tidak untuk jalan-jalan dan bersenang-senang dalam pengertian healing anak sekarang, tapi untuk memulihkan diri dengan memproses emosi kehilangan dalam keheningan. Pengalaman dua kali kehilangan anak mungkin pengalaman yang membuat Buya Syafii paling "kena mental".

Sebagai seorang akademisi, perjalanan karier Buya Syafii juga tidak bebas dari ancaman insecurity. Buya Syafii baru melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan pascasarjananya setelah usianya lebih dari 40 tahun. Ini jelas terlambat dibanding dua pendekar Chicago lainnya, (alm.) Nurcholis Madjid (Cak Nur) dan Amien Rais, yang notabene berusia beberapa tahun lebih muda darinya. Jika ketiga Pendekar dari Chicago ini hidup di zaman Instagram, saya membayangkan Buya Syafii begitu galaunya melihat foto Cak Nur yang bergaya di depan segala hal yang menandakan ia berada di University of Chicago. Atau mungkin, ia merasa panas setiap melihat konten-konten Instagram story ala-ala student daily life Pak Amien di universitas terkemuka yang sama.

Dan, tanpa Instagram sekalipun, Buya Syafii sepertinya memang merasakan kegalauan itu. Ia berkali-kali menyayangkan keterlambatannya melanjutkan sekolah pascasarjana dalam autobiografinya. Buya Syafii menjalani kehidupan seperti kehidupan kita-kita pada umumnya, yaitu kehidupan yang tak selalu tepat waktu dan tak selalu lancar. Kita-kita ini tak selalu lulus kuliah tepat waktu, tak selalu bisa segera memiliki anak setelah menikah, tak selalu memiliki karier yang moncer sejak usia muda, dan lain-lainnya.

Tapi jika kita berkaca dari kehidupan Buya Syafii, mungkin seperti itulah arti dari menjalani kehidupan yang normal. Kita menghadapi tantangan, menemui hambatan, terjatuh, lalu bangkit lagi. Jika hidup yang begitu adalah kehidupan yang normal, maka perasaan insecure dan "kena mental" adalah konsekuensi logis yang tak perlu dihindari. Dengan cara pandang yang lain, perasaan insecure dan "kena mental" adalah kesempatan bertumbuh. Bertumbuh seperti Buya Syafii.

Lya Fahmi alumnus Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Universitas Gadjah Mada
Detik.com
spoyspoyzAvatar border
lontongpecellAvatar border
muhamad.hanif.2Avatar border
muhamad.hanif.2 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
999
26
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan