Kaskus

Story

shabira.elnaflaAvatar border
TS
shabira.elnafla
Perasaan yang Terlepas di Pelataran Malioboro
Menunggu Janji Abdi

Perasaan yang Terlepas di Pelataran Malioboro




Malioboro, pertengahan tahun 2021

Seruni mengambil putungan rokok di bawah kakinya, dengan langkah anggun, ia berjalan menuju tong sampah dan melemparkannya ke sana. Penutup tempat itu bergerak ke kiri dan kanan, ketika beberapa sampah bekas kacang rebus menyusul putung rokok yang lebih dulu masuk.

Sisa rokok yang masih ada di tempatnya ia masukkan ke tas.

"Aku ngantuk." Wanita yang menemaninya setiap bulan ke sini mengeluh.

Seruni mengabaikan. Tatapannya menyusuri jalanan Malioboro yang sudah mulai sepi. Selain jam sudah hampir pagi, juga gerimis turun membasahi kursi dan trotoar.

"Sampai kapan mau terus ke sini dan menunggunya, Runi? Kamu nggak sedang berharap dia kembali dan melepaskan cincin yang melingkar di jari manisnya, kan?" Desty menghela napas lelah. Tubuhnya sudah menggigil kedinginan karena lupa membawa jaket.

"Ini yang terakhir, Des. Aku janji!" Gadis berlesung pipi itu mengedarkan pandangan. Beberapa orang seperti mereka masih ada di sana, tetap duduk menikmati kacang rebus atau kopi panas di bawah gerimis kecil Malioboro.

Bokongnya ia hempaskan di kursi yang sudah basah. Tidak peduli meski air itu terasa sampai ke kulit tubuhnya. Di sini, di kursi yang sama ia pernah mendapat cerita, dan cinta tentu saja. Memang apa yang bisa membuat orang menggila hingga lupa dengan dunia sekitar jika bukan karena cinta.

Sayangnya, ia mencintai suami orang.

"Oke! Janji ini yang terakhir, dan besok bulan depan, aku nggak mau lagi mengantarkan kamu ke sini. Capek loh empat tahun bolak-balik Jakarta-Jogja setiap bulan. Kamu terlalu berharap lebih, Runi. Lelaki itu tidak akan pernah datang lagi! Percaya sama aku."

"Tapi dia sudah berjanji, Des. Dia akan ke sini dan melanjutkan kisah cinta kami yang tertunda karena ada status resmi di antara dia."

"Dan kamu percaya? Oh, ayolah! Mulut lelaki susah untuk dipercaya, Runi. Apa lagi kalian baru bertemu tiga kali! Aku ulangi lagi, tiga kali!"

Seruni tertawa. Mata sipitnya tertutup ketika ia mengangguk mengiyakan perkataan Desty. "Aku memang sebodoh itu, Des. Makanya lebih memilih meninggalkan Satria yang sudah menemaniku bertahun-tahun dan memilih Abdi. Tapi namanya cinta, siapa yang tahu akhirnya, kan?"

"Ya! Kamu memang bodoh, Runi. Dan aku ikut ketularan bodoh karena selalu mengantarkanmu ke sini setiap tanggal lima belas."

Mereka tertawa. Rasa bosan dan kesal yang semejak tadi dirasakan perlahan memudar, seiring semakin bertambah ramainya Malioboro. Beberapa pedagang asongan tampak sudah merapikan dagangannya untuk pulang.

Desty melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Jarum pendek berada di angka lima lebih sedikit, sedang jarum panjang tepat di angka lima tiga. Ia menarik tas yang ada di kursi, harus segera bersiap kembali ke hotel agar mereka bisa membereskan barang-barang. Karena pukul tujuh kurang nanti, kereta akan membawanya kembali ke Jakarta.

"Ayo!" ajaknya.

Seruni masih duduk di sana. "Lima belas menit lagi, Des. Please!"

"Kita akan ketinggalan kereta, Runi."

Seruni menarik napas panjang. Ia tidak masalah jika harus ketinggalan kereta, karena hari ini adalah kesempatan terakhirnya menunggu Abdi. Tidak akan ada lagi gadis yang menunggu cinta semalaman setiap tanggal lima belas di Malioboro nantinya. Jika sampai batas waktu yang sudah ditentukan pria itu tak datang, maka namanya akan dikeluarkan paksa dari hati Seruni.

Namanya Abdi. Pria Jawa yang telah mencuri semua hatinya tanpa sisa. Pesona dan senyumnya membuat candu, hingga Seruni lupa dengan apa pun ketika bersama pria itu.

Tiga tahun lalu, saat ia dan seorang temannya tengah berlibur ke Jogja, mereka bertemu dan saling bersapa. Awalnya hanya basa-basi biasa, tidak ada yang istimewa. Hingga akhirnya, pria itu memulai cerita.

Tentang kisah rumah tangganya. Tentang keluarganya dan masih banyak lagi. Waktu semalam masih kurang untuk mereka saling bercerita, hingga akhirnya bulan kedua, Seruni kembali ke Jogja dan menemui pria itu kembali.

Malam ditutup dengan janji. Juga kecupan singkat di bawah lampu Malioboro.

Setelahnya, mereka kembali saling membuat jadwal bertemu, untuk bulan depan.

Cinta semakin membara di antara keduanya. Pertemuan ketiga Abdi bercerita akan menceraikan istrinya dan bersama dengan Seruni. Ia sudah bosan berada di dalam ketidak pastian tentang hubungan yang berawal dari perjodohan.

"Bulan depan kita kembali ketemu di sini. Kamu jangan lupa bawakan aku oleh-oleh khas Betawi, dan aku akan membawakan cincin untuk mengikat hubungan kita," ujar Abdi kala itu.

Seruni mengangguk kuat. "Aku akan ke sini lagi untuk kamu." Ia memeluk tubuh kekar lelaki di depannya.

Pertemuan itu yang terakhir kalinya. Karena pada bulan keempat, nomor dan seluruh sosial media Abdi tak aktif lagi. Pria itu menghilang. Tidak ada kata perpisahan. Tidak ada alasan. Hingga kini, semua sosial media Abdi belum aktif lagi.

Empat tahun berlalu, dan Seruni masih setia mengunjungi kursi yang sama. Ini bulan ke empat puluh delapan ia duduk di sini tanpa Abdi. Dan rasanya lakuna di hatinya semakin melebar kini.

"Runi!" Desty menggoncang tubuhnya. "Ayok! Nanti ketinggalan kereta kita!"

Seruni menarik napas. Ia kembali ke dunia nyatanya. "Apa benar Abdi hanya memberikan harapan kosong, Des? Padahal aku berharap lebih padanya."

"Iya! Dan kamu baru sadar sekarang."

"Ya udah, ayo balik. Aku janji ini yang terakhir kita ke sini menunggu dia."

Desty memeluk sahabatnya. "Kamu pasti bisa melupakan Abdi. Pasti! Aku yakin itu."

"Doakan saja, Des." Seruni beranjak dari duduknya. Ia berjalan pelan mengikuti langkah gadis di depannya.

Ia melepaskan semua perasaan yang dipunya untuk Abdi, di sini, di perataran Malioboro. Biarlah semua hanya sebagai perwarna dalam lukisan kisah hidupnya saja.

Abdi, meski lelaki itu tak menempati janji, tapi ia bersyukur sudah mengenalnya, pernah mencintainya. Doa Seruni, semoga pria itu selalu bahagia dengan kehidupannya, meski tak bersama dengannya.

Desty menatap prihatin pada satu-satunya teman yang paling dekat dengan dirinya. Jika ia jadi Seruni, pasti juga akan melakukan hal yang sama.

Abdi sama sekali tidak memberi harapan palsu. Pria itu benar-benar mencintai Seruni seperti Rama yang sangat mencintai Sinta.

Ia hanya tidak tega mengatakan yang sejujurnya pada Seruni.

Bahwa Abdi meninggal karena kecelakaan pada sore hari di bulan keempat pertemuan mereka. Di dekapannya, ada cincin dan surat gugatan perceraian, sesuai janjinya pada Seruni saat pertemuan ketiga.


Imogiri, 25 Mei 2022
Cerpen original by Shabira Elnafla.
Diubah oleh shabira.elnafla 25-05-2022 08:47
0
304
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan