Kaskus

News

rm057Avatar border
TS
rm057
NATO dan AS Gagal Hitung Geopolitik Rusia, Ribut Sendiri Bagai Kera Kena Belacan
NATO dan AS Gagal Hitung Geopolitik Rusia, Ribut Sendiri Bagai Kera Kena Belacan
– Pengamat hubungan internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Dr Yulius Yohanes, M.Si, menilai, North Atlantic Treaty Organization (NATO) dimotori Amerika Serikat (AS), gagal hitung kekuatan geopolitik Rusia.

NATO, Uni Eropa dan Amerikat, hanya membuat perhitungan sederhana, dengan memberlakukan sanksi ekonomi, menghentikan pasokan gas Rusia, hentikan impor berbagai jenis produksi pertanian Rusia, menghentikan pasokan minyak mentah, Rusia akan kelimpungan dan menyerah.
“Nyatanya Eropa barat atau Uni Eropa dan Amerika Serikat yang ribut sendiri karena dampak sanksi ekonomi yang mereka buat sendiri. Istilah bahasa masyarakat di Pontianak, Uni Eropa dan NATO ribut sendiri bagai kera kena belacan,” kata Yulius Yohanes, Selasa, 17 Mei 2022.
Yulius Yohanes, Sekretaris Jenderal Dayak International Organization (DIO), organisasi kerjasama kebudayaan Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia di Pulau Borneo, menanggapi pernyataan bersama Uni Eropa dan kondisi perekonomian Amerika Serikat sekarang.
European Union Websites, Minggu, 14 Mei 2022, mengeluarkan pernyataan sikap, membujuk Rusia umenghentikan operasi militer khusus sejak Kamis, 24 Februari 2022, karena aksi blokir terhadap aktifitas di Laut Hitam, terutama kawasan Odessa dan Mariupol, menyebabkan ekspor gandumg Ukraina terhenti, berimplikasi ancaman kelaparan masyarakat di Benua Eropa, terutama di Eropa bagian barat notabene anggota NATO.

Russia Today, Minggu, 15 Mei 2022, mengutip JP Morgan Chase mengumumkan, perekonomian Rusia tidak seperti yang diduga sebelumnya, ternyata Rusia lebih baik dalam menghadapi sanksi-sanksi Barat.
JP Morgan Chase melaporkan, berdasarkan hasil survei seputar minat berbisnis di Rusia, tidak nampak resesi yang terlalu tajam di negara ini, oleh karena itu JP Morgan memprediksi akan terjadi pertumbuhan ekonomi.
Bank terbesar Amerika Serikat, itu, menyinggung beberapa indikator seperti frekuensi tinggi konsumsi listrik dan aliran keuangan di Rusia, yang menunjukkan perekonomian negara ini lebih baik dari yang diprediksi sebelumnya.
“Dengan demikian, data-data yang ada tidak menunjukkan adanya penurunan aktivitas secara tiba-tiba, minimal untuk saat ini,” ungkap JP Morgan Chase.
JP Morgan Chase juga menganulir prediksi sebelumnya bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Rusia untuk tiga bulan kedua tahun 2022 akan menurun 35 persen, dan akan menurun tujuh persen sepanjang tahun 2022.
“Kami berharap dampak sanksi akan terasa di Rusia pada musim-musim mendatang. Oleh karena itu sepertinya PDB Rusia akan menurun, tapi resesi tajam tidak akan terjadi di Rusia, karena tingkat ketahanan ekonomi di dalam negeri kuat,” kata JP Morgan Chase.

Ukraina korban proxy AS dan NATO
Yulius Yohanes, berharap, kasus operasi militer khusus Rusia ke Ukraina, agar dapat dijadikan pelajaran bagi AS dan NATO di masa mendatang, agar kebijakan yang dibuat tidak berimplikasi senjata makan tuan.
“Pelajaran juga bagi negara lain. Ukraina itu korban proxy NATO dan Amerika Serikat. Mestinya masyarakat di Ukraina sekarang menuntut pertanggungjawaban Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, karena mau diperalat kepentingan asing untuk bermusuhan dengan negara tetangga sendiri. Ini aneh, ya. Semoga tidak terjadi di negara lain,” ujar Yulius Yohanes.
Dampak kemarahan Rusia, menurut Yulius Yohanes, implikasi ekonominya dirasakan seluruh Benua Eropa dan Benua Amerika, serta berimbas kepada Benua Asia dan Benua Afrika. Tidak terkecuali juga di benua lain.
Menurut Yulius Yohanes, Rusia itu salah satu negara terkuat dari sisi militer, dan negara terluas di dunia, mencapai 17,1 juta kilometer persegi. Anggaran untuk riset militer Rusia sangat tinggi sejak tahun 2000, ketika Vladimir Putin, mulai menjadi Presiden Rusia.

“Coba saja lihat. Cukup dengan mengerahkan kekuatan militer matra laut Rusia untuk blokir Laut Hitam, Eropa Barat terancam kelaparan, karena Ukraina tidak bisa ekspor gandum. Belum lagi NATO dan AS, harus putar otak bagaimana cara menghindar dari ganasnya bedil kinzhal dan sarmat Rusia berhulu ledak nuklir,” ungkap Yulius Yohanes.
“Ini konsep geostrategi NATO dan AS yang tidak memperhitungkan geopolitik Rusia. Belum lagi jika melihat kenyataan, Rusia kaya akan berbagai hasil tambang dan hasil pertanian. Eropa sendiri sangat tergantung dengan produk teknologi inovasi Rusia,” ungkap Yulius Yohanes.
Pegiat media sosial, pelaku bisnis dan analis intelijen Indonesia, Erizely Bandaro, mengatakan, kodisi sekarang akan mempercepat keterpurukan ekonomi Amerika Serikat, sendiri pasca The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan pada Rabu, 4 Mei 2022.

Menurut Erizely Bandaro, kebijakan suku bunga, membuat bursa bereaksi di Amerika Serikat. Saham unggulan berjatuhan. Apple, rontok $220 miliar. Microsoft telah kehilangan sekitar US$189 miliar. Tesla menyusut US$199 miliar.
Amazon jatuh sebesar US$173 miliar. Alphabet, (Google), jatuh sebesar US$123 miliar, Nvidia kehilangan US$85 miliar. Meta Platforms induk Facebook telah kehilangan US$70 miliar. Kalau ditotal, market telah kehilangan USD1 triliun. Kejadian seperti ini sudah diprediksi sejak tahun 2021.
Terutama, ujar Erizely Bandaro, dampak dari tapering atau kenaikan suku bunga yang menyebab badai tornado segera menghantam Amerikat Serikat, karena empat faktor.
Pertama, terjadinya over capacity di semua sektor produksi dan manufaktur. Terutama sektor tekhnologi. Yang peningkatannya bukan berdampak kepada efisiensi tetapi justru kerakusan yang berlebihan.
Sehingga terjadi bubble value. Ini sebenarnya teori dasar keuangan. Semua tahu dampak dari over capacity yang berujung over value. Tetapi para otoritas tidak berdaya menghalangi proses bubble value ini.
Kedua, dampak dari over capaciity dan over value ini, memaksa para fund manager yang mengelola portfolio terjebak dalam bisnis ilusi. Memainkan harga demi menjaga aset agar tidak busuk, walau tahu sebagian besar aset yang mereka kelola sudah deadduck.
Tidak ada hope. Ini ongkosnya mahal sekali. Mereka menarik uang dari berbagai sumber dengan berbagai skema dan cerita, sehingga uang tercatat melimpah dalam neraca tetapi tidak mengalir ke sektor produksi. Ini justru mendorong meningkatnya bubble value.
Ketiga, yang paling bahaya adalah kemelimpahan sumber daya disektor moneter itu mendorong terjadinya inflasi. Maklum, sektor real tidak bertambah, uang terus bertambah. Yang jadi korban adalah publik dengan meroketnya harga barang di pasar.
Ini yang disebut dengan imbalance economy. Dampaknya sangat sistemik. Karena sudah menyangkut struktural. Proses recovery sangat sulit dan ongkosnya teramat mahal.
Kempat, para fund manager berkelas dunia sudah berpikir mendekati tahap closed file terhadap peran Amerika Serikat sebagai pendorong pertumbuhan PDB dunia.

“Bagi mereka mengelola aset berbendera Amerika itu udah no hope dan semakin lama semakin omong kosong. Sudah tidak waras. Apalagi utang terus meroket, Udah tembuh diatas 100% dari PDB. Sementara kebijakan paket ekonomi Biden di ketawain oleh Kongres. Presiden Amerika Serikat, Josef R Biden, sudah tidak ada reputasi lagi memberikan hope kepada rakyat,” kata Erizely Bandaro.
Dengan empat hal tersebut, Erizely Bandaro, Indonesia harus cerdas mengantisipasi perubahan global. Hal ini sudah diperingatkan oleh riset World Economic League Table 2021 yang dilakukan oleh Centre for Economics and Business Research (CEBR) pada desember tahun 2021, bahwa Amerika Serikat sudah tidak lagi bisa diharapkan.

https://www.suarapemredkalbar.com/re...a-kena-belacan
0
690
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan