- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Ingat! Pesan Orang Tua


TS
piendutt
Ingat! Pesan Orang Tua

Ingat! Pesan Orang Tua
Perkenalan karakter
Si ucup

Si Memey

Si Slamet

Si Wayan

Suatu malam di sebuah masjid yang berlantaikan keramik berwarna putih, terdengar suara lantunan ayat-ayat suci yang menyejukkan jiwa. Ya' sekelompok anak kecil yang berusia 6 -10 tahunan tengah berkumpul di sana. Ustadz Somad dengan sabar mengajari mereka mengaji. Dari puluhan anak-anak itu, beberapa di antaranya sedang melakukan perbincangan seru.
"Yan, sini kau!" Ucup menarik lengan temannya itu agar mendekat.
"Ada ape?"
"Habis ngaji mau ikut aku kagak?" ajak Ucup pada sahabat karibnya itu.
"Mau ke mane?"
Ucup mengatakan, setelah selesai mengaji ingin pergi ke rumah kosong di samping masjid itu. Wayan pun tersentak.
"Ngapain ke sane? Kamu kagak tahu kalau rumah itu angker. Kagak, ah! Kagak mau!" tolak Wayan dengan tegas.
Dari belakang tubuh mereka berdua ternyata ada Slamet yang menguping.
"Aku mau ikut, dong!" ucapnya tiba-tiba seolah sudah mendengar semua perbicangan tadi.
Ucup dan Wayan saling berpandangan.
"Serius kamu mau? Emangnya kagak takut?" cibir Wayan seraya meruncingkan bibirnya.
"Takut, sih! Tapi kalau ada kalian berdua, pasti kagak takut lagi," celetuknya.
"Hedeh, sama aja bohong!" Wayan membuang muka pada temannya itu.
Ucup berkata lagi, katanya siapa pun yang memasuki rumah kosong itu dan meminta permohonan maka akan dikabulkan.
"Sebentar, yang bener aje. Emangnya ada Aladin di sana?"
"Entah itu lampu ajaib atau piring ajaib, tapi begitulah kenyataannye. Kamu ingat Togar anak desa sebelah, kagak? Dua hari yang lalu dia juga masuk ke rumah itu, dia bilang pengen punya mobil-mobilan. Besoknya langsung dibeliin sama enyaknya, padahal sebelumnye udah ratusan kali dia minta tapi kagak pernah dibeliin," terang Ucup.
"Eleh, paling cuma kebetulan," cetus Wayan.
"Eh, ada lage."
Ucup memberitahukan beberapa contoh anak-anak lain yang juga mendapatkan sesuatu sesuai keinginannya setelah memasuki rumah kosong itu. Penjelasannya itu membuat Wayan dan Slamet penasaran, terbesit di hatinya ingin mencoba.
"Ok, sudah diputuskan. Nanti kita ketemu di luar masjid, oke," ujar Ucup mengakhiri perbincangan mereka.
Kedua temannya pun menggangguk saja.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah berkumpul kembali di depan Masjid. Niatnya mau langsung menuju ke rumah kosong yang dimaksud. Namun, aksi mencurigakan mereka itu diketahui oleh seseorang.
"Hayo, mau ngapain kalian?"
Mereka bertiga menoleh ke arah suara, terlihat gadis cilik yang memakai mukena.
'Aduh kenapa ketemu Memey di sini, sih. Bisa kacau ini nanti,' batin Ucup setelah mengetahui gadis cilik itu adalah anak dari Ustadz Somad.
"Kami mau pulang, kok!" jawab Ucup santai.
"Rumah kalian bukan ke arah sini, kan? Jangan-jangan kalian mau ke rumah kosong, ya!"
"Eh, kagak. Kita mau pulang, yuk bubar!" Wayan segera memberikan perintah setelah memberikan kode kedipan mata pada kedua temannya.
Setelah melihat ketiga bocah itu berpencar, baru Memey ikut pergi dan pulang ke rumah.
Sedangkan ketiga bocah tadi masih bersembunyi di semak-semak, setelah melihat Memey berlalu barulah mereka berkumpul kembali.
"Ayo, ke buru ketahuan orang lain nanti!" titah Ucup, kemudian menggiring kedua temannya itu.
Mereka sampai di sebuah rumah kosong yang tidak berpenghuni, dari luar rumah itu begitu menyeramkan. Terlihat lampu berwarna kuning yang terus berkedip-kedip, kemudian suara dari hewan-hewan kecil yang hidup di sana ikut memeriahkan suasana mencekam pada rumah itu.
Cekrek! Dengan berani Ucup membuka pintu rumah berbahan dasar kayu itu. Terlihatlah perabotan rumah yang sudah usang.
"Cup, aku takut. Kita pulang aje, yuk!" seru Wayan tiba-tiba.
"A-aku juga," sambung Slamet seraya mengencangkan pegangan pada lengan Ucup.
"Ah, kalian berdua ini. Kan, ini cuma rumah kosong. Ya udah, ayo ucapin permohonan kalian. Habis itu kita bisa pulang."
Kedua temannya mengangguk cepat, kemudian memejamkan mata. Mereka mengucapkan permohonan di dalam hati. Tiba-tiba, ada sesuatu yang mengangetkan mereka.
Bracck! Jendela rumah itu terbuka dengan sendirinya.
"Astagfirullah!"
"Allahuakbar!"
"Enyak, tolongin anakmu ini!"
Teriak mereka bertiga seraya gemetaran. Belum sempat berbicara, sekelebat bayangan melintas di depan mereka.
"Apa itu!" Ucup menoleh ke sana kemari.
"Huaaaaa, aku mau pulang!" Wayan sudah hampir menangis, sedangkan Slamet mati-matian menahan kencing.
Tiba-tiba, dari arah ruangan terlihat sesosok wanita berbaju putih yang datang dengan kaki terseok-seok. Sontak, itu membuat mereka ketakutan dan lari tunggang-langgang. Ucup tidak hati-hati dan kepalanya membentur tembok.
Dari luar rumah mereka sudah disambut oleh Ustadz Somad yang mendapatkan laporan dari anaknya. Ternyata Memey masih mengikuti mereka sampai ketiga bocah tadi memasuki rumah kosong itu.
"Tolongin ka-ka-kami Pak Ustadz, ada han-hantu!" ucap Wayan terbata-bata.
"Ih, kamu ngompol, ya!" seru Memey yang melihat celana Slamet sudah basah kuyup.
Ucup pun langsung berlindung di belakang Ustadz Somad. Tiba-tiba wanita yang berjalan terseok-seok tadi ikut mendekati mereka semua. Teriakan tak dapat dihindari.
"Diam semuanya! Dia bukan hantu!" Ustadz Somad menghentikan teriakan mereka.
Mereka pun melihat ke arah wanita tadi yang dikira setan. Wanita itu sedang menari dan berputar-putar.
"Nang ning, ning nang, ning nung."
Ternyata wanita itu adalah orang gila yang sudah lama menempati tempat itu. Tidak lama kemudian, dari pagar rumah kosong itu terdengar beberapa wanita yang berteriak.
"Ucup?! Bikin ulah apa lagi kamu, ha!"
"Enyak!" Ucup langsung berlari merangkul lengan sang enyak.
"Pulang Slamet! Bikin malu aja, kamu!" Slamet juga digiring pulang oleh enyaknya.
"Wayan! Masih nggak mau ke sini!" sentak wanita berbaju daster itu.
"Eh, iya Nyak!" Wayan pun kena jeweran karena tidak mendengarkan pesan dari sang enyak.
Ustadz Somad dan Memey hanya menggeleng saja.
Sesampainya di rumah, Ucup langsung duduk di sofa dengan merunduk. Tak berani menatap enyaknya yang sudah berkomat-kamit sepanjang perjalanan tadi.
"Bisa-bisanya kamu masuk rumah kosong itu, Cup! Udah nggak mau dengerin pesan enyak, iye!"
Ucup pun tak bisa membendung lagi kesedihannya, ia menangis sekencang-kencangnya.
"Eh, malah nangis, nih anak."
"Ucup mau sarung baru buat lebaran, huaaaaaa. Enyak, sih. Kagak pernah mau beliin, huaaaa."
"Siapa bilang enyak kagak beliin? Noh, di atas meja ape!"
Ucup bergegas ke meja yang dibilang enyaknya, ada sekotak sarung Wadimor yang ia idam-idamkan selama ini. Ia langsung memeluk dan memuja-muja sarung baru itu. Tiba-tiba enyak datang menghampiri.
"Baguslah udah dapat sarung, tapi sayang kagak bisa ikut ke rumah orang."
"Emang kenapa, Nyak?"
Enyak Ucup langsung menghadapkan tubuh sang anak ke depan cermin.
"Lihat, noh. Kepala kamu benjol gitu, emang kagak malu dilihat orang banyak."
"Hah, Enyaaakkk?! Ini begimane kepala aku, Ucup mau dapat uang lebaran, Enyaaakk?!" rengeknya.
"Kagak ada uang lebaran-lebaran!"
"Huaaaaaa." Ucup pun terduduk di lantai melanjutkan aksi menangisnya.
Kini dia baru sadar bahwa semua orang tua pasti tidak ingin anaknya mengalami hal buruk. Karena Ucup tidak mengindahkan pesan dari orang tua beginilah akibatnya.
Semoga menjadi inspirasi bagi kalian semua. Terimakasih.
Tamat.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Perkenalan karakter
Si ucup

Si Memey

Si Slamet

Si Wayan

Suatu malam di sebuah masjid yang berlantaikan keramik berwarna putih, terdengar suara lantunan ayat-ayat suci yang menyejukkan jiwa. Ya' sekelompok anak kecil yang berusia 6 -10 tahunan tengah berkumpul di sana. Ustadz Somad dengan sabar mengajari mereka mengaji. Dari puluhan anak-anak itu, beberapa di antaranya sedang melakukan perbincangan seru.
"Yan, sini kau!" Ucup menarik lengan temannya itu agar mendekat.
"Ada ape?"
"Habis ngaji mau ikut aku kagak?" ajak Ucup pada sahabat karibnya itu.
"Mau ke mane?"
Ucup mengatakan, setelah selesai mengaji ingin pergi ke rumah kosong di samping masjid itu. Wayan pun tersentak.
"Ngapain ke sane? Kamu kagak tahu kalau rumah itu angker. Kagak, ah! Kagak mau!" tolak Wayan dengan tegas.
Dari belakang tubuh mereka berdua ternyata ada Slamet yang menguping.
"Aku mau ikut, dong!" ucapnya tiba-tiba seolah sudah mendengar semua perbicangan tadi.
Ucup dan Wayan saling berpandangan.
"Serius kamu mau? Emangnya kagak takut?" cibir Wayan seraya meruncingkan bibirnya.
"Takut, sih! Tapi kalau ada kalian berdua, pasti kagak takut lagi," celetuknya.
"Hedeh, sama aja bohong!" Wayan membuang muka pada temannya itu.
Ucup berkata lagi, katanya siapa pun yang memasuki rumah kosong itu dan meminta permohonan maka akan dikabulkan.
"Sebentar, yang bener aje. Emangnya ada Aladin di sana?"
"Entah itu lampu ajaib atau piring ajaib, tapi begitulah kenyataannye. Kamu ingat Togar anak desa sebelah, kagak? Dua hari yang lalu dia juga masuk ke rumah itu, dia bilang pengen punya mobil-mobilan. Besoknya langsung dibeliin sama enyaknya, padahal sebelumnye udah ratusan kali dia minta tapi kagak pernah dibeliin," terang Ucup.
"Eleh, paling cuma kebetulan," cetus Wayan.
"Eh, ada lage."
Ucup memberitahukan beberapa contoh anak-anak lain yang juga mendapatkan sesuatu sesuai keinginannya setelah memasuki rumah kosong itu. Penjelasannya itu membuat Wayan dan Slamet penasaran, terbesit di hatinya ingin mencoba.
"Ok, sudah diputuskan. Nanti kita ketemu di luar masjid, oke," ujar Ucup mengakhiri perbincangan mereka.
Kedua temannya pun menggangguk saja.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah berkumpul kembali di depan Masjid. Niatnya mau langsung menuju ke rumah kosong yang dimaksud. Namun, aksi mencurigakan mereka itu diketahui oleh seseorang.
"Hayo, mau ngapain kalian?"
Mereka bertiga menoleh ke arah suara, terlihat gadis cilik yang memakai mukena.
'Aduh kenapa ketemu Memey di sini, sih. Bisa kacau ini nanti,' batin Ucup setelah mengetahui gadis cilik itu adalah anak dari Ustadz Somad.
"Kami mau pulang, kok!" jawab Ucup santai.
"Rumah kalian bukan ke arah sini, kan? Jangan-jangan kalian mau ke rumah kosong, ya!"
"Eh, kagak. Kita mau pulang, yuk bubar!" Wayan segera memberikan perintah setelah memberikan kode kedipan mata pada kedua temannya.
Setelah melihat ketiga bocah itu berpencar, baru Memey ikut pergi dan pulang ke rumah.
Sedangkan ketiga bocah tadi masih bersembunyi di semak-semak, setelah melihat Memey berlalu barulah mereka berkumpul kembali.
"Ayo, ke buru ketahuan orang lain nanti!" titah Ucup, kemudian menggiring kedua temannya itu.
Mereka sampai di sebuah rumah kosong yang tidak berpenghuni, dari luar rumah itu begitu menyeramkan. Terlihat lampu berwarna kuning yang terus berkedip-kedip, kemudian suara dari hewan-hewan kecil yang hidup di sana ikut memeriahkan suasana mencekam pada rumah itu.
Cekrek! Dengan berani Ucup membuka pintu rumah berbahan dasar kayu itu. Terlihatlah perabotan rumah yang sudah usang.
"Cup, aku takut. Kita pulang aje, yuk!" seru Wayan tiba-tiba.
"A-aku juga," sambung Slamet seraya mengencangkan pegangan pada lengan Ucup.
"Ah, kalian berdua ini. Kan, ini cuma rumah kosong. Ya udah, ayo ucapin permohonan kalian. Habis itu kita bisa pulang."
Kedua temannya mengangguk cepat, kemudian memejamkan mata. Mereka mengucapkan permohonan di dalam hati. Tiba-tiba, ada sesuatu yang mengangetkan mereka.
Bracck! Jendela rumah itu terbuka dengan sendirinya.
"Astagfirullah!"
"Allahuakbar!"
"Enyak, tolongin anakmu ini!"
Teriak mereka bertiga seraya gemetaran. Belum sempat berbicara, sekelebat bayangan melintas di depan mereka.
"Apa itu!" Ucup menoleh ke sana kemari.
"Huaaaaa, aku mau pulang!" Wayan sudah hampir menangis, sedangkan Slamet mati-matian menahan kencing.
Tiba-tiba, dari arah ruangan terlihat sesosok wanita berbaju putih yang datang dengan kaki terseok-seok. Sontak, itu membuat mereka ketakutan dan lari tunggang-langgang. Ucup tidak hati-hati dan kepalanya membentur tembok.
Dari luar rumah mereka sudah disambut oleh Ustadz Somad yang mendapatkan laporan dari anaknya. Ternyata Memey masih mengikuti mereka sampai ketiga bocah tadi memasuki rumah kosong itu.
"Tolongin ka-ka-kami Pak Ustadz, ada han-hantu!" ucap Wayan terbata-bata.
"Ih, kamu ngompol, ya!" seru Memey yang melihat celana Slamet sudah basah kuyup.
Ucup pun langsung berlindung di belakang Ustadz Somad. Tiba-tiba wanita yang berjalan terseok-seok tadi ikut mendekati mereka semua. Teriakan tak dapat dihindari.
"Diam semuanya! Dia bukan hantu!" Ustadz Somad menghentikan teriakan mereka.
Mereka pun melihat ke arah wanita tadi yang dikira setan. Wanita itu sedang menari dan berputar-putar.
"Nang ning, ning nang, ning nung."
Ternyata wanita itu adalah orang gila yang sudah lama menempati tempat itu. Tidak lama kemudian, dari pagar rumah kosong itu terdengar beberapa wanita yang berteriak.
"Ucup?! Bikin ulah apa lagi kamu, ha!"
"Enyak!" Ucup langsung berlari merangkul lengan sang enyak.
"Pulang Slamet! Bikin malu aja, kamu!" Slamet juga digiring pulang oleh enyaknya.
"Wayan! Masih nggak mau ke sini!" sentak wanita berbaju daster itu.
"Eh, iya Nyak!" Wayan pun kena jeweran karena tidak mendengarkan pesan dari sang enyak.
Ustadz Somad dan Memey hanya menggeleng saja.
Sesampainya di rumah, Ucup langsung duduk di sofa dengan merunduk. Tak berani menatap enyaknya yang sudah berkomat-kamit sepanjang perjalanan tadi.
"Bisa-bisanya kamu masuk rumah kosong itu, Cup! Udah nggak mau dengerin pesan enyak, iye!"
Ucup pun tak bisa membendung lagi kesedihannya, ia menangis sekencang-kencangnya.
"Eh, malah nangis, nih anak."
"Ucup mau sarung baru buat lebaran, huaaaaaa. Enyak, sih. Kagak pernah mau beliin, huaaaa."
"Siapa bilang enyak kagak beliin? Noh, di atas meja ape!"
Ucup bergegas ke meja yang dibilang enyaknya, ada sekotak sarung Wadimor yang ia idam-idamkan selama ini. Ia langsung memeluk dan memuja-muja sarung baru itu. Tiba-tiba enyak datang menghampiri.
"Baguslah udah dapat sarung, tapi sayang kagak bisa ikut ke rumah orang."
"Emang kenapa, Nyak?"
Enyak Ucup langsung menghadapkan tubuh sang anak ke depan cermin.
"Lihat, noh. Kepala kamu benjol gitu, emang kagak malu dilihat orang banyak."
"Hah, Enyaaakkk?! Ini begimane kepala aku, Ucup mau dapat uang lebaran, Enyaaakk?!" rengeknya.
"Kagak ada uang lebaran-lebaran!"
"Huaaaaaa." Ucup pun terduduk di lantai melanjutkan aksi menangisnya.
Kini dia baru sadar bahwa semua orang tua pasti tidak ingin anaknya mengalami hal buruk. Karena Ucup tidak mengindahkan pesan dari orang tua beginilah akibatnya.
Semoga menjadi inspirasi bagi kalian semua. Terimakasih.
Tamat.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi






terbitcomyt dan 4 lainnya memberi reputasi
5
580
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan