Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

adilaanbarAvatar border
TS
adilaanbar
DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI WANITA
Salah satu isu penting tentang kesehatan reproduksi yang dibacakan dalam konferensi kependudukan sedunia internasional conference population and development (populasi konferensi dan perkembangan) (ICDP) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan kesehatan reproduksi. Isu ini diangkat sebagai salah satu pokok bahasan karena adanya berbagai masalah reproduksi yang dihadapi dimasa kini. Saat ini kita sering dihadapkan dengan umur rata-rata remaja yang menikah dibawah usia antara 14-15 tahun (Yuspa & Tukiman, 2017)

Pernikahan dini menjadi fenomena global yang membawa permasalahan di negara-negara dunia saat ini dengan peningkatan yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Secara global, 720 juta wanita menikah sebelum usia 18 tahun yang berada pada kisaran 15 tahun. Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat pernikahan dini yang tinggi di dunia. Data UNICEF menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke-7 tertinggi di dunia, dan urutan ke-2 tertinggi di Asia Tenggara dalam kasus perkimpoian anak. Bahkan, UNICEF merilis data pada Februari 2020 yang menunjukkan bahwa angka pernikahan dini tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat yang mencapai 273,300 anak ( UNICEF Indonesia et al., 2020)

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19 tahun. Pernikahan bukan hanya persoalan suatu perubahan status dan pengesahan kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan namun lebih dari itu, pernikahan merupakan hubungan serta kegiatan yang sakral berbentuk penyatuan dua insan yang akan mengemban tanggung jawab yang tidak mudah, sehingga diperlukan kedewasaan dari aspek usia, kesehatan jasmani, psikologis, biologis, dan ekonomi dari kedua pasangan untuk menjalaninya. Pernikahan usia muda adalah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang kuat, sebagai sebuah solusi alternatif, BKKBN mengatakan bahwa usia ideal untuk menikah adalah 20-21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Hal ini berdasarkan pertimbangan kesehatan, biologis dan psikologis. Pernikahan usia muda (dini) merupakan pernikahan dengan kondisi belum memiliki kesiapan biologis, psikologis, dan sosial ekonomi (Sianturi, 2018). Pernikahan dini dinilai melahirkan risiko serius, seperti permasalahan kemiskinan, kesehatan bayi hingga munculnya kerentanan mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Secara umum, pernikahan dini berdampak pada aspek sosial, psikologi dan kesehatan pelakunya ( Afriani & Mufdlilah, 2016; Maudina, 2019)

Masalah pernikahan usia dini ini merupakan kegagalan dalam perlindungan hak anak. resiko atau bahaya yang mengancam gadis dibawah umur saat hamil di usia muda di bawah 20 tahun; 1) Secara ilmu kedokteran ,organ reproduksi untuk gadis dengan umur dibawah 20 tahun ia belum siap untuk berhubungan seks atau mengandung, sehingga jika terjadi kehamilan berisiko mengalami tekanan darah tinggi (karena tubuhnya tidak kuat). Kondisi ini biasanya tidak terdeteksi pada tahap-tahap awal, tapi nantinya menyebabkan kejang-kejang, perdarahan bahkan kematian pada ibu atau bayinya. 2) Kondisi sel telur pada gadis dibawah 20 tahun , belum begitu sempurna, sehingga dikhawatirkan bayi yang dilahirkan mengalami cacat fisik. 3) Berisiko mengalami kanker serviks (kanker leher rahim), karena semakin muda usia pertama kali seseorang berhubungan seks, maka semakin besar risiko daerah reproduksi terkontaminasi virus.

Pernikahan yang dilakukan oleh para remaja juga bisa memiliki pengaruh yang tidak baik terhadap berbagai hal bagi seseorang yang menjalaninya. Belum matangnya organ reproduksi dan juga kematangan fisik dari seorang remaja perempuan juga akan berpengaruh terhadap resiko jika seorang remaja perempuan tersebut mengandung anaknya. Kemungkinan kecacatan pada anak, ibu mati saat melahirkan dan resiko lainnya juga sangat besar ketika perkimpoian usia dini terjadi. Selain itu, leher rahim seorang remaja perempuan juga masih sensitif jika dipaksakan untuk hamil, berisiko mengalami kanker leher rahim di kemudian hari, bahkan lebih parahnya ialah peluang resiko kematian saat melahirkan juga menjadi besar pada usia muda.

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa dengan berbagai perubahan baik secara fisik, emosi, sosial, dan nilai-nilai moral. Oleh karena itu, masa remaja relatif bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya. Pada tahap remaja tengah menjadi sangat penting, dikarenakan pada masa ini remaja berada pada tahap masa pencarian identitas diri, membutuhkan peran teman sebaya, menghadapi kondisi kebingungan karena belum mampu menentukan aktivitas yang bermanfaat dan memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap berbagai hal yang belum diketahui. Pubertas yang dahulu dinilai sebagai sebuah acuan kedewasaan seseorang, ternyata kini sudah tidak valid lagi, hal ini disebakan usia remaja mengalami pubertas terjadi pada akhir belasan yaitu 15-18 tahun kini berubaha menjadi awal belasan adapun anak yang mengalami pubertas sebelum usia 11 tahun (Marino, & Spada, 2020)

Proses reproduksi terjadi melalui hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan, kesehata reproduksi meliputi kesehatan seksual yang menuju pada peningkatan kualitas hidup dan relasi antar individu. Dalam konteks pengembangan manusia, pelayanan kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting, hal ini dikarenakan berdampak pada kualitas hidup seseorang pada generasi berikutnya. Seseorang bisa menjalankan peranan serta proses reproduksi secara aman dan sehat bisa terlihatdari bagaimana kondisi kesehatan selama siklus hidupnya, mulai dari kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi. Pada saat remaja mengalami masa pubertas hormon-hormon akan mulai berfungsi, hal ini akan menyebabkan perubahan fisik dan juga mempengaruhi dorongan seks pada seorang remaja, akibat dari siapnya reproduksi dan juga dorongan dari aspek psikologis remaja akan mulai menyukai lawan jenis. Kemudian, akibat dari matangnya proses reproduksi menjadikan remaja dapat menjalankan peranan prokreasinya yang diartikan mulai bisa memiliki keturunan. Usia reproduksi yang sehat bagi perempuan adalah diantara 20 – 30 tahun.

Kesehatan reproduksi merupakan suatu kondisi sehat menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan suatu hal yang penting mengingat reproduksi adalah sarana untuk melahirkan generasi penerus bangsa. Pengertian sehat tidak semata-mata berarti bebas dari penyakit atau kecacatan fisik, melainkan juga secara psikis, secara mental, sosial, dan kultural. Sehat secara fisik berarti suatu keadaan yang tidak sakit dan tidak memiliki cacaat secara fisik.

Kesehatan reproduksi yang ada dalam konteks pembangunan masyarakat Indonesia mencakup 5 (lima) komponen/program terkait, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program Keluarga Berencana, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, dan Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. Kesehatan reproduksi memiliki tiga komponen yaitu kemampuan prokreasi, mengatur dan menjaga tingkat kesuburan, dan menikmati kehidupan seksual secara bertanggung jawab. Prioritas dari pelayanan kesehatan reproduksi pada konteks saat ini masih dalam hal kesehatan iibu dan anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), kesehatan reproduksi Remaja (KRR) dan penanggulangan Pengakit Menular Seksual (PKMS).

Permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut: perilaku berisiko, kurangnya akses pelayanan kesehatan, kurangnya informasi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan, banyaknya akses pada informasi yang salah tanpa tapisan, masalah PMS termasuk infeksi HIV/AIDS, tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial, kehamilan dan persalinan usia muda yang berisiko kematian ibu dan bayi. dan kehamilan yang tak dikehendaki, yang sering kali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya. kehamilan remaja kurang dari 20 tahun berisiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi dibanding ibu berusia 20-35 tahun. Penyebab mendasar dari keadaan tersebut adalah: rendahnya pendidikan remaja, kurangnya keterampilan petugas kesehatan, kurangnya kesadaran semua pihak akan pentingnya penanganan kesehatan remaja.

Terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, praktik aborsi yang dapat membawa resiko kematian pada remaja. Rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi dapat diketahui dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Bawah Lima Tahun (AK Balita). Masalah kesehatan reproduksi bagi perempuan, termasuk perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman secara medis juga harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya kaum perempuan saja karena hal ini akan berdampak luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan yang menjadi tolok ukur dalam pelayanan kesehatan.

Prinsip dasar dalam mencapai kesehatan reproduksi secara fisik berkaitan dengan usaha menjaga kebersihan. Ada dua jenis menjaga kebersihan yaitu menjaga kebersihan diri dan menjaga kebersihan organ reproduksi. Menjaga kebersihan diri adalah proses membersihkan dan menjaga diri untuk tetap bersih, tidak kotor, dan terhindar dari penyakit. Ini dapat dilakukan dengan mandi rutin dua kali sehari, mencukupi kebutuhan gizi dan asupan makanan, menjaga berat badan ideal. Menjaga kebersihan organ reproduksi dilakukan dengan cara Menjaga kesehatan vagina dimulai dari memperhatikan kebersihan diri. Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis. Udara panas dan cenderung lembab sering membuat banyak berkeringat. Terutama dibagian tubuh yang tertutup dan lipatan-lipatan kulit, seperti daerah alat kelamin. Kondisi ini dapat menyebabkan mikroorganisme jahat, terutama jamur mudah berkembang biak, yang akhirnya bisa menimbulkan infeksi.



Referensi

Yuspa, H., & Tukiman. (2017). Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Alat Reproduksi Yuspa, H., & Tukiman. (2017). Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Alat Reproduksi Wanita. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 13, 36–43. https://ejournal.up45.ac.id/index.ph...ala-hukum/art. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 13, 36–43. https://ejournal.up45.ac.id/index.ph...e/view/329/292

Dermawan, W., Darmawan, I., & Ummah, M. (2021). Penguatan Kesadaran Remaja mengenai Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi. 10(02), 302–314.

Hasanah, H. (2016). Pemahaman Kesehatan Reproduksi Bagi Perempuan. Sawwa, 11(2), 229–252.

Made Citrawathi, D. (2015). Pentingnya Modul Kesehatan Reproduksi Remaja Berbasis Masalah (KRRBM) untuk Melatih dan Meningkatkan Keterampilan Hidup (Life Skills) dan Sikap Reproduksi Sehat Siswa SMP. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 3(2), 474–483. https://doi.org/10.23887/jish-undiksha.v3i2.4471

NUZLIATI T DJAMA S.SiT, M. K. (2000). KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA. علوم, 1(20), 220. https://repository.up.ac.za/bitstrea...pdf?sequence=1
Diubah oleh adilaanbar 24-04-2022 14:53
0
3K
0
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan