Tahun 2011 adalah masa paling amsyong di kehidupan saya. Gairah kuliah sedang ada di titik malas semalas-malasnya. Kondisi perkawanan saya juga kurang begitu menyenangkan. Gigi geraham kiri yang bolong membuat saya hampir tidak bisa berdamai di malam hari. Kemudian terakhir, yaitu karir romansa saya yang amat buruk. Yang mendasari saya malas kuliah adalah, saya ingin melanjutkan kuliah di bidang keagamaan. Saya bernafsu untuk menjadi seorang ustaz atau penceramah. Tapi kenyataannya, saya malah kuliah di bidang kefarmasian. 

Dalam hal perkawanan, saya katakan tidak begitu gemilang karena, entah kenapa, saya susah sekali berkawan. Sekalinya ada pun gampang bosen. Aslinya, saya lebih nyaman mengurung diri di kamar sambil nonton film atau baca buku ditemani rokok dan kopi. Urusan gigi bolong, ini peninggalan gaya hidup yang kacau saat di pondok pesantren dulu. Belum lagi bekas kurap yang masih ada di sikut bagian kanan. Urusan romansa yang kusut dan suram, ini yang paling trobelbagi saya. 

Mulanya saya denial, merasa kehidupan saya baik-baik saja. Bersembunyi di balik kalimat palsu, "Kalau gw sih, tipikal orang yang..", "Kalau gw sih prinsipnya begini..", Entahlah, saya merasa keren saja ketika mengucapkan kalimat-kalimat kampret itu. Merasa hidup paling berprinsip dan bertipikal. Orang lain? Gak mungkin punya tipikal dan prinsip seperti saya.

Serasa ada penghiburan manakala saya berpikir seperti di atas. Sampai saya merasa ada masalah dengan diri saya yaitu ketika dalam hampir semua situasi, ketika saya merapat melakukan pendekatan kepada cewek, hampir 98% selalu gagal. Alasan alasan mereka yang sampai hari ini masih saya ingat: "Belum mau pacaran.", "Mau fokus belajar." dan yang paling amazed, "Masih ada cewek yang lebih baik dari aku."

Izinkan sejanak saya mengucapkan kata kasar dalam hati...

....

...

Oke sudah.

Dari situ saya mulai menakar diri. Apa gerangan masalahnya? Mula-mula yang saya salahkan adalah tentu saja para cewek itu. Enak saja sudah menolak saya yang keren ini. Namun setelah saya telaah selama hampir dua tahun sejak serentetan kejadian penolakan itu, akhirnya saya berkesimpulan, sayalah masalahnya. Ada yang salah dengan ketipikalan dan prinsip saya.

Harus ada yang dirombak. 

Masalahnya, mulai dari mana?