Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

beritalamaAvatar border
TS
beritalama
Ketika Pangan Indonesia Bergantung Impor
Merdeka.com - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo curhat di hadapan anggota Komisi IV DPR saat rapat kerja akhir Maret lalu. Mantan gubernur Sulawesi Selatan itu mengungkapkan tingginya ketergantungan Indonesia terhadap komoditas pangan impor. Stok hingga akhir 2022 dipastikan defisit di saat harga-harga terus naik.

Ada empat komoditas yakni kedelai, bawang putih, daging, dan gula konsumsi. Berdasarkan prognosa neraca komoditas pangan strategis Januari-Desember 2022, defisit terbesar terjadi untuk kedelai yang minus hingga 2,59 juta ton.

Mentan menjelaskan, produksi kedelai lokal pada tahun 2022 diperkirakan 200.315 ton. Ditambah stok awal tahun sebanyak 190.970 ton, jumlah stok kedelai lokal hanya ada 391.285 ton. Sementara kebutuhan tahun ini diperkirakan 2,983 juta ton. Dengan begitu dibutuhkan impor 2,842 juta ton, hampir 90 persen dari kebutuhan.

Kekurangan stok juga dialami untuk bawang putih, yang mencapai defisit 366,9 ribu ton dari total kebutuhan tahunan 621,88 ribu ton. Sementara stok di dalam negeri hanya tersedia 254,98 ribu ton.

Komoditas berikutnya adalah daging sapi. Seperti kedelai, sumber terbesar impor daging Indonesia berasal dari Australia. Syahrul menyebut, kebutuhan daging sapi defisit 134,35 ribu ton. Total ketersediaan domestik sekitar 572 ribu ton, namun kebutuhan mencapai 706,38 ribu ton. Jadi perlu tambahan pasokan impor 193,22 ribu ton.

Terakhir, gula konsumsi yang ketersediaannya minus 234,69 ribu ton. Stok dalam negeri mencapai 2,98 juta ton, tapi kebutuhan capai 3,21 juta ton. Rencananya, pemerintah bakal melakukan impor 1,04 juta ton.

"Untuk beras, jagung, bawang merah, cabai merah, daging ayam, telur ayam, dan minyak goreng, ketersediaannya diperkirakan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Namun untuk kedelai, bawang putih, daging sapi, gula konsumsi, pemenuhannya selain dari produksi dalam negeri, juga terutama dari substitusi impor yang ada," kata Syahrul.

Soal kedelai, Syahrul menyebut impor dan harga yang rendah membuat petani tidak berminat menanam. Tanaman kedelai juga rentan serangan hama sehingga berdampak kepada produktivitas kedelai lokal. Syahrul juga mengungkapkan tantangan lainnya adalah persoalan anggaran tanaman pangan yang terus menurun setiap tahunnya.

"Persoalannya ada di anggaran yang terus turun. Tanaman pangan itu dari Rp5 triliun turun menjadi Rp3 triliun, menjadi Rp2 triliun lalu tinggal Rp 1,7 triliun," ujarnya.

Ketua Pusat Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Puskoptin) DKI Jakarta, Sutaryo mengungkapkan, kedelai lokal sudah lama kalah bersaing dengan kedelai impor. Pengrajin tahu tempe kesulitan mendapatkan pasokan yang cukup jika mereka memilih menggunakan kedelai lokal.

Di tengah terus naiknya harga kedelai impor dalam beberapa tahun terakhir, Sutaryo menilai ada peluang bagi petani untuk meningkatkan produksi kedelai lokal. Saat ini harga kedelai impor mencapai Rp12.000 per kilogram.

"Petani merasa enggak untung karena tadi dipukul sama kedelai impor," tukasnya.

https://m.merdeka.com/khas/ketika-pa...or.html?page=2

Indonesia harus berani belajar dari AS, mereka negara sangat maju, tapi mereka tidak melupakan industri pertanian dan perkebunan. Bahkan untuk beras, china saja impor beras dari amerika, khusus beras berkualitas premium saja, beras california. Amerika juga penghasil Gandum, Kapas, Jagung, Kedelai, selalu masuk 3 besar dunia.
nomoreliesAvatar border
nomorelies memberi reputasi
1
354
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan