Kaskus

News

4574587568Avatar border
TS
4574587568
Perangnya di Ukraina, Satu Asia Kena Getahnya!
Perangnya di Ukraina, Satu Asia Kena Getahnya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina sudah berlangsung lebih dari sebulan. Perang terbesar di daratan Eropa sejak Perang Dunia II itu menimbulkan dampak yang tidak main-main.
Rusia sedang menjadi sorotan dunia karena serangan ke Ukraina. Serangan Rusia menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit, lebih dari 1.000 nyawa melayang.
Per 30 Maret 2022, jumlah korban jiwa akibat perang di Ukraina mencapai 1.232 orang. Dari jumlah tersebut, 112 di antaranya adalah anak-anak. 



[table][tr][td]Baca:
Damai Palsu! Rusia Siapkan Serangan Lebih Ngeri ke Ukraina?[/td]
[/tr]
[/table]

Di bidang ekonomi, efek perang juga sangat terasa. Ini karena posisi Rusia dan Ukraina yang sangat strategis, terutama di pasar komoditas.
Minyak, misalnya, Rusia adalah salah satu produsen utama dunia. Perang plus berbagai sanksi membuat minyak dari Rusia sulit masuk ke pasar dunia.
Akibatnya, harga minyak naik signifikan. Sepanjang kuartal I-2022, harga minyak jenis brent melonjak 38,74% secara point-to-point. Ini adalah kenaikan kuartalan tertinggi sejak kuartal II-2020. 


Mahalnya harga minyak (dan gas) membuat dunia beralih ke sumber energi primer lain yakni batu bara. Padahal dalam konferensi perubahan iklim COP26 dunia berkomitmen untuk mulai mengurangi penggunaan batu bara. Namun dengan perkembangan ini, kemungkinan cita-cita itu agak terhambat.
Tingginya permintaan membuat harga batu bara melesat. Sepanjang kuartal I-2022, harga batu bara di pasar ICE Newcastle meroket 65,63%, tertinggi sejak kuartal III tahun lalu.

[table][tr][td][/td]
[/tr]
[/table]

Tidak hanya energi dan pertambangan, harga komoditas pangan pun 'beterbangan'. Salah satunya adalah gandum, karena Rusia dan Ukraina sama-sama merupakan produsen gandum utama dunia.

Akibatnya, pasokan gandum dunia terancam. Otomatis harga terangkat.
Sepanjang kuartal I-2022, harga gandum di Chicago Board of Trade naik 30,52%. Ini menjadi kenaikan kuartalan tertinggi sejak kuartal III-2010.


Perang di Ukraina, Pabrik-pabrik Ikut Jadi Korbannya


Saat harga komoditas energi, pertambangan, dan pertanian menanjak, maka biaya yang ditanggung dunia usaha pasti ikut naik. Maklum, komoditas-komoditas itu sangat sentral dalam proses produksi dan distribusi.
Ingat, kenaikan harga komoditas terjadi secara global. Dampaknya terasa di seluruh dunia, tidak terkecuali di Asia.
Jadi tidak heran aktivitas manufaktur di Asia melambat. Ini terlihat dari angka Purchasing Managers' Index (PMI).


PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Skor di atas 50 menandakan industriawan sedang dalam fase ekspansi. Kalau di bawah 50, maka artinya sedang kontraksi.
Pada periode Maret 2022, rata-rata angka PMI di sembilan negara Asia yang disurvei adalah 51,68. Turun dibandingkan rerata bulan sebelumnya yang sebesar 52,54.
Secara umum, pelaku usaha manufaktur di Benua Kuning masih optimistis, masih ekspansif. Namun rasa percaya diri itu agak menipis. 


Skor PMI terendah di Asia pada Maret 2022 ada di China yaitu 48,1, sudah masuk zona kontraksi. Turun lumayan jauh dibandingkan bulan sebelumnya yakni 50,4.
Di Negeri Tirai Bambu, tidak cuma perang yang membuat situasi jadi lebih sulit. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang kembali mengganas juga menjadi tantangan.
Sepanjang kuartal I-2022, rata-rata kasus positif harian Covid-19 di China adalah 8.589,1 orang/hari. Amat jauh lebih tinggi ketimbang rerata kuartal sebelumnya (77,73 orang/hari) atau kuartal I-2021 (67,34 orang/hari). 


Peningkatan kasus positif harian membuat pemerintah memberlakukan karantina wilayah (lockdown) di sejumlah daerah.
Salah satunya adalah distrik pusat ekonomi dan keuangan Shanghai. Wilayah ini berpenduduk sekitar 26 juta jiwa, kira-kira hampir sama dengan populasi Australia.
Lockdown Shanghai akan dibagi menjadi dua tahap. Pertama adalah mulai 27 Maret 2022 di bagian timur dan disusul 1 April 2022 di sebelah barat.

[table][tr][td]Baca:
Drama Shanghai Lockdown! Karyawan Nginap di Kantor-Bawa Mie[/td]
[/tr]
[/table]

"Di sektor manufaktur, pasokan dan permintaan turun. Lonjakan kasus Covid-19 di berbagai wilayah menganggu aktivitas manufaktur dan proses produksi. Permintaan pun berkurang, terutama untuk barang-barang konsumsi.
"Perang antara Rusia dan Ukraina juga mengganggu rantai pasok industri manufaktur dan mengerek harga komoditas. Biaya input meningkat signifikan, terutama untuk pembelian energi dan logam," jelas Dr Wang Che, Ekonom Senior Caixin Insight Group, seperti dikutip dari keterangan tertulis. 


Indonesia Ternyata Lumayan Juga 

Bagaimana dengan Indonesia?
Pada Maret 2022, skor PMI manufaktur Tanah Air ada di 51,3. Naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,2.
Meski cuma naik tipis, tetapi Indonesia masih lebih baik ketimbang negara-negara tetangga. Saat rata-rata negara Asia mengalami penurunan skor PMI manufaktur sebesar 0,87 poin pada Maret dibandingkan Februari, Indonesia naik 0,1 poin. Not bad lah... 


Dampak lonjakan kasus positif Covid-19 yang sempat melanda Indonesia masih terasa pada bulan lalu. Produksi industri manufaktur memang tumbuh, tetapi lajunya melambat. Selain itu, masalah logistik global juga menurunkan permintaan ekspor.

Pada kuartal I-2022, rata-rata kasus positif harian Covid-19 di Indonesia adalah 19.445,53 orang/hari. Jauh lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya (517,56 orang/hari) dan kuartal I-2021 (8.539,04 orang/hari). 

Seiring dengan peningkatan produksi, dunia usaha pun menambah rekrutmen karyawan. Laju pembukaan lapangan kerja menyentuh rekor tertinggi dalam hampir tiga tahun terakhir.
Peningkatan produksi dan penambahan karyawan membuat dunia usaha lebih banyak membeli bahan baku. Stok barang jadi pun meningkat.
Jingyi Pan, Economics Associates Director S&P Global, menyebut keyakinan dunia usaha di Tanah Air meningkat pesat. Peningkatan keyakinan ini terjadi secara konsisten seiring dengan meredanya pandemi Covid-19.
Akan tetapi, lanjutnya, kini ada masalah baru. Hambatan distribusi, logistik, dan rantai pasok semakin memburuk di tengah perang Rusia-Ukraina. Akibatnya, sektor manufaktur di berbagai negara mengalami tekanan, tidak terkecuali Indonesia.
"Kabar baiknya, kondisi ketenagakerjaan terus membaik. Dunia usaha yakin bahwa mereka akan terus membuka kesempatan kerja untuk mengantisipasi peningkatan permintaan dan produksi. Kami memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% tahun ini," sebut Jingyi Pan dalam keterangan tertulis. 

Sumber
0
647
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan