Kaskus

Story

IztaLorieAvatar border
TS
IztaLorie
Novel Fantasi Ujian Luvnesia
Hai, apa kabar Gan, Sis? Sudah lama Lori nggak upload di Kaskus. Kali ini Lori mau upload cerita fantasy teenlit. Semoga kalian suka.



“Kamu tahu? Membuat janji dengan fairy itu menakutkan tapi lebih mengerikan kalau mengikat janji dengan seorang penyihir.”

Novel Fantasi Ujian Luvnesia


UJIAN LUVNESIA


Blurb :
Siapa sangka keputusan Rista untuk mengikat janji dengan seseorang membuatnya terlempar ke negeri Luvnesia. Dia bahkan harus menjalani ujian cinta untuk membuktikan kesungguhan hatinya. Apakah cinta Rista akan menemukan cinta sejati ataukah harus melupakan kekasihnya karena mereka tidak berjodoh? Semua itu hanya bisa dijawab saat ujian Luvnesia berakhir. Siap nggak siap, dia harus menjalaninya.



Part 1
Sekolah Baru


Aku tersenyum saat melihat jari kelingking kami tertaut, tanda janji sudah dibuat. Memang terlihat kekanak-kanakan tapi kuhargai keinginannya. Lagian kami juga masih terlalu muda untuk berciuman, pinky promise aja sudah cukup. Tiba-tiba muncul kabut yang makin pekat membuat penglihatan kami terhalang. Kami tersedot dalam pusaran angin kencang.

“Apa ini?” Aku menggapai dengan panik. Berusaha menangkap tangannya.

Ledakan keras membuatku terpental. “Apa kamu baik-baik saja?” Suara dari kejauhan itu membuatku lega. Dia masih hidup.

Belum sempat kujawab, sudah terdengar suara desingan panah. Sekelompok orang berpakaian biru langit menghujani kami dengan panah api. Kekasihku pun diseret pergi menjauh meninggalkanku di sini. 

Aku bangkit berdiri dengan kemarahan yang berkobar. Kukeluarkan tongkat sihir dan menyerang dengan jarum-jarum es. Kulihat di kejauhan, kekasihku bertarung dengan orang bertopeng. Sebuah panah api menggores lengan menimbulkan luka bakar ringan.


Suara alarm yang keras membangunkanku dari mimpi menyeramkan ini. Tubuhku basah oleh keringat. Sudah beberapa hari ini aku bermimpi tentang pertarungan sihir. Apa aku harus berhenti membaca novel fantasi kesukaanku agar ceritanya tidak terbawa masuk alam mimpi. Tak heran karena terlalu tenggelam dalam bacaan fantasi akan membuatku tidak bisa membedakan fiksi dari kenyataan.


Aku memaksakan diri untuk bangun sesegera mungkin karena ini adalah hari pertamaku bersekolah di SMU Ceria. SMU Ceria memang SMU yang bagus di sini. Ayah ngotot mengharuskanku masuk ke SMU Ceria. Mana nilai mepet lagi, aku menggerutu dalam hati. Belum apa-apa sudah minder duluan. Gimana coba kalau tidak bisa mengikuti pelajaran. 


Baru memikirkannya saja sudah pusing setengah mati, padahal ayah selalu mematok standar yang tinggi untuk anak-anaknya. Coba kalau  masuk SMU Pelita pasti tidak kalah dengan yang lain.


Aku sudah berusaha bernegosiasi dengan ayah, tapi beliau tetap pada pendiriannya hanya karena SMU ini lebih baik peringkatnya dibandingkan SMU Pelita. Aku membela diri dengan mengatakan kalau banyak saudara-saudara sepupuku yang sukses walaupun mereka hanya lulusan SMU Pelita. Harus bagaimana lagi membatalkan keputusan ayah. Bunda juga tidak berani berkomentar membela karena bunda tahu kalau keputusan ayah adalah mutlak dilakukan.


Sepanjang pagi aku sudah ngoceh tidak jelas sambil bersiap-siap sekolah. Beberapa kali mematut diri dicermin meyakinkan diriku sendiri kalau sudah rapi. Ayah paling tidak suka anaknya berantakan.


"Ta... sudah jam berapa ini? Kamu mau telat masuk sekolah?" teriak ayah dari ruang tamu.


Jam dinding dikamarku menunjukkan waktu 06.10, masih sangat pagi. Ayah memang sangat tepat waktu, prinsipnya adalah lebih baik menunggu daripada ditunggu. Kalau aku berangkat sendiri pasti tidak seribet ini.


"Iya yah, Rista sudah siap kok,” sahutku sambil berjalan menuju Bunda untuk berpamitan.


"Bun, Rista berangkat dulu ya." Aku mencium pipi bunda.


Tak lupa aku juga menyapa adik semata wayangku. "Dah cemot...." Lambaian tanganku dibalas dengan juluran lidah. Aku terkekeh, dia memang tidak suka dengan panggilan itu. 


Benarkan masih sepi gini, eh tapi kok pada lari-lari, akhirnya aku juga ikut berlari menuju ke aula yang sudah penuh dengan murid baru. Hampir saja terlambat karena ternyata masuknya jam 06.30 bukan jam 07.00, untung tadi ayah yang anter jadi tidak terlambat. Aku harus berterima kasih kepada ayah sepulang sekolah nanti.


Hari ini diisi dengan pengumuman persiapan ospek serta acara sepanjang minggu. Besok pasti penuh perjuangan untuk menjadi murid baru. Kupandang wajah-wajah teman baruku, mereka terlalu serius mendengarkan. Kira-kira aku bisa nggak berteman dengan mereka kalau nggak merasa nyaman diawal pertemuan.


Bulu kudukku meremang saat merasakan pandangan tajam dari arah kanan. Perlahan-lahan aku menoleh. Cowok itu terlihat menyeramkan, kejam, dan cakep. Dia seperti musuh yang ada dalam mimpi burukku. Aku bergidik ngeri. Amit-amit jabang bayi, jangan sampai mimpiku jadi nyata.


***


Ospek yang tidak menyenangkan, apalagi tiap sore ada latihan paskib. Aku tidak suka dengan paskib, apesnya paskib adalah unggulan dari SMU Ceria. Kalau boleh milih aku pengen tiap sore tidak ikut latihan. Kenapa juga disebut SMU Ceria kalau aku tidak bisa ngerasain Ceria disini.


"Gimana ospeknya, Mbak?" tanya adikku dengan mimik lucu sengaja menggodaku.


"Enak … mau?"


Dia tertawa mendengar pertanyaanku. "Ogah ah, sebentar lagi juga bakalan cicipin sendiri."


Cemot alias Liliana dan aku hanya selisih 2 tahun, sebentar lagi dia juga merasakan yang namanya ospek. Rasakan besok kalau kena ospek.


Aku menyeret tas menuju ke kamarku, merebahkan diri di kasurku yang empuk untuk sekedar melepas lelah. Memejamkan mata sejenak sebelum makan.


"Mbak, disuruh bunda makan dulu." Lili mengintip di depan pintu lalu menutup kembali pintu kamarku saat sudah selesai bicara.


Sepeninggal adikku, aku masih lanjut merenung tentang ospek. Tinggal  sehari lagi ospek berakhir tapi aku sudah bosen melihat tampang-tampang jutek plus kucel dari senior cewek dan juga tatapan norak senior cowok yang ngecengi murid baru. Mana kucel-kucel dan item-item tidak ada yang cakep, ketua OSIS-nya saja cupu apalagi anak buahnya.


Kenapa ospek tidak dihapus saja, kasihan orang tua yang bayar mahal tapi anak-anaknya diperlakukan seperti ini.  Selama ospek, kita-kita disuruh bawa barang-barang yang aneh-aneh, tidak berguna dan diluar batas kewajaran manusia.


Besok di suruh membawa susu cap telur kuda. Sejak kapan kuda bertelur, ada-ada saja. Berkat kerjasama dan otak kreatif dari seluruh anggota keluarga, aku jadi bisa menyelesaikan tugas yang harus dibawa besok. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, harus buru-buru tidur biar tidak kesiangan berangkat sekolah. Ayah, Bunda dan Liliana sudah masuk kamar dari tadi, pasti mereka kecapekan karena membantuku.


***


"Ris, sudah jam berapa ini?" teriak Bunda dari dapur.


"Jam 04.30, Bun ... tenang saja, Rista sudah bangun kok."


Aku bergegas mandi karena aku tidak mau terlambat dihari terakhir ospek. Aku bersemangat untuk mengakhiri ospek dengan sukses tanpa hukuman.


Dengan mulut penuh makanan aku masih saja sibuk mengecek perlengkapan yang harus dibawa, tindakanku membuat Bunda ngomel-ngomel pasalnya Bunda sedang mengikat rambutku menjadi 5 kuciran.


"Aduh... sakit Bunda,” protesku.


"Siapa suruh kepalanya gerak-gerak terus?" jawab Bunda sewot.


Segera setelah selesai dikuncir aku berangkat ke sekolah, jangan sampai terlambat. Sesampai di aula aku memilih tempat duduk urutan kedua agar jelas kalau mendengarkan penjelasan dari pembicara. Teman-temanku duduk dengan tertib dan serius mendengarkan membuatku bosan karena harus pura-pura serius mendengarkan seperti mereka.


Tak terasa jam menunjukkan pukul 11.00, ini saatnya ospek terakhir dimulai. Senior-senior berkeliling mencari mangsa. Perasaanku jadi tidak enak saat salah seorang senior cewek mendekatiku. 


Aduh mati aku kalau sampai dihukum, moodku pasti jelek sampai malam nanti. Seminggu ini aku sudah lolos dari hukuman masa hari terakhir aku musti cicipin hukuman, sia-sia perjuanganku selama ini.


"Ini dikucir berapa? Harusnya kucir lima bukan kucir dua!" bentak kak Lisa sambil menarik rambutku.


Sakit tapi aku tidak berani mengeluh takut makin menjadi-jadi tingkahnya, "Ini kucir lima, Kak. Berhubung rambutku keriting jadi kucirannya tidak kelihatan. Kalau tidak percaya cek saja, Kak."


"Eh berani kamu sama senior!"


"Sudah-sudah, coba hitung saja, Lis." Kak Ninda yang baik hati memberi saran.


"Satu, dua, tiga, empat, lima pas kok, Lis, Nda." Frida sudah dua kali menghitung.


"Masa sich? Coba sini aku yang hitung. Satu, dua, tiga, empat, lima. Eh bener ada lima." Kak Lisa terheran-heran.


Huft leganya karena lepas dari hukuman. Selesai senior cek kelengkapan ospek para murid baru disuruh menuju ke lapangan untuk dijemur eh latihan paskib maksudnya. Panas terik seperti ini kami harus berlatih paskib sampai keringat bercucuran dan capek rasanya karena berjalan mondar-mandir mengelilingi lapangan sekolah yang luas.


"Apa kalian sudah capek?" tanya salah satu senior.


Kami dengan kompak menjawab, "Capek, Kak."


"Sebagai hadiah sebelum ospek berakhir kami akan memberikan kalian minuman." katanya sambil tersenyum, kami juga ikut tersenyum.


Kak Lisa datang membawa segelas besar teh, "Segelas teh ini harus cukup untuk kalian semua." Deg, kami semua terkejut dan mulai berpikir yang tidak-tidak.


"Semua harus minum dan orang terakhir harus menghabiskannya,” lanjut Kak Lisa.


Kutatap gelas berisi teh berbuih, ini beneran teh atau bukan ya. Baunya agak aneh. Jangan-jangan sudah basi.


 “Cepat minum!” bentak kak Lisa.


Felly mendapat giliran terakhir dan harus menghabiskannya, kami memandanginya dengan kuatir karena kalau tidak habis kami semua dapat hukuman. Ternyata masing-masing dari kami cuma meminum sedikit sekali jadi sampai akhirpun masih sisa setengah gelas besar.


Felly menatap gelas dan kami semua bergantian. Dia menelan ludah beberapa kali lalu menutup mata. Tak butuh waktu lama untuk menghabiskannya semua. Felly menutup mulut menahan rasa mual yang muncul. Aku yang kasihan mengambil alih gelas dan menyerahkan pada kak Lisa. Mata Felly berkaca-kaca. Resti mengelus-elus punggungnya.


"Dengan ini maka ospek resmi ditutup,” teriak Kak Aldo sang ketua Osis dengan semangat.


"Yey!" Kami bersorak dan melompat bersama-sama.


Felly segera berlari ke wastafel terdekat untuk memuntahkan teh tadi. Resti menyerahkan air putih padanya.


Diubah oleh IztaLorie 06-03-2022 09:40
bukhoriganAvatar border
CahayahalimahAvatar border
Cahayahalimah dan bukhorigan memberi reputasi
2
1K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan