Kaskus

Story

oulaaaAvatar border
TS
oulaaa
Kau Pinang Aku dengan Bualanmu (Part III)
Part III

Bualan... Pinangan...



Tita menangis. Lisa tertegun dan tak lama matanya pun terlihat berkaca-kaca. Digenggamnya tangan Tita,

" Kalo memang lo gak sanggup buat nyelesain cerita ini, gue bisa ngerti, Ta. Maaf gue terlalu maksa lo. Gue gak tau kalo masalah ini ternyata sangat membebani hidup lo."

Hampir jam sepuluh malam dan sudah tiga jam lebih mereka menghabiskan waktu membahas kisah "cinta bodoh" Tita. Lisa sekarang bisa paham, bahwa meski Tita mengatakan bahwa ia sendiri tidak mengerti tentang perasaannya, ia tau bahwa Tita mencintai pria itu. Menurutnya, ini cinta untuk Dimas yang teralihkan, karena Dimas meninggalkan Tita dan pria picik bernama Bastian itu mengetahui kelemahan sahabatnya ini dan memanfaatkannya.


"Gue malu, Sa.", ditengah tangisnya Tita berkata lirih. 
"Sejak awal gue sudah berusaha untuk menjauh dari dia karena dia ternyata sudah punya istri." "Banyak cara sudah gue coba, tapi sikapnya selalu meluluhkan hati gue. Gue terlalu bodoh, Sa."

"Sikap lo gak tegas, Ta. Dia gak menangkap itu, atau... bisa juga dia ngerti..., cuma sengaja keukeuhdeketin lo."

"Tapi lo ya memang begitu. Yang selalu lo perhatiin dan dahuluin itu perasaan orang lain, bukan perasaan lo sendiri.", kali ini Lisa mencoba untuk menenangkan hati sahabatnya meski ia tidak mampu menyembunyikan emosi yang sejak tadi menggelegak akibat kenaifan Tita.

"Menurut dia, gue egois, Sa. Gue gak bisa menghargai dan mengerti perasaannya. Karena itu dia ninggalin gue", Tita terlihat lebih tenang dan berusaha kembali meneruskan ceritanya.

"Lo gimana siy, Ta? Masih aja ngebelain dia. Emosi gue dengernya.", emosi Lisa kembali tegang seperti saat Tita mulai bercerita tadi, tepat sesudah makan malam mereka selesai. 

"Sadar gak..., kalo lo lebih ngeduluin kepentingan dia untuk banyak hal?"

"Dan gue gak bisa terima waktu dia ngebanting handphonebaru lo sampe layarnya pecah, hanya karena lo beli handphone itu tanpa persetujuannya."

"Memangnya dia siapa? Lo beli handphoneitu gak pake uang dia kan?" 

"Gue inget kalo dulu lo pernah bilang bahwa handphoneitu lo beli karena lo suka banget dan bela-belain ngabisin sisa-sisa tabungan lo demi beli handphone itu."

"Gue heran deh, Ta. Kok lo bisa ya..., jadian sama pribadi norak, childishdan gak berperasaan begitu."

"Lo egois dan gak berperasaan itu cuma alasan diaaa.... Dia ninggalin lo karena dia udah gak bisa dapet keuntungan apa-apa dari lo, Ta." 

"Lo udah gak bisa beliin dia lagi motor, handphone...,gak bisa lagi menuhin apa yang dia mau karena lo udah gak punya uang." 

"Dia sadar kalo lo bukan orang kaya seperti yang dia kira sebelumnya. Lo cuma perempuan yang mencintai dengan bodoh." 

"Yang tersisa dari lo cuma perasaan lo buat dia, dan akhirnya dia bisa menemukan orang lain dan dia bisa dapetin yang dia mau dari perempuan itu dan lo mulai nunjukkin kecemburuan lo, dan.......", Lisa menghela nafas panjang. Berusaha untuk meredakan emosinya sendiri sebelum ia melanjutkan kembali.

"Itu yang bikin dia pergi. Lo udah gak penting buat dia, malah jadi ancaman untuk keluarganya karena lo mulai nunjukkin kecemburuan lo."

"Lo bisa ngerti kan, Ta?", Lisa berusaha menjelaskan dengan nada yang menggebu-gebu. Ia berharap Tita bisa menjadi lebih cerdas dan segera move ondari lelaki bernama Bastian itu. 

"Oyaaa..., satu lagi yang perlu lo sadari, kalo dia sering kirim rayuanby whatsapp untuk istrinya bilang kangen lah, sayang lah...., mau dibawain makanan apa kalo dia pulang..., sewaktu dia lagi bareng sama lo, he is definitely the real player... a jerk, damn it, Tita...."

"It's very clear.... Sementara lo sendiri cuma bisa diam dan nahan perasaan waktu liat drama itu kan?" 

Seketika air mata Tita kembali tumpah. Kali ini tanpa suara. Hatinya terasa begitu perih sampai tanpa disadarinya, Tita mengepalkan tangan dan meletakkannya didada. Kepalanya tertunduk dalam.

 

"Sudah..., gue sudah gak mau ngebahas ini kalau pada akhirnya membuat lo tersiksa, Ta.", Lisa tak sanggup melihat Tita.

"Kenapa masih kerasa sakit ya, Sa? Rasanya seperti...., gue inget sewaktuu.., gue ingeeet... waktu dia bilang dia bakal nikahin gue... dengan syarat..., diaaa..., dia gak berkewajiban untuk ngasih gue uang..., untuk kebutuhan gue. Gue diminta cari sendiri karena gue kerja. Saat itu gue gak kepikiran untuk nikah, tapi tiba-tiba dia berkata begitu. Dia bilang mau nikahin gue tapi....", suara Tita terdengar sangat lirih, ia mencoba kembali untuk menjelaskan dengan terbata-bata. 

Tita ingin mengeluarkan semua yang ada di hatinya. Dia berharap luka di hatinya bisa segera sembuh dengan menceritakan kepada Lisa semua perasaan yang selama ini ditahannya sendiri.

 

"What the fuu....", Lisa hampir tak mampu menahan emosinya ketika ia mendengar kembali cerita Tita. 

Ia mampu merasakan bagaimana tersiksanya Tita. Lagi-lagi Lisa menarik nafas panjang dan kali ini sembari menenggak draft beerdingin dari gelasnya. Ia berharap beer dingin itu dapat ikut mendinginkan kepalanya. 

"Tita..., please. Gue gak mau lo nyakitin diri lo sendiri. Sudahlah. Gue aja gak suka dengernya, Ta. Lo gak ada harganya dimata dia. Dia berhasil membuat diri lo terpuruk dan dia akan lebih berhasil lagi kalau lo gak berhenti memikirkan semua ini dan ninggalin semua sebagai masa lalu yang harus lo lupain. Please..., Ta. Please..."

"Sadari itu semua sebagai bualannya untuk lo. Dia gak akan pernah nikahin lo dan gue gak akan pernah mengijinkan itu karena gue gak rela ngeliat lo begini. Laki-laki itu sudah mempermalukan lo didepan semua teman-temannya dengan mengumbar-umbar hubungan kalian..., dia gak pantes mendapat pembelaan. Apalagi dari lo sendiri, Ta."

"Dia tau hubungan kalian berdua gak wajar, tapi dia malah dengan seenaknya menceritakan itu semua ke teman-temannya. Itu brengseeeek, Tita.... dan apa..., tadi lo juga bilang dia mempermalukan mantannya dengan cara dia kan? Jangan sampe seudah ini, gue masih denger pembelaan lo buat dia. Please..., Ta", lagi-lagi Lisa berusaha menjelaskan dengan suara pelan. Entah kenapa hatinya sendiri merasa terluka dan tidak terima mengetahui perlakuan yang diberikan pria tak berperasaan itu pada sahabatnya.

Tita masih terlihat menekan dada kirinya dengan kepalan tangan. Ia merasakan sakit yang sama saat mengetahui Dimas meninggalkannya untuk perempuan lain. Perasaan pilu yang teramat sangat. Rasa yang membuat dadanya sesak, tajam menghujam hatinya. 

Perasaaan semacam itu sempat beberapa kali dirasakannya. Ketika ia sudah dan masih bersama Bastian. Tita mengenali perasaan itu sebagai rasa yang ditinggalkan Dimas..., yang baginya akan berlalu bersama dengan waktu. Hingga kini Tita belum mampu menyadari, bahwa sesungguhnya, cintanya untuk Dimas tidak pernah bisa pergi.

<3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3

Tiba-tiba terdengar suara dering handphone Tita. Tita memberikannya pada Lisa. Ia tidak mampu berbicara saat ini. Dibiarkannya Lisa menjawab panggilan telfon itu. Nomor tidak dikenal. 

"Halo, selamat malam. Maaf, apa betul saya berbicara dengan Ibu Marietta Maximiliana?", terdengar seseorang berbicara di sambungan telfon.

"Iya, betul. Ada yang bisa saya bantu, Bu?", Lisa menjawab sebagai Tita. 

"Saya dari rumah sakit Kasih Suci, Bu. Kami menerima pasien korban kecelakaan tunggal dan sedang berusaha untuk menghubungi pihak keluarga. Kami menemukan nama Ibu di panggilan terakhir ponsel korban.", suara itu terdengar kembali. 

Samar-samar mendengar kata pasien dalam pembicaraan, Tita segera memandang serius Lisa. Menunggu sahabatnya itu menjelaskan apa yang baru didengarnya. 

"Pasien siapa, Sa?", setengah berbisik Tita bertanya tak sabar.

Lisa mengangkat jari telunjuk didepan hidung, meminta Tita menunggu. 

"Baik, Bu. Saya segera ke rumah sakit. Tapi, saya bukan keluarga korban. Saya temannya, Bu.", Lisa menjelaskan karena ia tidak mengenali dengan jelas pria yang kini diyakininya sebagai korban kecelakaan itu. Dan Lisa juga tidak mengenal keluarganya. Lalu Lisa meminta sang penelfon untuk mencoba mencari dan menghubungi nama dan nomor lain di ponsel yang kira-kira terkait keluarga dengan korban.  

"Siapa, Sa??", kali ini Tita bertanya sembari menggoyang-goyangkan lengan Lisa. Jantungnya berdegup kencang. Tiba-tiba dirasakannya angin semilir menerpa pipinya. Air matanya jatuh. 

"Gue gak bisa jelasin sekarang. Kita harus segera ke rumah sakit. Di mobil nanti gue cerita ya...", Lisa bergerak cepat, namun ia tak ingin membuat Tita menjadi panik. Lisa lalu memanggil waiter. Meminta tagihan semua pesanan mereka dan membayarnya. Dibantunya Tita berdiri dan meminta sahabatnya itu untuk segera berjalan menuju mobil miliknya yang terparkir di halaman cafe.

Lisa dan Tita berjalan tanpa suara. Sesampainya dihalaman cafe, Lisa segera membantu Tita untuk duduk didalam mobil dan menutup pelan pintunya. Masih sempat terdengar oleh Tita suara lagu dari dalam cafe yang terdengar pada pengeras suara di halaman...  

They said, "I bet they'll never make it"
But just look at us holding on
We're still together, still going strong, mm...


You're still the one I run to
The one that I belong to
You're still the one I want for life
(You're still the one)
You're still the one that I love
The only one I dream of
You're still the one I kiss goodnight









to be continued
Diubah oleh oulaaa 03-03-2022 07:43
bukhoriganAvatar border
nananinanunuAvatar border
nananinanunu dan bukhorigan memberi reputasi
2
670
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan