Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Junta TNI - Polri, Gambit Istana Lawan Makar Kyai
Spoiler for Ilustrasi Cak Imin:


Spoiler for Video:


Skak mat. Ucapan itu keluar dari seorang mulut seorang bapak yang tengah bermain catur dengan temannya di sebuah warung kopi. Dengan terbahak-bahak bapak itu tertawa mengejek temannya yang bisa kalah hanya dengan beberapa langkah. Saya pun menjadi penasaran dan ikut melihat permainan si bapak itu.

Permainan pun berulang. Hal yang pertama kali menjadi perhatian saya adalah si bapak yang menggunakan bidak putih terlihat memancing temannya agar memakan pion caturnya. Umpan dimakan, dan ternyata berakibat terbukanya jalur ‘Perdana Menteri Putih’ untuk memakan ‘Raja Hitam’. Ia pun berkata, skak!

Saya pun sedikit takjub dengan manuver taktis yang dilakukan si bapak.

Lantas dengan menggunakan HP di tangan, saya mencari tahu manuver mengorbankan ‘bidak’ seperti itu. Setelah melihat-lihat situs yang ada di Google, barulah saya tahu yang dilakukan bapak itu adalah salah satu teknik pembukaan dalam catur yang disebut dengan Gambit. Yakni istilah ketika pemain mengorbankan satu atau lebih pionnya sebagai bagian dari strategi untuk mendapat keuntungan dalam gerakan selanjutnya. Spesifiknya, yang dilakukan si bapak adalah Teknik Queen’s Gambit.

Menariknya, istilah Gambit bukan barang baru di dunia politik. Tengok saja contohnya saat Theresa May yang melakukan langkah ‘Gambit’ dengan memajukan waktu pemilihan umum Perdana Menteri UK, yang ternyata tetap menakdirkannya sebagai PM UK hingga 2019. 

Contoh lainnya dapat kita lihat pada isu penundaan Pemilu 2024 yang menjadi perbincangan hangat dunia perpolitikan Indonesia beberapa hari belakangan ini.

Pada Rabu, 23 Februari 2022, Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda. “Dari seluruh masukan itu saya mengusulkan Pemilu 2024 itu ditunda satu atau dua tahun. Agar momentum perbaikan ekonomi ini tidak hilang dan kemudian tidak terjadi freeze (pembekuan ekonomi) untuk mengganti stagnasi selama 2 tahun masa pandemi,” kata Cak Imin.

Cak Imin mengklaim banyak mendapat masukan dari kalangan dunia usaha, bahwa memasuki tahun 2022 ini ada peluang besar untuk memulihkan ekonomi Indonesia, dan untuk memulihkannya dibutuhkan waktu selama 2 tahun.

“Mereka menyatakan bahwa 2022-2023 akan ada tren momentum-momentum perbaikan yang dahsyat dan akan ada peluang untuk bangkit lebih baik dibanding negara-negara mana pun,” katanya.

Oleh karena itu Cak Imin menilai momentum ini tidak boleh diabaikan apalagi selama pandemi telah terjadi inefisiensi dan stagnasi kegiatan sosial politik, ekonomi masyarakat, dan yang paling terpukul adalah UMKM.

Atas dasar itu, Cak Imin melihat pemilu yang sudah direncanakan diadakan tahun 2024, tidak boleh sampai mengganggu prospek ekonomi yang baik itu. Sebab menurutnya pemilu dapat menyebabkan tiga kondisi. Pertama, para pelaku ekonomi melakukan wait and see. Kedua, transisi kekuasaan dan pemerintahan biasanya mengakibatkan ketidakpastian ekonomi, sehingga mengganggu momentum pemulihan ekonomi. Ketiga, pemilu juga dikhawatirkan menjadi eksploitasi ancaman konflik.

Oleh karena itu, ke depannya, Cak Imin akan mengkomunikasikan penundaan pemilu tersebut kepada para pimpinan Partai politik.

Sumber : Merdeka[Demi Pemulihan Ekonomi, Cak Imin Minta Pemilu 2024 Ditunda]

Lantas benarkah penundaan pemilu yang diusulkan Cak Imin benar-benar demi keutamaan perekonomian rakyat Indonesia?

Peneliti dan pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai gagasan Cak Imin soal penundaan pemilu tidak relevan. “Saya kira gagasan dari Cak Imin itu tidak ada relevansinya, tentu karena ada tiga argumen,” ujar dia pada 23 Februari 2022.

Pertama, tidak ada alasan untuk menunda Pemilu 2024 karena konstitusi sudah mensyaratkan bahwa pemilu dilakukan lima tahun sekali. Selain itu, konstitusi juga sudah memiliki klausul bahwa presiden itu hanya menjabat lima tahun dan dapat diperpanjang lima tahun. Hal itu bisa saja terjadi jika DPR dan MPR melakukan amandemen. Tetapi itu artinya DPR dan MPR mengingkari sial tertib politica.

Kedua, pentingnya pembatasan kekuasaan dalam negara-negara demokratis. Pembatasan kekuasaan itu memiliki tujuan untuk regenerasi, sirkulasi elit, serta agar pemimpin tidak berpotensi menjadi tidak demokratis.

Ketiga, meski Indonesia pernah mengalami penundaan pilkada di tahun 2020, tapi itu terjadi karena dalam kondisi yang sangat luar biasa yakni adanya pandemi. Sedangkan pemilu masih jauh tahun 2024. Dalam kasus pilkada pun meski aktivitasnya ditunda tapi masa jabatan kepala daerah tidak diperpanjang dan diambil alih oleh pelaksana tugas.

Sumber : Tempo [Muhaimin Usul Pemilu 2024 Ditunda karena Stagnasi Ekonomi, CSIS: Tak Masuk Akal]

Sementara Pengamat politik dari Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi meyakini alasan pemunduran jadwal pemilu yang diusulkan Cak Imin terkait dengan keengganan beberapa kalangan, seperti PKB, untuk ikut pemilu mendatang.

Menurut Ari yang juga dosen Universitas Indonesia itu, Cak Imin menyadari masih kekurangan modal untuk pemilu 2 tahun lagi. Mulai dari modal dana, hingga modal politik. Ditambah lagi biaya pemilu yang akan membengkak karena efek pandemi.

Selain itu, ada kekhawatiran dari PKB kehilangan momentum mengingat elektabilitas Cak Imin masih rendah. Tengok saja dalam berbagai survei, elektabilitas Cak Imin sebagai capres masih sangat rendah. Di survei lembaga Indikator Politik Indonesia bulan Januari lalu, Cak Imin hanya memperoleh elektabilitas 0,3%. Sementara berdasarkan survei kolaborasi Politika Research & consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI) akhir tahun 2021, elektabilitas tokoh NU tersebut hanya sebesar 0,1%. Bahkan dalam Survei Kepemimpinan Nasional Kompas terbaru, nama Cak Imin tak masuk sebagai capres pilihan.

Manuver Cak Imin juga dianggap akan mengganggu kerja-kerja Presiden Jokowi, termasuk dalam penanganan pandemi Covid-19. Apalagi saat ini Jokowi sedang fokus menggarap proyek besar pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

Padahal Jokowi sendiri sudah pernah menyatakan tidak berminat untuk menjabat sebagai presiden melebihi yang sudah ditentukan konstitusi.

Sumber : Kompas [Manuver Minta Pemilu Diundur, Cak Imin Dinilai Khawatir Kalah karena Elektabilitas Susah "Ngangkat"]

Selain melanggar konstitusi, penundaan pemilu juga akan mengakibatkan kekosongan kekuasaan. Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menjelaskan usulan penundaan pemilu berkaitan langsung dengan norma konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 45.

"Secara spesifik Pasal 22E UUD 45 secara imperatif menyatakan bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali," katanya pada 27 Februari 2022.

Aturan tersebut kata Yusril berkaitan erat dengan masa jabatan anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Setelah lima tahun sejak dilantik, maka masa jabatan penyelenggara negara tersebut berakhir dengan sendirinya.

Oleh karena itu, apabila pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, jabatan yang diduduki penyelenggara negara tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Tidak adanya dasar hukum, menyebabkan semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi ilegal alias tidak sah.

Apabila para penyelenggara negara semuanya ilegal, maka kata Yusril, tidak ada kewajiban apapun bagi rakyat untuk mematuhi mereka. Rakyat akan jalan sendiri-sendiri menurut maunya sendiri.

Rakyat berhak untuk membangkang kepada Presiden, Wakil Presiden, para menteri, DPR, DPD, dan juga kepada MPR karena apapun keputusan yang mereka buat tidak sah.

Yusril mengatakan penyelenggara negara (eksekutif) yang masih legal di tingkat pusat nantinya adalah Panglima TNI dan Kapolri. Pasalnya kedua penyelenggara negara ini hanya dapat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan DPR.

Apabila posisi Presiden dan DPR saja sudah ilegal maka tidak mungkin mengganti Panglima TNI dan Kapolri. Lalu karena posisi presiden berstatus ilegal, maka Panglima TNI dan Kapolri dapat membangkang perintah presiden yang ilegal tersebut.

Sementara itu, di daerah, gubernur, bupati dan walikota masih sah menjalankan roda pemerintahan jika masa jabatannya belum habis. Akan tetapi, tidak disertai kontrol DPRD dan juga tanpa pertanggungjawaban kepada presiden. Oleh karena itu, keadaan bangsa dan negara akan benar-benar carut marut akibat penudaan pemilu. Dalam suasana seperti itu, timbullah anarki.

Yusril menegaskan persoalan penundaan pemilu yang berimplikasi kepada legalitas dan legitimasi kekuasaan ini tidak bisa diselesaikan dengan usulan-usulan ketua-ketua umum parpol yang sarat dengan kepentingan politik.

Yusril yang juga kuasa hukum tim Jokowi-Maruf pada Pemilu 2019 lalu itu menambahkan, penundaan Pemilu 2024 hanya mungkin mendapatkan keabsahan dan legitimasi jika dilakukan dengan menempuh tiga cara, yakni: (1) amandemen UUD 45, (2) Presiden mengeluarkan dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner, dan (3) menciptakan konvensi ketatanegaraan yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.

Sumber : Tribunnews Jateng [Yusril: Jika Pemilu Diundur, Hanya Panglima TNI & Kapolri yang Legal]

Dampak dari penundaan pemilu seperti yang dipaparkan Yusril tidak mungkin tidak diketahui oleh Cak Imin, partai, maupun organisasi afiliasinya bukan?

Jika kita menganalisis motif ekonomi yang dipaparkan Cak Imin beserta kritikan beberapa pengamat politik dari CSIS dan Nusakom Pratama Institute, maka sebenarnya seluruh legislatif yang berisikan parpol-parpol diuntungkan dengan adanya penundaan pemilu ini. Terbukti dari beberapa parpol yakni Golkar dan PAN menyetujui usul PKB untuk menunda pemilu.

Alasannya memang karena ekonomi, tapi bukan karena ekonomi rakyat Indonesia secara umum.

Kampanye dan meningkatkan elektabilitas tentu membutuhkan modal. Selama 2 tahun pandemi terjadi, perekonomian luluh lantak yang menyebabkan para legislator ini hanya menerima gaji tanpa dapat mengembangkan usaha sampingan di luar pekerjaannya.

Artinya mereka akan kekurangan modal untuk kampanye di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Begitu pula dengan Pilkada, banyak calon yang mau maju Pilkada 2024 akan kekurangan modal karena pandemi. Situasi ini menunjukkan adanya potensi kuat terbentuknya perselisihan antara pihak legislatif pusat-daerah dan para eksekutif daerah dengan pihak eksekutif pusat (Istana). Situasi tersebut juga akan memperlihatkan posisi vital para tokoh agama, khususnya Blok NU tradisional sebagai penentu arah pemilih di daerah.

Mencuatnya desakan untuk menunda pemilu 2024 dari tokoh NU Cak Imin jelas menggambarkan peningkatakan ketegangan antara blok politik presiden dengan blok politik wakil presiden di mana ada ambisi yang kuat dari NU untuk menjadikan kader NU sebagai Presiden di 2024.

Kondisi kekurangan modal dari legislatif pusat – daerah dan eksekutif daerah inilah yang terlihat dimanfaatkan oleh kelompok parpol yang berafiliasi kuat dengan NU, yakni PKB – PPP untuk melontarkan desakan penundaan Pemilu 2024, dengan ancaman kekacauan sipil yang bisa dipanaskan oleh para tokoh NU Tradisional, jika tidak dipenuhi.

Maka di sinilah gerakan ‘Gambit’ dari pihak istana dilancarkan, yakni dari pernyataan Yusril Ihza Mahendra terkait penundaan pemilu. Sudah disampaikan sebelumnya oleh Yusril bahwa penundaan Pemilu 2024 akan menjadikan seluruh eksekutif dan legislatif kehilangan legalitas jabatannya, sehingga jabatan legal tertinggi jatuh kepada Panglima TNI dan Kapolri.

Ketegangan antara Blok Presiden dengan Blok Wapres ini sebenarnya sudah diupayakan untuk direkatkan kembali oleh Ketum PBNU baru Yahya Staquf terkait misinya melakukan depolitisasi NU. Kita harus ingat bahwa perjanjian politik antara kelompok Teuku Umar dan NU saat 2019 dahulu adalah agar tidak ada ambisi dari pihak NU untuk menjadi Capres di 2024. Namun meski Ketum PBNU Yahya telah berupaya untuk depolitisasi NU, yang terjadi adalah Cak Imin dan pihak NU Tradisional mulai dari Wapres hingga mantan Ketum PBNU Said Aqil tetap bersikukuh agar tokoh NU alias kyai tetap menjadi Capres di 2024 nanti. Meski harus mengerahkan kekacauan demi mencapai ambisinya lewat penundaan pemilu.

Oleh karena itu, pernyataan Yusril merupakan sinyal keras dari blok politik presiden bahwa mereka siap menerapkan kabinet darurat jika terjadi kekacauan sipil sporadis imbas gerakan para tokoh NU Tradisional. Pernyataan ini merupakan penekanan bahwa Blok Nasionalis siap menggulung Blok Tradisional Agama (NU).







Diubah oleh NegaraTerbaru 03-03-2022 08:04
satyadimitriAvatar border
hendrixakbarAvatar border
Bgssusanto88Avatar border
Bgssusanto88 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.9K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan