Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

v9ryAvatar border
TS
v9ry
Kesamaan yang Menurun
Kesamaan yang Menurun
Pernah melihat buah jatuh tak jauh dari pohonnya? Bukan itu, maksudku adalah fakta dalam realita kehidupan. Nah itulah aku yang mempunyai kesamaan persis seperti bapakku, sedikit konyol dan banyak ceroboh. Haha ya hanya sedikit baik yang bisa dipetik dari dua sifat itu dan aku tahu itu.

"Nasinya sudah dimasukkan ke panci leee?" Pertanyaan dari ibuku.

"Sudah buuu baru aja tadi," Sahutku saat itu.

"Ndak berangkat ke pengajiannya ustadz Sholihin awakmu lee?" Pertanyaan lain dari bapakku.

"Ini mau berangkat kok pak ndak papa agak telat hehe," Jawabku sambil melebarkan senyum.

"Yoalaaaahh yo cepet berangkat nanti malah dapat setengah-setengah ilmunya".
"Bapak sendiri ndak berangkat?," Tanyaku heran.

"Bapak ngantukkk, nanti kamu aja yang sampaiin ilmunya ke bapak," Sambil merebahkan badannya di kursi panjang ruang tamu.

"Astagaaaa yo berangkat juga toh pak nanti..kalau ilmunya anakmu setengah-setengah terus disampaikan ke bapak nanti sesat, bapak juga ikut sesat," Jawab ibu kesal ke bapak.

"Ndak kira to bukk, kalo sesat yo jelass...jangan diikuti nanti malu berjalan sesat ditanya malahan".

"Malu bertanyaaaa sesat di jalannnn pakkkk..!!!Gimana sih malah dibalik," Sankin gregetnya ibu sampai mendaratkan pukulan telapak tangannya ke bahu bapak.
"Oh iya yo hahahahaha". Tawa khas kekonyolan bapak.

Sedikit kudengarkan kekonyolan bapak yang banyak diceritakan tetangga, dari memanjat pohon pisang, memanam singkong pake pot plastik, mancing tanpa umpan dikailnya, yah paling parah dan bersejarah adalah membajak sawah menggunakan sebilah parang dan masih banyak lainnya ya itulah bapakku.
Pengajian biasanya akan diisi kurang lebih 1 jam, dan aku hanya mendapatkan setengah dari ilmunya karena aku telat. Diperjalanan pulang aku bertemu pak RT yang pulang berlawanan arah dengan jalurku.

"Nakkk cepetan pulang di cari ibumu...ada oleh-oleh kata ibumu tadi," Kata pak RT sambil terus mengayuh sepedanya dan sedikit ekpresi tertawa di bibirnya.

"Ohh baik pakk, makasih pakkk," Jawabku cepat dan segera melebarkan langkahku untuk pulang.

Sampai di depan rumah terlihat ibu berdiri sambil mengecek pinggangnya, mondar mandir kesana ke sini seperti ada sesuatu yang mengganjal, ditambah raut wajahnya yang sangat familiar untukku terutama bapakku.
Belum sempat ku ucapkan salam pada ibukku, tiba-tiba sebuah anak panah dari sapu rumah terbang ke arahku dan dengan gesitnya aku menghindarinya seperti dalam film-film action.

"Kesini kamuuuu..Eeeeeee....Yoalaaa maksudnya bukan gitu to leeeee," Suara marah bercampur greget dari ibu yang kini jari jemarinya telah mencengkram erat kedua kupingku.

"Aduh duh iya buu ada apa to buu..?" Sahutku sambil menahan perihnya jurus andalan ibu.

"Nasinyaaa leeee.. Nasiiii," Dengan nada sedikit tinggi yang diucapkan tetap didepan telingaku yang sedang terkena jurus.

"Hah..? Nasii??.. Ndak ada nasinya buu tadi dimasjid ndak ada yang bagiin nasi buuu, ibu nungguin berkat nya dari pengajian?". Jawabku polos kepada ibu, yang sepertinya menjadi salah karena mukanya kini malah berubah menjadi seperti algojo yang siap mengahabisi korbannya.

"Bukannn leeeeee!!!! Nasi yang ibu suruh masukkan tadiiiiii!!!kan ibu bilang masukkan nasinya ke panci, kenapa malah yang masih beras kamu masukkannn!!! Nasi yang di panci sebelahnya leeee yang udah ibu bersihinnnn udah ibu masakkk!!! Nah ituuuu!!! Yang ituu yang dimasukkan untuk dikukusss!!!". Sangking kesalnya ibu suara itu menggelegar sangat keras sampai bapak terbangun.

Malam itu aku mendapatkan dua kali pengajian sekaligus dalam satu malam, satu dari pak Sholihin ya satunya lagi dari ibu, walau ibu terkesan kesal dan seperti marah tapi sebenarnya dia tidak marah karena dia ibu dengan penuh sosok kesabaran. Tanpa kusadari tawaku malam itu menjadi persis seperti tawa bapak yang khas, karena bapak pun sampai terbangun pada saat itu suara tawa kami berdua berbarengan dengan nada khas dari rasa tak bersalah sama sekali. Akhirnya aku mematahkan kata-kata dari pepatah "Nasi telah menjadi bubur," tidak dengan malam itu dirumah yang terjadi adalah "Nasi telah menjadi kerak," karena nasinya menjadi angus dan menempel didalam panci. Haha ya memang tak jauh dari pohonnya kan.
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
267
0
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan