Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

v9ryAvatar border
TS
v9ry
Pudar dan Menjadi Gelap
     Pudar dan Menjadi Gelap


Jelas sekali raut wajah Bintang yang tampak muram menatap langit. Gurauan dan cekikikan dari teman-temannya pun tak dihiraukan nya. Terasa sangat lembut angin yang menerpa mukanya malam ini, mata dengan tatapan kosong yang tadi terpaku melihat indahnya konstelasi dari sekumpulan bintang mulai dipejamkannya pelan-pelan, sambil terus mengeraskan genggamannya pada selembar kertas ditangannya. Detak jantungnya semakin tak karuan, darahnya mulai naik menuju amigdala dan menciptakan rangsangan, pintu-pintu ingatan masa lalunya mulai terbuka. Silau terlihat dari kejauhan pintu kuning yang berada sangat tinggi dari pijakannya, seutas tali berwarna hitam terikat dan terhubung antar pintu itu dan kakinya. Lambat ia sadari ternyata pintu itu mencoba menariknya paksa untuk masuk kedalam, tali hitam tadi perlahan mulai kencang dan terus mengencang seperti ada seorang algojo yang menariknya dan siap memenggal kepalanya. Teriakan minta tolong nya menjadi lebih keras bagaikan suara bayi ditelinga bapak bejadnya, tangannya mencoba menggapai sesuatu namun hanya segenggam hampa yang didapatkannya. Tubuhnya nya pun lenyap ditelan cahaya pintu tersebut. Seketika susananya menjadi heninghening dan...


"Brakkkk"

Tiba-tiba pintu kuning itu...


"Tangg.. Bintang bangunnn!!!", Terdengar suara yang sangat familiar dikuping bintang. Ia lalu membuka matanya, yang pasti masih merah dan terhias beleknya, membuat corak di mukanya sehingga makin tampaklah betapa kusut dan korup mukanya.


Bintang adalah seorang putra tunggal dari pasangan Mento dan Surani, parasnya tidak terlalu tinggi dengan warna kulit cokelat dan rambut hitam bergelombang yang tak pasti gelombang cinta atau gelombang pasang surut. Dia duduk dikelas 3 SMP terpopuler didesanya, bapaknya sibuk sebagai petani sehari-harinya dan ibu nya menjadi karyawan pada salah satu sudagar ayam kampung di desa sebelah.


"Bintang ndak sekolah buu?"

"Sekolah kok itu baru bangun", Sahut wanita itu lembut.


"Oalahhh... Itu anak kok susah betul bangun pagi, gimana mau sukses besarnya nanti..huhh", Terdengar berat hirupan nafas dari bapaknya.


Bintang yang mendengar percakapan itu langsung bangkit dari kasurnya dan memksakan langkah kakinya menuju kamar mandi, tanpa menghiraukan pria tua berkumis dan wanita berkebaya yang sedang mengaduk kopi di meja dapur.

Hari ini adalah hari kamis dimana Bintang harus mengenakan seragam batik lengkap dengan dasi merahnya. Hanya butuh waktu 5 menit jalan kaki untuk menuju sekolahnya.


"Selamat pagi Intan sayanggg"

"Selamat pagi Vivi cantik"

"Pagiii juragan es degan Mulan.. ", Sembari senyum dan melangkah menghampiri meja-meja teman-teman terdekatnya.


Bintang yang baru datang hanya menundukkan kepalanya dan menuju mejanya. Sebelum sampai ia ke mejanya,


" Ehh.. Pagii Bintanggg", Suara itu... Suara yang mampu melemaskan kedua lutut Bintang jika langsung menatap matanya.


"Papapagii... " Sambil terus menunduk dan menahan gemetar agar tidak terlalu gugup menjawab.


Pemilik suara itu malah mendekat dan memiringkan kepalanya untuk menengok wajah Bintang "kamu ga pa.. "

Tiba-tiba seluruh pijakan disekitar menjadi bergoyang, bangunan tua yang kokoh dari dulu sekarang dinding-dindingnya mulai terbelah, bola lampu dalam kelas itu pecah satu persatu, papan tulis yang telah dipalu kuat dengan paku pun dengan mudahnya jatuh mencium lantai, seluruh isi kelas menjadi panik dan berhamburan tak tentu arah dan tujuan karena pintu kelas yang seharusnya terbuka lebar malah tertutup oleh daun pintu yang sudah miring dan terjepit antara sisi pintu, banyak siswa yang mencoba membuka jendela namun keadaannya sama seperti pintu tadi menjadi keras, tidak bisa ditarik, digeser, ataupun di dobrak. Mungkin jika jendelanya terbuat dari kaca akan menjadi jalan keluar pada saat itu, sayangnya sekolah ini masih di desa dan jendela pun masih terbuat dari kayu tanpa kaca, bahkan bisa dihitung banyak bangunan atau rumah-rumah warga yg terbuat dari beton.

Bintang pun ikut terbawa situasi panik pada saat itu, namun paniknya bintang hanya mampu melemahkan raganya tidak dengan jiwanya. Ia yang dikenal sebagai siswa yang pendiam dan pemalu kini berdiri dengan kaki lemas dan bergemetar, tidak seperti siswa lainnya yang menjadi histeris dan berhamburan tak karuan. Ia tetap berdiri dan diam, lalu kedua matanya menangkap sosok perempuan disebelahnya yang menangis dan terus berteriak minta tolong namun tak sorang pun menghiraukannya. Sosok prempuan yang selama ini selalu menjadi pusat perhatian semua anak dan ia adalah salah satu pengagum rahasianya yang tak mampu untuk menggerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk menyampaikannya. Dari dia menjejakan penanya di SD sampai sekarang ia tak mempunyai keberanian sama sekali, bahkan sampai mulai besar suaranya dan tumbuh jakun hanya keadaan fisiknya lah yang berubah tidak untuk keadaan sekitarnya.

Bintang yang tak kuasa melihat perempuan itu tanpa sadar ia sudah tak mampu lagi untuk memendam seluruh perasaanya kini perasaan itu meluap dengan ganasnya, ia meletus di iringi gemuruh dan kilat yang terus bersambutan. Lambat laun kakinya yang lemas ditegakkannya, kedua tangannya menggenggam keras seolah-olah ada batu berlian yg sedang ia hancurkan didalamnya, seraya mendongakkan kepalanya ke arah atas ia berteriak kencang sekencang kencangnya,


"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa... "

Seperti cahaya yang membelah udara lalu mengisi ruang gelap didataran bum, suara Bintang sangat keras sampai seluruh siswa mengokkan kepalanya dan terperangah melihatnya.

Tanpa ia sadari tangannya mencoba menggapai perempuan tersebut, tersesak-sesak tangisannya sampai mengisi rongga hidung dan mulutnya.

"Tahan dulu ya sebentar" Bisikkan bintang di telinganya.

Ia lalu meloncati meja-meja dan semua orang yg berhamburan menghalanginya. Mata dan pikirannya kini fokus kepada dinding sekolah yang terbuat dari kayu ulin tua yang sudah direndam bertahun-tahun lamanya. Ia mencoba menerjangnya dengan kakinya namun apa daya malah ia yang terpental ke lantai. Penggaris besar dari kayu jati yang biasa digunakan oleh guru-guru killer ia coba masukkan ke sela-sela papannya lalu mencungkilnya namun malah penggaris itu yang patah, tak berhenti disitu ia lalu mencoba mengambil bagian kaki kursi yang sudah patah tertimpa oleh atap bangunan dan mencoba menumbukkannya tepat dibagian ujung dari sambungan papan letak dimana kuncian menggunakan paku balok yang terkenal susah dicabutnya. Namun semua usaha itu nihil menjadi sebuah rencana yang tak bertemu dengan ekspetasinya, ditambah keadaan yang makin kacau dan juga bangunan yang akan roboh dalam waktu singkat dan menimpa mereka semua didalamnya.

Bintang terduduk lesu memegang bagian kursi patah yang tak berguna ditangannya, matanya mulai basah dan seluruh memori otaknya sudah mulai disusun rapi seperti kaset video yang siap diputarkan. Saat itu hanya secercah cahaya yang mampu menembus gelapnya matanya, cahaya dari seorang perempuan yang telah ia janjikan untuk menunggu disana. Cahaya itu tidak pudar sama sekali disaat air mata mulai mebasahi kedua matanya, cahaya itu makin terang benderang saat gelapnya tlah begitu pekatnya, tak tertutupi awan mendung kala hujan juga tak terhentikan seperti pelangi setelah biasnya air hujan.

Sebelum sempat tersungkur badannya ketanah, Bintang teringat dulu saat pertama kali masuk sekolah ini ia dan seluruh siswa-siswi angkatannya masih harus berbagi kelas dengan angkatan lainnya karena keadaan ruangan yang tidak mencukupi. Sampai pada saat diputuskan ruang kantor guru akan dibongkar dan dijadikan kelas, ruang kantor inilah yang terhubung dengan ruangan kelas sebelahnya. Ia ingat ada satu pintu yang dulu ditutupi hanya menggunkan triplex sebagai pengganti didinding kelas ini.

Disitulah awan mendung tadi di tembus oleh cahaya mentari, melewati setiap rongga-rongganya dan memberikan kehidupan kepada seluruh makhluk didunia. Bergegas ia ke bagian dinding pintu tadi ia terjang dan hanya dengan sekali terjangannya dinding itu langsung hancur dan terbuka. Seluruh siswa serentak bergegas melewati pintu itu, namun tidak dengan bintang. Walaupun dia yang membukakan jalan itu tapi ia malah kembali dan menuju cahayanya. Cahayanya yang lemah tak berdaya dan tak bisa bergerak sama sekali, tangis itu pun tak mampu ia hentikan. Ia hampiri dan mencoba menggendongnya namun apa daya bintang setelah kehabisan tenaga dan membuang waktu lama mencoba mencari jalan keluar, waktu tak akan berhenti dan terus berjalan, bangunan tua itu pun mulai terkupas kulit-kulitnya dan merontokkan tulang-tulangnya. Tak sempat ia menggendongnya sebuah papan besar jatuh dan menimpa mereka, Bintang yang menyadari itu segera menutupi cahanya dengan menjadikkan tubuhnya sebagai tameng. Akhirnya tertimbunlah mereka bersama papan-papan dari ulin dan balok-balok kayu yang selama ini selalu mereka andalkan untuk berteduh, menaungi mereka dari panas, menghangatkan mereka dari dinginnya angin malam, memeluk mereka dari racun vegitasi melata, menidurkan mereka dari kerasnya dunia yang fana.

Apa daya tubuh manusia yang terlalu rapuh ini terhantam reruntuhan ulin yang keras dan padat. Nasib baik dari yang maha kuasa masih menyertai mereka, hanya lengan Bintang yang saat itu tertindih oleh balok, kulit lembutnya yg kecokelatan tembus dan terkoyak karena dihantam oleh balok tersebut, tulang lengannya patah dan tak bisa digerakkan sama sekali karena volume beban yang menindihnya sangat besar, ditariknya perlahan pun malah rasa sakit antar gesekan tulang patahnya yang terasa. Air matanya kini sudah mulai mengering begitu pula dengan cahayanya yang saat ini masih terlihat lesu dan dipenuhi ketakutan. Sekian banyak suara yang memenuhi gendang telinga mereka berdua saat itu, terdengar suara berat dari sang pria berkumis yg selalu mengomentari sifat dan perilaku BintangBintang di rumahrumah, belum sepat ia melihat sumber suara itu seketika semuanya menjadi gelap.

Putih ya hanya warna putih dan hanya ada bau obat-obatan kimia yang memenuhi ruangan itu, Bintang tersadar dari komanya yang telah berlalu selama 1 bulan lebih. Setelah semua berlalu berita ramai mengabarkan letusan gunung berapi yang terjadi, terutama desanya yang berlokasi dekat dengan gunung itu menjadi salah satu daerah yang terdampak sangat besar banyak korban yang telah di konfirmasi, dari yang telah berakhir perjuangan hidupnya di dunia dan juga korban luka-luka berat yang perlu ditangani medis dan Bintang menjadi salah satu korbannya. Tak kuasa menahan tangisnya saat melihat lengan kirinya yang kini hanya sisa sebagian dan dibalut perban oleh dokter.


"Yang sabar yaa tangg.. ", Suara menahan isak tangis dari telinga kanannya.


Bintang terkejut mendengar itu dan langsung memalingkan wajahnya untuk menatap wajah suara itu, wajah perempuan yang selalu memenuhi otaknya, mengisi setiap aliran darahnya, penyemangat disetiap hirupan nafasnya, ya dia yang ia selamatkan pada saat sebelum tangannya seperti sekarang, perempuan yang menjadi harapan dan cahanya...selalupudar.....selamanya.....dan tak akan pernah pudar.


"Wooooiiii...uwoooiiiii..Bintangggggg...oiiiiiiiii...Katanya mau healing healing t*i anjing ke sini malah ngelamuunnn hadehhh", Keras sekali suara itu sampai menyadarkan bintang dari lamunannya.


"Eh ehhh iya iya", Suara jawab yang kebingungan dan ditambah cengengesan dari Bintang.


"Lah kamu habis nangis tangg?", Sambut suara keras tadi setelah melihat raut wajah Bintang.


"Ahh ya kah?? Ngnngng.. Ngga kok, gara-gara kena hembusan angin laut keknya ni hahaha", Bintang yang mencoba menutupi nya dengan senyumnya.


Memang laki-laki tidak pernah lebih pintar dari perempuan dalam hal menyembunyikan sesuatu, terutama perasaan. Hatinya yang dulu lembut kini tlah menjadi keras tak tertembus oleh apapun. Dibangunkannya sebuah tembok besar dalam hatinya yang mampu menutupinya dari seribu satu rasa duniawi dan hawa nafsu yang menyerangnya. Ditancapkannya sebuah panah berisi sumpah tepat ditengah-trngah hatinya bahwa ia tidak akan pernah bodoh seperti itu lagi. Kini semua telah berakhir telah ditutup lah cerita penuh buayan kata-kata pujangga dan syair-syair penyajak. Cahaya dulu yang telah meneranginya kini telah di rampas dan dibajak darinya, seluruh penyesalan menjulang tinggi membebaninya, nostalgia kini hanya menjadi kata-kata busuk baginya, ia tlah rapuh dan menjadi gelap pekat tanpa ada cahaya lagi. Dilihatnya lagi kertas di tangannya tadi dengan tatapan kosong..ia menatapnya,


Pudar dan Menjadi Gelap


Selesai.-
Diubah oleh v9ry 23-02-2022 20:09
bukhoriganAvatar border
Bgssusanto88Avatar border
Bgssusanto88 dan bukhorigan memberi reputasi
2
576
1
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan